Bagian 8

19K 842 15
                                    

Dua hari setelah Ali menyetujui resepsi pernikahan itu diadakan, Nisa meminta agar pihak dari keluarga Nadira bersedia menghadiri pertemuan keluarga dirumahnya. Pada hari itu Adji juga datang bersama Dina, yang membuat Nadira merasa sedikit bahagia.

Hingga diputuskan acara resepsi itu jatuh pada hari sabtu bertempat di salah satu hotel, Bandung.

Kata Nisa, resepsi pernikahan ini adalah hadiah untuk putra dan menantu terakhirnya. Oleh karena itu, semua biaya adalah tanggungannya. Jadi Ali tidak mengeluarkan uang sepeserpun.

Saat ini Ali berada di kantornya. Ia akan mengira kalau banyak yang akan menanyakan soal pernikahan itu kqrena undangan sudah tersebar. Bqgaimana ini? Ia belum menyiapkan jawaban.

"Li?"

Mario masuk begitu saja pada ruangan Ali. Ali tidak menjawab, ia mencoba untuk tetap fokus pada laptop.

"Li, lo beneran mau nikah? Atau emang udah nikah? Kok udah ada undangan resepsi?" Tanya Mario beruntun. Ali masih diam, ia tidak ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu.

"Bro?"

Hiro datang. Lelaki itu tidak kalah bingung karena datangnya undangan itu.

"Kok cepet banget lo mau nikah? gue asing sama nama cewek lo ini. Na-di-ra" Kata Hiro sembari melihat-lihat kertas undangan itu lebih inci.

Mario masih juga belum menemukan jawaban. Dua laki-laki yang berdiri itu sulit menunggu jawaban dari narasumbernya saat ini.

"Lo ngehamilin orang, ya?"

Pertanyaan Mario membuat Ali menoleh ke arahnya. Ali berdiri, ia menutup laptop begitu saja di atas meja. Lelaki itu menghembuaskan nafas pelan. Ia mencoba untuk tenang.

"Gue nggak ngelakuin sampai sejauh itu. Lagian gue nggak pernah serius sama pacar-pacar gue" Jawab Ali.

Mario dan Hiro sedikit melebarkan mata. Terang-terangan Ali mengatakan kalau dirinya tidak pernah serius sama semua pacarnya selama ini. Tetapi mereka memang sudah mengerti.

"Terus? Kenapa lo nikah mendadak?" Tanya Hiro melanjutkan

"Gue udah nikah sekitar dua mingguan."

Ungkap Ali datar pada akhirnya. Mario dan Hiro agak terbelalak lagi.

"Hah?"

"Waduh, tapi kenapa suasana hati lo biasa-biasa aja, gitu?" Mario menyelidik

"Bentar. Dua mingguan. Bukannya sekitar sebelum atau sesudah bokap lo... berpulang?" Tanya Hiro lagi. Kali ini lebih hati-hati

Ali mengangguk "Gue menikah di depan Papa. Tapi waktu itu, Papa udah nggak ada" Jawabnya lagi, tenang.

Mario dan Hiro mengerti sekarang. Mungkin, Ali menikah karena permintaan Papanya.

"Gue doain lo bahagia" Ucap Hiro, ia menepuk bahu kanan Ali

"Iya. Semangat buat kehidupan baru lo" Mario menyanggah kemudian

🌺🌺🌺🌺

"Pagi, Bu Nisa" Sapa pegawai butik itu

"Iya. Pagi" Jawabnya

"Ada yang bisa kami bantu?" Tanya pelayan itu lagi.

Nisa merangkul bahu Nadira

"Ini, mau fitting baju pengantin buat menantu cantik saya"

Pelayan itu tersenyum, begitu juga dengan Nadira dan Zoya yang berada di belakang Nisa.

"Iya, silahkan masuk. Mari"

NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang