Assalamu'alaikum, Teman..
Apa kabar? Aku sehat dan baik-baik saja. Lama ya tidak bertemu, aku ingin berbagi perasaan.. mungkin kamu belum tahu,, boleh ya?Tentang aku dan dia. Mungkin terlalu sederhana untuk bercerita, tetapi satu hal yang aku ingin bilang kalau aku sudah benar-benar terbiasa sekarang
Banyak hal yang mungkin orang lihat menyeramkan ternyata ada titik-titik menyenangkan disana. Ada juga yang baru dilihat dari luar sudah tidak mau mendekat, karena merasa tidak sepadan. Tetapi perbedaan pemikiran, sikap, pendapat dan perasaan juga banyak yang bisa bertahan
Aku tidak bisa menyimpulkan apapun. Statusku ini juga tidak bisa mengubah semua yang ada. Aku hanya datang di kehidupannya dalam waktu yang sangat singkat dan untuk beradaptasi, sebelum akhirnya kami terikat
Aku tahu, hadirnya aku disini bukan karena kemauannya. Tetapi mempertahankan aku adalah salah satu hal yang bisa membuatnya melihat seseorang tersenyum. Kalau begitu aku ingin membuat bayangan masa depan, semoga saja tidak terlalu jauh. Karena bukan hanya perempuan, aku sudah menjadi istri sekarang. Kalau aku berangan-angan, sepertinya itu adalah hal yang wajar
Aku hanya berandai, bukan berharap... jika suatu saat nanti aku akan menyambutnya ramah ketika ia pulang dari bekerja. Makan malam dengan tenang dan diakhiri dengan saling bercerita. Apa itu menyenangkan?
Atau... saat kita berada di dalam mobil, tidak hanya diam saja tanpa suara. Mungkin kami bisa berpegangan tangan selama perjalanan. Saling tersenyum dan beradu pandang. Bukankah itu juga ibadah? Eh tapi jangan sampai mobilnya gagal fokus, nanti nabrak
Nadira tersenyum di akhir kalimat yang ia tulis. Semoga saja ini tidak berlebihan. Boleh berandai tetapi jangan terlalu jauh, berkhayal namanya. Tetapi apa tadi ia berkhayal?
Perempuan cantik itu akhirnya merebahkan diri di permukaan kasur. Buku yang menjadi teman itu masih ada di sampingnya. Matanya terlihat berbinar, baru menulis saja terlihat bahagia, apalagi terjadi?
Lagi-lagi Nadira harus mengalahkan bayangannya itu. Ia tidak boleh larut dalam kata 'andai'. Ia juga tidak boleh terlalu berharap. Karena beberapa bulan lalu setelah ia menulis di buku terang ini membuatnya kehilangan salah seorang teman
"Kamu boleh sebut aku teman terburuk, pengkhianat dan apapun, terserah. Tapi kalau kamu nyuruh aku buat tinggalin Mas Ali, aku nggak bisa!"
Sudah beberapa kali kalimat itu muncul begitu saja, dan pasti yang mendengarnya bosan. Bukan hanya Nadira, mungkin kalian juga. Tetapi untuk Nadira, ia harus menutup telinga dan hatinya rapat-rapat agar bisa terlihat biasa di depan semuanya. Mungkin siapapun bisa membuat pernyataan, kalau dia perempuan yang kuat
Tok tok tok
Tidak diragukan lagi, pasti Mbok Inem yang mengetuk pintu. Karena selama ini tidak ada yang mengetuk pintu kamarnya selain Mbok Inem
"Iya, Mbok? Ada apa?" Tanyanya dari dalam tanpa mengubah posisi
"Maaf, Mbak. Ada tamu"
Nadira mengerutkan kening, kemudian menengok jam di dinding di kamarnya. Pukul sepuluh, siapa yang bertamu?
"Iya, Mbok. Bentar lagi saya turun"
"Ya sudah, Mbak. Saya ke bawah dulu"
Nadira bangkit dan segera beranjak dari ranjang ruang tidurnya. Ia letakkan buku dengan cover putih itu di laci sebelah tempat tidur, wanita yang sejak tadi sudah memasang jilbabnya ini keluar setelah membuka pintu
Langkahnya tidak tergesa-gesa, tetapi dalam hati ia bertanya, siapa yang datang? Jujur saja Nadira tidak bisa menebak
Hingga rasa penasaran itu belum juga pecah meskipun ia sudah melihat tamunya di teras, karena lelaki itu membelakanginya. Sebentar, laki-laki?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...