Suasana dekorasi pernikahan pada malam ini yang bertempat di salah satu hotel daerah Bandung tampak sakral. Semua tamu undangan menempati kursinya masing-masing. Dua mempelai masih berada di dalam ruang rias. Mereka tidak akan menyapa tamu undangan sebelum acara kedua dibacakan oleh Master of Ceremony
Sebelum para tamu memasuki tempat pertemuan utama, beberapa foto pre-wedding pengantin terpajang rapi di sisi kanan dan kiri karpet merah, dengan jarak tiga meter bingkai foto berukuran empat puluh kali enam puluh itu menghiasi sisi jalan
Dalam beberapa foto berbingkai besar itu tak ada kesan tak manis, seolah tak ada beban dan hubungan mereka terlihat baik-baik saja bahkan bahagia, tetapi nyatanya lain sekali dari itu
Disisi lain Ali mengetuk pintu ruangan tempat Make Up Nadira. Salah seorang perias membuka pintu.
"Bisa anda keluar sebentar?" Kata Ali
"Iya, Mas. Silahkan"
Perias itu memandu dua perias lainnya dalam ruangan itu agar keluar
Nadira yang hampir selesai di rias Make up sedikit kerepotan untuk menoleh pada Ali yang masuk. Ali masih berada dibelakangnya.
"Ada apa, Mas?" Tanyanya
"Nanti didepan, sikap kita biasa aja kayak pasangan lain. Kayak udah akrab. Biar Mama, semuanya nggak mikir macam-macam"
Ali tidak menatap Nadira yang melihatnya dari cermin. Ia berbicara dengan tenang meskipun itu sendiri membuat Nadira kesusahan meneguk saliva. Nadira mengangguk, ia menyetujui permintaan Ali.
"Iya"
Setelah mendengar jawaban Nadira, Ali keluar begitu saja dari ruangan. Berikutnya, tiga perias itu kembali masuk dan melanjutkan.
🌺🌺🌺🌺
Master of Ceremony berdiri mengawali acara resepsi. Hadirin para undangan hampir sudah berada pada kursi mereka masing-masing.
Pembukaaan berisi ucapan hamdalah karena akad nikah telah yang dilaksanakan jauh-jauh hari telah berjalan dengan lancar.
Acara yang kedua adalah penyambutan para mempelai agar menuju area resepsi. Semua hadirin berdiri dari tempat duduknya.
Di tempat lain Nadira menghampiri Ali dengan gaun dan penampilannya sebagai seorang pengantin. Beberapa detik lagi mereka akan menyapa tamu undangan.
Nadira bingung apa yang dilakukannya setelah ini. Belum keluar saja tangannya sudah dingin sejak tadi. Ia tidak berani menengok pada lelaki di sebelahnya, bersikap biasa saja kalau Ali tidak mengawali bagaimana bisa?
Ali melirik Nadira disebelahnya. Entah apa yang membuat dadanya tiba-tiba berdetak lebih cepat kala melihat perempuan itu. Ia menghembuskan nafas agar lebih tenang. Kemudian kembali lagi menoleh pada istrinya.
Tangan kirinya pelan-pelan meraih tangan kanan Nadira agar merangkul tangan kanannya. Nadira benar-benar merasa canggung saat ini. Ali berusaha tetap tenang meskipun tatapan mata mereka bertemu.
"Ya hadirin sekalian, mari kita sambut pasangan yang berbahagia malam ini, Ali dan Nadira"

Musik mengiringi mereka yang memasuki area resepsi. Para hadirin tamu undangan bertepuk tangan. Segenap keluarga besar mereka tampak bahagia. Tetapi kedua mempelai ini sebenarnya masih tampak tegang.
Mareka berjalan pelan-pelan menuju kursi utama di ujung sana. Sebenarnya Nadira merasa kesulitan untuk berjalan karena tidak terbiasa memakai high heels. Ia juga merasa ribet memakai gaun yang terseret ke lantai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...