Bagian 22

17.5K 859 38
                                    

Nadira menyiapkan makanan di atas meja. Perempuan itu Cekatan dan telaten, ia membuatkan susu putih dalam gelas untuk Ara dan teh hangat di cangkir untuk Ali

Nadira menoleh tangga rumah. Ara dan Ali belum juga turun. Kalau Ali tidak di minta turun ia juga akan turun untuk makan. Tetapi untuk Ara? Dia pasti masih memperlihatkan diri di depan cermin

Perempuan itu memutuskan berjalan menaiki tangga untuk menyusul Ara. Ini hari terakhir Ara disini. Dan setelah ini mungkin Ara akan di jemput

Ceklek

Ara menoleh. Tidak sesuai dugaan, ternyata gadis kecil itu duduk sendiri di tepi kasur. Nadira mendekat, tetapi ia tidak ikut duduk. Ia berdiri di depan Ara

"Ara nggak turun? Ini udah jam enam lebih dua puluh, loh. Mungkin bentar lagi Mama sama Papa jemput kamu"

Ara berdiri dengan malas

"Harus banget ya, Tante?"

"Apanya?"

"Makan"

Nadira mengangguk kuat "Iya, harus. Sarapan pagi itu penting. Apalagi buat anak-anak. Kamu kan sekolah, biar fokus nanti belajarnya. Ayo"

Ara mendahului berjalan keluar. Bocah berseragam itu tampak tidak bersemangat. Nadira menyeimbangkan langkah agar sejajar dengan Ara

"Kenapa? Ara nggak marah, kan?"

Ara menggeleng. Nadira belum puas dengan jawaban itu

"Kangen sama Mama Papa, ya? Habis ini ketemu, kok" Nadira tersenyum

Ara tetap menggeleng. Dari sana Ali juga keluar dari pintu kamarnya. Lelaki itu sudah bersiap karena penampilannya terlihat rapi. Memakai jas hitam ala manager perusaan.

Mereka sama-sama turun menuju ruang makan di bawah tangga. Disana Mbok Inem menyambut dengan senyum ramah dan kagum. Ia bergumam

"Hmm, puantes iki"

Ali dan Nadira menoleh. Nadira tidak mengerti bahasa Mbok Inem yang agak ada jawa timurnya ini. Tetapi untuk Ali yang sudah satu tahun setengah bersama Mbok Inem, sedikit sedikit mungkin mengerti

Mereka duduk di kursi kecuali Nadira yang masih berdiri di samping Ara yang duduk

"Mau ikan apa?" Tanya Nadira

"Tante"

"Iya?"

"Aku pengen telur mata sapi" Ucapnya takut-takut. Nadira menyunggingkan bibir lagi

"Jadi ini yang buat kamu nggak mau makan? Ya udah, bentar, ya. Tante buatkan dulu"

"Biar saya aja, Mbak"

Setelah Mbok inem menyahut, ia cepat-cepat berjalan menuju dapur. Diikuti Nadira yang juga kesana

"Loh, Mbak kenapa disini? Mbak makan saja. Biar saya yang buatkan telur mata sapinya"

"Nggak apa-apa, Mbok. Jujur saja saya tidak terlalu biasa makan pagi"

Mbok Inem menoleh cepat "Loh tapi tadi saya dengar Mbak Dira bilang ke non Ara, kalau sarapan pagi itu penting buat pelajar. Nah, Mbak Dira kan baru lulus jadi pelajar"

Katanya sambil mulai menggoreng telur di wajan teflon di atas kompor yang menyala

"Iya, Mbok. Tapi bukan makan nasi, makan jajan-jajan yang disediain di pesantren"

"Terus makan nasinya kapan, Mbak?"

"Waktu istirahat sekolah. Jam sembilan baru makan nasi"

"Oh" Mbok Inem mengangguk anggukan kepala. Ia meletakkan telur di piring

NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang