Atta.Sepanjang perjalanan pulang bocah itu terlihat sangat antusias. Kepala Atta bergeleng ke kanan dan kiri sesekali bibirnya ikut bersenandung menyanyikan lagu yang tengah diputar di mobilnya.
"Aden kayaknya lagi seneng banget ya?" celetuk Mardi mengutarakan pendapatnya.
Mendengar pertanyaan itu, seketika Atta menganggukkan kepalanya berkali-kali. Pancaran matanya terlihat berbinar, tak lupa senyum lebarnya mulai terlihat memperlihatkan deretan giginya.
"Atta seneng Pak, abis ini Atta mau makan. Terus Atta mau main mobil-mobilan. Tadi pagi ada yang ngasih Atta paket. Tapi Atta nggak tau dari siapa." sahutnya mulai menjelaskan apa yang dia rasakan.
"Eeummmmm." bocah itu meletakkan jari telunjuknya di dagunya, mengetuk-ketuk pelan, dengan bola mata yang bergulir menatap langit-langit mobil yang tengah dia naiki.
Mardi menaikkan salah satu alisnya, lelaki paruh baya itu ikut terheran menatap wajah Atta yang sepertinya tengah memikirkan sesuatu.
"Aden mikir apa? Kaya orang gede aja sok-sokan mikir."
"Tubuh Atta emang boleh masih kecil Pak. Tapi jangan salah. Otak Atta udah besar. Udah bisa diadu sama bapak jokowi." serunya ambisius.
"Atta tuh lagi mikir, tadi ada yang ngasih Atta mobil-mobilan kan. Nah kata Mami mungkin dari Papi. Tapi Atta ngerasa itu bukan dari Papi, soalnya pas Atta telfon kemaren, Papi bilang, Papi lagi sama Rafa. Jadi nggak bakal mungkin Papi inget sama Atta."
Perkataan polos yang keluar dari mulut Atta, mampu membuat Mardi terdiam selama beberapa detik. Mardi tentu faham sepelik apa masalah yang menimpa keluarga majikannya.
Tanpa terasa karena diselingi obrolan mereka berdua telah sampai di rumah Atta. Dengan terburu Atta membuka pintu mobil, dan meraih tasnya yang sebelumnya dia taruh di kursi belakang.
"Hati-hati Den!" peringat Mardi, melihat sikap tidak sabarnya Atta sewaktu turun dari mobil yang barusan dia naiki.
"MAMMIIIIIII....." teriak Atta dengan suara melengkingnya.
Mendengar suara dari putranya, Rea yang sebelumnya berada di dapur segera melangkahkan kakinya menghampiri anaknya yang saat ini tengah membaringkan tubuhnya di atas sofa. Lengkap dengan tas dan sepatu yang masih terpasang sempurna di kaki dan bahu bocah itu.
"Masuk rumah tuh ngucap salam Ta!" celetuk Rea yang tiba-tiba datang dan mendudukkan dirinya di samping tubuh Atta.
"Eehhhhh, iya. Hehehehehhe. Maaf Mami." menyadari akan kesalahannya, bocah tersebut hanya menggaruk-ngaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal.
"Assalamualaikum Mami," ujarnya, tak lupa tangan Atta terulur dan mengecup beberapa kali punggung tangan Rea.
"Waalaikumsalam sayang," sahutan lembut dari Atta membuat perasaan bocah itu menghangat.
Atta kembali ingin membaringkan tubuhnya di atas sofa, masih dengan sepatu dan tas yang dengan setia menempel di tubuh dia.
KRRUUYYYUUKKK!
Pipi Atta bersemu merah, "Heheheh, Atta laper Mami." jujur Atta sambil mengusap perutnya sendiri berulang kali.
Rea menggelang-ngelengkan kepalanya sambil menjawil pelan hidung mancung Atta. "Sana Atta ganti baju dulu, Mami udah masakin makan siang buat Atta. Spesial sesuai permintaan boss kecil."
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Rea, Atta sontak berdiri. Dengan spontan dia mendekatkan bibirnya ke pipi Rea secara bergantian. "Siap Mami. Laksanakan." sahutnya, tak lupa tangan kanannya Atta letakkan di keningnya sendiri dan mengambil sikap hormat. Setelah itu dirinya ngacir berlari menaiki tangga meninggalkan Rea sendirian di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...