Lelaki itu membuka matanya. Tidak pelan-pelan, tetapi langsung saja mengerjapkannya beberapa kali. Tubuhnya juga terlonjak untuk bangun dari posisinya yang berbaring terlelap beberapa menit lalu
Ali meraup wajah. Baru bangun dari tidur nafasnya sudah tidak teratur, dan perasaannya mendadak tidak tenang
Kepalanya mendongak ke arah jam dinding di ruangan itu, sudah pukul sembilan. Jadi ia sudah tidur pagi satu jam di sofa ruang kerja?
Ali menghembuskan nafasnya kasar. Begini jadinya jika ia libur bekerja dan dan tidak ada kegiatan. Seharusnya ia tidak tidur pagi, karena setiap kali bangun tidur dibawah pukul sebelas, ada saja yang mengganggu fellingnya
Laki-laki berbaju santai dan celana casual selutut itu menapakkan kaki di permukaan lantai. Ia akan mencari jalan agar pikirannya tenang. Tetap mengatur nafasnya agar rileks
Drrrttt drtttt
Ponsel di meja kerja bergetar, Ali meraihnya malas dan memperlihatkan layar benda persegi panjang itu kepada matanya yang masih tampak sipit. Sesekali melebarkan pengelihatannya agar lebih jelas, hingga gawai itu sudah menempel di telinga kanannya
"Halo?" Cek suara diseberang sana
"Hmm?"
"Eh lo dari mana aja, sih? Susah banget gue nelpon. Gue dari tadi, loh"
Ali menutup mulutnya dengan punggung tangan karena manguap
"Gue baru bangun" Jawabnya
"Lah kok bisa? Lo nggak bangun pagi? Lo nggak shalat?"
Ali mendengus pelan. Suara Hiro terdengar melengking samar disana. Hiro juga bertanya apakah Ali sudah sholat, padahal dia sendiri bukan satu keyakinan dengan Ali. Ya meskipun bicaranya sedikit terdengar aneh
"Udah. Tidur lagi"
"Harusnya bangun tidur lo terus mandi, nggak lupa nggosok gigi, habis mandi lo tolong istri, bersih-bersih terus bobok lagi"
"Copast lo"
Disana Hiro terkekeh
"Beda kalimat kali"
Ali menguap lagi, ia memutuskan untuk duduk di kursi ruang kerja. Bersandar dipunggung kursi dengan malas
"Kenapa?" Tanya Ali
"Gimana ya, gue mau ngomong soal itu. Yang kita tunda gara-gara Mario" Hiro diam sebentar "Lo udah bisa diajak runding kan sekarang?"
Ali memijat pelipisnya. Sebenarnya ia malas sekali kemana-mana. Tetapi Hiro sudah menunggu waktu beberapa hari untuk berbicara, apa ia harus menolak?
"Kafe biasa" Jawab Hiro "Tenang aja, nggak sama Mario"
Ali hanya mengangguk singkat. Meskipun tidak tahu, jawaban Ali sudah dipastikan oleh Hiro kalau temannya itu mengiyakan
Panggilan diakhiri. Lelaki yang kini duduk di kursi dengan santai itu memejamkan mata. Mungkin dengan keluar rumah akan membuat pikirannya lebih rileks. Ya, ia harus keluar dan menemui Hiro
Tangan kanan Ali membuka laci, mencari power bank untuk mengisi daya baterai ponselnya. Tetapi disaat yang bersamaan, matanya mendapati kertas putih yang terlipat rapi di sudut dalam laci itu
Selain mengambil benda persegi panjang disana, Ali juga menyeret malas lipatan kertas putih itu pada tangannya. Ia letakkan power bank di atas meja, dan pelan-pelan membuka kertas yang ia genggam
Lo harus ingat tujuan awal
Ali mengernyit. Itu tulisan tangannya. Dan itu bukan sekadar tulisan, tetapi ada maksud tertentu dalam kalimatnya. Tujuan awal, mata Ali beralih, kertas ini membuatnya ingat pada tujuan awal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...