Nadira keluar dari pintu rumah. Di sampingnya, perempuan berusia lima puluh tahunan juga keluar dan menutup pintu.
"Mbak Dira siap?" Tanya Mbok Inem
Nadira agak terkekeh "Siap? Kayak mau lari sprint saja, Mbok"
Mbok Inem tertawa. Nadira menunggu Mbok Inem sampai selesai tawanya selesai. Baru kali ini Nadira tahu kenapa Mbok Inem tertawa seperti itu
"Udah, Mbak. Kita keluar saja. Nanti keburu panas" Mbok Inem menyela. Ia memicingkan mata
Nadira mengangguk
Hari ini mereka akan belanja ke pasar pada pukul sembilan. Baru kali ini ia ikut Mbok Inem keluar, pagi tadi ia sudah minta izin pada Ali, jadi tidak ada masalah
Tidak naik kendaraan apapun mereka memilih berjalan kaki. Kata Mbok Inem lebih sehat, dan Nadira menurut saja. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju pasar.
"Mbak Nadira ndak kerumah Mamanya lagi?"
Nadira menoleh "Gimana?"
"Mbak Nadira ndak kerumah Ibunya lagi? Udah beberapa minggu, loh, ini. Ndak kangen?" Tanya Mbok Inem mengulang dan ditambah
Nadira mengekspresikan wajah dengan tersenyum. Ia tidak bisa menjawab, menurutnya pertanyaan Mbok Inem juga ini tidak harus dijawab detail.
Mendengar kata Mama mengingatkannya pada kejadian beberapa minggu lalu. Hatinya beralih sendu lagi sekarang, ia sudah tahu semuanya. Dan saat ia mengingat pernyataan ayahnya, ia mamang bukan siapa siapa. Meskipun sebelumnya ia merasa berbeda dengan sikap Dina, tetapi ia tidak pernah membayangkan kalau kebenaran itu akhirnya terungkap dan membuatnya kecewa.
Kehadirannya tidak diharapkan di keluarga Adji dan kedatangannya juga tidak diharapkan oleh Ali. Apa memang begitu?
Nadira mengalihkan mimik wajahnya dan tersenyum. Ia harus bisa menerima jalan hidupnya sekarang. Tidak boleh bersedih dan menangis.
"Emm, Mbok?"
"Iya?" Mbok Inem menoleh
"Kapan Mbok Inem pulang?" Tanya Nadira, entah akan kemana arah pembicaraannya kali ini.
"Saya pulang satu bulan sekali, Mbak"
Nadira mengangguk "Tapi cuma dua hari, ya?"
"Iya. Anak-anak saya sudah besar, sudah punya keluarga, Mbak. Ada yang satu masih sekolah SMA. Suami saya juga kerjanya tiap hari ketemu sama saya. Ya ndak kangen" Mbok Inem mesem
Nadira mengerutkan kening "Setiap hari ketemu?"
"Hampir"
"Memangnya suami Mbok kerja dimana?"
"Kerja di sekolah SMP sebelah rumahnya Mbak Nadira. Jadi Satpam. Ya beda beberapa meter dari rumah Mbak, sih. Tapi suami saya sering jenguk"
Nadira tersenyum. Ia mengerti sekarang kenapa Mbok Inem selalu ke luar rumah setiap jam tiga sore. Ternyata dia menemui suaminya pulang setelah bekerja. Jika ditanya saja alasannya keluar tanpa bilang kenapa
"Mbak Nadira senyum. Saya malu ini"
Nadira menutup mulut menahan tawa. Mbok Inem tersenyum malu
"Sayang, ya, Mbok?" Tanya Nadira lagi
Mbok Inem mengangguk
Mendadak di depannya dari jarak tiga meter, anak kecil berusia tiga tahunan menyeberang asal di jalan untuk mengambil bola. Nadira dan Mbok Inem was-was melihatnya. Awalnya bocah itu aman karena tidak ada kendaraan, tetapi saat ia akan kembali, mobil bewarna abu-abu itu melaju dari arah belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...