Hari masih terbilang pagi. Suasana di kota jakarta sama seperti biasanya. Perempuan cantik itu menghadap cermin. Ia sudah bersiap-siap. Dari tadi malam, ia merasa bahagia karena akan bertemu dengan seorang yang ia rindukan. Senyum itu jelas terlihat di wajahnya
Nadira melihat jam dinding di ruang tidurnya sejenak. Masih pukul delapan. Mungkin satu jam lagi ia akan sampai.
Setelah mengambil tas kecil, Nadira keluar dari ruangan itu. Dari arah sana, Mbok Inem tersenyum
"Mbak Dira sudah rapi, jadi pergi?" Tanya Mbok Inem
Nadira mengangguk "Iya, Mbok. Ya sudah, saya pamit dulu. Assalamu'alaikum" Ucapnya
"Wa'alaikum salam"
Nadira berjalan agak cepat menuju depan gerbang rumah. Disana sudah ada taksi yang menunggu. Setelah masuk dan duduk, ia segera membuka tasnya, mengambil ponselnya disana.
Nadira menulis pesan dan mengirimnya pada nomor Ali.
'Assalamu'alaikum.
Mas Ali, saya minta izin keluar rumah menemui Papa.'Hanya itu saja yang ia katakan pada Ali. Ia tidak ingin menjadi istri durhaka karena keluar rumah tanpa izin suami. Setidaknya ia izin. Ya meskipun ia tahu, kalau kemanapun ia pergi suaminya tidak akan peduli.
🌺🌺🌺🌺
Nadira keluar dari pintu taksi. Ia melihat pemandangan rumah ini lagi sekarang, rumah yang ia rindukan setelah dua bulan lalu tidak berkunjung
Tangan kanannya membawa bungkusan plastik yang berisi makanan kesukaan Mamanya. Ia harap, Dina suka
Pelan-pelan Nadira melangkahkan kaki ke teras rumah. Kakinya mendadak dingin, ada apa ia tidak tahu. Apa
Sebelum mengetuk pintu, matanya mengintip dari balik jendela rumah. Samar-samar mendengar suara Adji bergurau dengan Dina, istrinya
Sudut bibir Nadira melengkung ke atas, ini yang ia rindukan. Nadira sangat jarang melihat ayah dan ibunya bersenda gurau seperti itu. Lalu apa ia akan masuk?
Ceklek
"Kakak"
Mata Nadira terperanjat karena Kayla membuka pintu tiba-tiba dan memeluknya. Dari dalam, Adji dan Dina berdiri.
Kayla melepaskan pelukan "Aku kangen banget sama Kakak"
"Iya. Kakak juga kangen banget sama kamu"
Adji menghampiri mereka. Lelaki itu tersenyum.
"Ayo masuk dulu"
Kayla menempel pada Nadira hingga keduanya sama-sama duduk. Adji ikut duduk di kursi ruang tamu. Sementara perempuan berusia tiga puluh delapan tahun itu duduk lagi, bukan di ruang tamu, tetapi ruang keluarga yang ruangannya terlihat sampai ruang tamu
Nadira melihat ke arah Dina yang masih menonton televisi disana. Rasanya rindu sekali. Perempuan yang biasanya berjilbab itu mengurai rambutnya ketika di dalam rumah. Kalau untuk Nadira, apa ia akan bisa begitu
"Gimana kabar Kakak?" Tanya Kayla
"Baik. Alhamdulillah"
"Kira-kira kapan aku punya keponakan?"
Nadira menahan senyumnya. Sementara Adji hampir tertawa.
Apa Kayla sudah tahu tentang pernikahan? Mereka hanya beda empat tahun, dan saat ini wajah Kayla tampak menggoda Kakaknya
"Apaan sih, Kay"
Hanya itu yang Nadira katakan. Pelan-pelan ia melihat ke arah Dina yang asyik di depan televisi. Adji tahu apa yang Nadira lihat sekarang. Wajahnya berubah ekspresi
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...