Wait!!
Sebelum membaca, silahkan geser bagian sebelumnya jika lupa dengan alur cerita. Disarankan untuk membaca dengan seksama dan tenang. Selamat membaca. Terima kasih.🌺🌺🌺🌺
Pukul delapan lebih tujuh belas menit. Nadira duduk di sofa ruang tamu dengan hatinya yang gelisah. Banyak hal yang masih saja mengganggu pikirannya. Meskipun sudah beberapa informasi yang ia dapatkan namun ada juga perihal lain yang belum terselesaikan.
Saat ini Nadira juga bimbang dengan hatinya. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya dirasakan dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Tentang perasaannya kepada Ali hingga memahami sebenarnya apa yang ia inginkan. Semua itu tetap belum tuntas. Apalagi keputusannya sedang ditunggu.
Namun yang lebih ia pikirkan sekarang adalah kejadian saat ia di rawat di rumah sakit waktu itu. Siapa yang membawanya kesana pun Nadira belum mengerti. Mengapa Zoya bilang kalau malam itu Ali juga ada disana. Kakak iparnya itu pun tidak berani memberi informasi terlalu jauh karena tak ingin ikut campur. Ia sangat membutuhkan jawaban itu untuk mengobati rasa penasarannya yang sempat dijawab dengan jawaban tak masuk akal. Tetapi setelah dipikir-pikir, ia baru merasa.
Suara mobil masuk ke pekarangan rumahnya. Nadira segera menoleh. Ia ikut beranjak dari posisi duduk di sofa. Ternyata yang datang adalah Ayah dan Ibunya.
Namun yang saat ini ia lihat adalah lebih dari itu. Nadira yang mengintip di jendela ruang tamu melihat seorang laki-laki di luar pagar rumah. Itu adalah Ali?
Sekali lagi Nadira menajamkan penglihatannya. Apakah seseorang itu memang Ali?
"Kenapa nggak masuk?" Ujar Adji menemui Ali yang di luar pagar.
Dari sini Nadira bisa melihat Ali menjabat tangan Ayahnya dan tersenyum kaku.
"Maaf, Pa. Saya pamit setelah ini akan ke Bekasi. Jadi saya tidak bisa kesini untuk beberapa hari ini."
Nadira yang masih di dalam rumah melihat mereka. Pada halaman rumah yang luas Adji, Dina dan Ali masih berbincang. Namun setelah beberapa kata yang ia dengar, mengapa rasanya Nadira merasa bersalah. Apakah Ali kemari hanya ingin berpamitan untuk tidak datang beberapa hari ini?
Mata Nadira terpejam sejenak. Ia memilih untuk berbalik badan dan tidak melihat mereka lagi. Rasanya sesak saja jika melihat Ali seperti itu. Mengapa Ali melakukan ini? Dan mengapa Ali bertahan untuk selalu menjenguknya selama hampir satu bulan ini.
Tin tin.
Suara klakson mobil terdengar. Selanjutnya mobil hitam itu mulai melaju dan tidak terlihat lagi. Rasa tidak enak hati tiba-tiba Ali rasakan saat ini. Ia tiba-tiba teringat malam itu. Malam dimana Ali pergi ke luar kota hingga kejadian di gudang. Matanya terpejam lagi. Ia merasa takut hingga tidak sadar genggaman tangannya gemetaran.
"Assalamualaikum. Loh kamu disini, Nak?" Ucap setelah memasuki ruang tamu.
Nadira diam. Ia masih menyesuaikan rasa takut itu. Sekarang bukan hanya tangannya yang gemetaran, tetapi detak jantungnya pun berdetak semakin cepat. Kepalanya mendadak pening hingga pandangannya buram beberapa saat.
"Dira, kamu kenapa?" Dina yang panik memegangi kedua lengan putrinya seolah-olah akan limbung.
"Kenapa, Ma?"
Adji kini memasuki pintu rumah dan ikut panik karena Dina setengah berteriak cemas.
"Nak kita ke rumah sakit, ya. Sekarang, ya."
"Tidak apa-apa, Ma."
Perlahan pandangannya kembali normal dan tidak lagi pening. Ia juga bisa melihat Kayla yang sudah berada di sampingnya dengan raut wajah khawatir. Nadira juga mulai berdiri dengan tegak. Ia berusaha meyakinkan bahwa tidak terjadi apa-apa padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...