Pria berbadan tinggi berperawakan tegap itu mendudukkan dirinya di atas sofa ruang tamu yang empuk. Sejenak menghela nafas lega dengan tenang. Kedua pasang netranya mengamati langit-langit ruangan yang ia tinggal selama satu minggu lebih tiga hari ini
Keadaannya memang belum maksimal sembuh, tetapi ia akan berusaha menguatkan tubuhnya untuk berjalan sendiri. Setelah ini ia akan mengerjakan pekerjaannya di kantor, menyelesaikan beberapa urusan di kafe dan ia akan bertemu dengan ibunya
"Mas Ali mau makan sekarang?"
Suara perempuan yang baru datang dari ruang tengah itu membuatnya menoleh. Ia berpikir sebentar
"Nanti aja"
Perempuan yang disana mengangguk mengerti, selain itu terlihat sedikit lega. Mata lelaki yang berada disini menyipit
"Mbok Inem belum balik?"
Selain menggeleng ragu yang ditanya juga terlihat agak bingung
"Memangnya Mbok Inem keluar? Kemana ya, Mas?"
"Orangnya udah bilang nggak bisa jaga rumah. Dari awal rumah ditinggal Mbok Inem cuma bersih-bersih habis itu pulang"
Nadira mengangguk samar tanda mengerti. Melihat reaksi wajah Ali berisyarat kalau pria itu tidak marah, ia menyimpulkan kalau sebelum ini suaminya itu memang sudah tahu. Tetapi yang sedikit Nadira pikirkan, ada apa dengan Mbok Inem yang lebih memilih pulang? Apa tidak berani sendiri di sini? Bukannya perempuan yang mereka bicarakan itu sudah hampir bekerja dua tahun?
Nadira mengalihkan pemikirannya. Sebaiknya ia tinggalkam dulu tentang Mbok Inem, dan sekarang ia akan menyiapkan makanan untuk Ali
"Saya ke dalam dulu" Pamitnya, Ali mengangguk
Nadira berbalik badan berjalan masuk. Meninggalkan pria yang masih duduk di sofa dengan membenahi posisi sejenak. Lelaki itu menanggalkan jeket tebalnya, menarik ponsel mewahnya dari saku celana dan mengotak-atiknya
Satu pesan masuk
'Pak laporannya sudah saya kirim ke email Bapak. Pak Ali bisa tanyakan sama saya kalau ada yang kurang jelas'
Ali menggeser-geser layar ponselnya. Mencoba membalas pesan masuk beberapa jam yang lalu. Pria ini memang begitu, jika sudah terlanjur fokus ia tidak peduli dengan apa yang ada di sekitarnya, termasuk saat salah seorang tamu perempuan mengetuk pintu dan masuk begitu saja
"Aku datang!" Seru gadis berkerudung simpelnya itu hingga duduk di sofa samping Ali
Ali hanya melirik, ia lanjutkan pekerjaannya lagi dengan menatap ponsel. Merasa kedatangannya tidak di tanggapi, perempuan di sampingnya itu sedikit merasa sebal. Tetapi ia tidak boleh bersikap kesal dengan Ali, meskipun sebenarnya ia tahu kalau pacarnya itu bukan laki-laki perespon. Atau mungkin Ali tidak menaggapi karena kemarin ia tidak menjenguk di rumah sakit
"Gimana kabarnya? Udah baik? Kamu kok kurusan gitu, sih" Tanya Kiara mengawali lagi
Ali hanya mengangguk singkat. Kiara menggigit bibir, ia tidak boleh kehabisan akal untuk mencoba mengajak Ali berbicara
"Maaf kemarin aku nggak bisa ke rumah sakit, aku banyak tugas kuliah soalnya. Kamu pasti tau kan?"
"Hm"
Hanya itu jawaban Ali. Kiara menghembuskan nafas agar tenang
"Eh tapi kemarin setelah kamu pingsan aku sempet ke rumah sakit, loh. Aku nunggu kamu bentar, kan soalnya udah ada Nadira"
"Mas Ali beneran mau makan nanti?"
Suara dari ambang pintu antara ruang makan dan ruang tamu itu membuat kedua orang yang duduk di sofa menoleh. Suara Nadira tidak terdengar memerintah tetapi menawarkan, raut wajahnya sama seperti biasanya, tanpa terlihat tegang ataupun menatap dengan tatapan benci. Mungkin sudah terlalu biasa melihat pemandangan seperti ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
Tiểu Thuyết Chung[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...