46-Beberapa waktu lalu.

420 10 8
                                    

"AAARRGHHHHHHHH!" teriak Rea tanpa terkendali. Berulang kali dia menarik rambutnya sendiri sekuat yang dirinya mampu. Bahkan beberapa helai rambut tertinggal di sela-sela jari lentiknya.

"Tuhan saya cape. Semua beban bener-bener nggak mampu saya tanggung sendirian." rintihnya penuh keputusasaan.

Rumah tangganya yang di ujung tanduk. Buah hati kesayangannya yang tertular virus yang belum ada obatnya. Serta kejiwaanya yang sudah lama terganggu.

Akhir-akhir ini Rea memang dengan luar biasa mampu memakai topeng untuk menipu siapapun. Namun, percayalah psikis wanita berkepala 3 itu tidak sekuat yang orang lain kira.

"Andai aku nggak maksa Papa buat ngejodohin  aku sama Mas Dave, mungkin nggak akan gini kejadiannya. Mungkin Atta nggak akan jadi korban keegoisanku."

Jika di tanya alasan Rea kenapa pergi dari rumah lamanya meninggalkan Dave bersama Risa. Rea dan Dave pernah bertengkar hebat. Seseorang mengirimi paket ke kantor Dave berisikan foto-foto Rea dengan lelaki lain di sebuah hotel, sewaktu dirinya bekerja sebagai model.

Dave yang murka, sekaligus ngerasa harga dirinya di injak-injak dengan tega menyuruh Rea keluar dari rumah dia.

Bahkan Dave sempat meragukan jika Atta adalah darah dagingnya. Berulang kali Rea mencari cara untuk menjelaskan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Namun, tidak juga membuahkan hasil. Itu sebabnya Dave jarang menemui Atta juga Rea, Dave bertingkah seolah sudah melupakan mereka berdua, dan justru lebih terfokus ke Risa dan Rafa.

Kepala Rea terasa sangat pening memikirkan semua masalah yang selama ini dia pendam rapat-rapat.

"Ta, Maaf. Maaf sayang. Mami menyerah. Mami harap pundak kamu semakin kokoh ya nak. Dan semoga kamu nggak ngikutin Mami buat ngambil jalan pintas," gumam Rea menatap kosong sebuah kain sprai berwarna putih yang sudah dirinya simpul membentuk lingkaran pada bagian unjungnya. Dan sisi lain sengaja dia ikatkan di sebuah jendela.

Rea berdiri mengunakan kursi riasnya tepat di depan tali yang sudah tergantung itu. Buat sekarang fikiran dia benar-benar gelap. Yang ada di fikiran Rea, dia hanya ingin pulang sesegera mungkin. Dia hanya ingin sembuh dari semua rasa sakit yang selama bertahun-tahun sudah mengikatnya.

Terlebih Rea benar-benar tidak sanggup jika harus menyaksikan tubuh Atta yang mulai melemah akibat virus yang semakin aktif dalam dirinya.

Rea tidak sanggup membayangkan kelak sesakit apa putranya mendapatkan tatapan penuh cemooh dari orang-orang sekitar.

Rea juga tidak mampu membayangkan ketika putra kesayangannya harus di jauhi karena dirinya bisa menularkan penyakit berbahaya.

"Maaf Ta, maaf Mami nggak bisa nemenin Atta lebih lama lagi." tangis Rea memenuhi ruangan.

"Mami harap Atta kuat ya. Dan Maaf Mami nggak bisa nepatin janji Mami buat selalu ada di samping kamu."

Tepat setelah mengatakan hal itu, dengan tangan bergetar Rea memegangi ujung sprai yang sudah dia ikat membentuk lingkaran. Setelah menyakinkan dirinya sendiri, Dia mulai memasukkan kepalanya ke kain. Dan dengan spontan menendang kursi yang sebelumnya Rea gunakan sebagai pijakan.

BRRAAKKKKK!

Suara kursi bergesekan dengan lantai mulai terdengar.

Dalam hitungan detik tubuh Rea mulai tergantung.

"Aaaaghh...."

"Saaaa....kitt..." rintih Rea merasa nafasnya perlahan mulai tercekat. Rasa sakit yang teramat luar biasa mendatangi dia. Dan perlahan kedua mata Rea mulai terpejam, dengan leher yang terjulur, juga nafas yang perlahan menghilang.

*****

Beberapa jam sebelumnya.

Rea mencoba menghubungi Dave, ada hal penting yang ingin dirinya sampaikan.

"Hallo."

"Surat perceraikan yang kamu kirim udah aku tanda tangani."

"Iya, makasih."

"Aku minta maaf udah jadi orang ke tiga di hubungan kamu sama Risa."

Suasana hening beberapa saat. Hingga Rea kembali melanjutkan perkataannya.

"Boleh aku minta tolong Mas?"

"Minta tolong apa?"

"Tolong jaga Atarangi. Aku berani bersumpah kalau dia darah daging kamu. Kalau kamu masih ragu, aku udah kirim hasil tes DNA Atta dengan kamu tadi pagi ke kantor. Kamu bisa pastiin sendiri kebenarannya."

Dave masih sibuk mencerna arah pembicaraan Rea. "Jaga Atta maksudnya?"

"Hak asuh Atta aku serahin ke kamu Mas." jawab Rea dengan berat hati. Tapi dirinya sadar jika ini jalan terbaik yanh harus dia ambil.

"Kamu udah nggak bisa ngurus Atta?"

"Aku nggak masalah ngerawat dia, kalau emang terbukti dia darah daging aku."

"Aku lagi nyari cara buat sembuh Mas, dan buay beberapa waktu ke depan tolong jagain putra kesayangan aku. Kalau waktunya tiba, aku bakal jemput Atta lagi."

"Oke, aku setuju." sahut Dave tanpa berfikir lama. Jika Atta memang anak kandungnya, yang ada di fikiran Dave, dia hanya ingin menebus semua kesalahan dia selama ini, karena sudah mengabaikan anaknya sendiri selama bertahun-tahun.

"Makasih, Mas. Aku pamit. Dan tolong sampaiin maaf aku ke Atarangi." tepat setelah mengatakan hal itu pangilan seketika terputus.

Rea jatuh meluruh, tangisnya kembali pecah.

30 menit berlalu, Rea menghapus jejak air mata di pipinya. Masih ada beberapa hal yanh harus dia kerjakan. Dengan langkah tergesa Rea berjalan keluar kamar menuju dapur.

Terlihat Sutin yang tengah sibuk dengan rutinitasnya. Rea dengan tiba-tiba memeluk tubuh Sutin. Wanita yang sudah dirinya anggap seperti keluarganya sendiri.

"Nyonya kenapa?" tanya Sutin kaget. Di usapnya dengan perlahan punggung Rea. Bermaksud menenangkan majikannya.

"Sakit Bi. Rasanya sakit banget saya udah nggak kuat." rintih Rea meluapkan semua emosinya.

"Yang sabar ya Nya.... Bibi yakin kebahagiaan cepat atau lambat akan datang menghampiri Nyonya dan Aden."

"Saya udah nggak sanggup nunggu Bi,"

"Bi Sutin, tolong jagain Atta ya Bi. Saya titip dia. Tolong pastiin dia rajin minum ARV nya." dengan nafas tersengal Rea mengatakan hal itu.

"Nyonya ngomong apa? Kita bisa jagain Aden bareng-bareng Nya."

Rea tersenyum menanggapi perkataan Sutin. Dan perlahan pelukanpun terlepas. "Bibi tolong belanja keperluan dapur ya. Isi kulkas udah mulai kosong soalnya."

"Iya Nya,"

"Nyonya Rea, percaya sama bibi semua akan baik-baik aja. Dan Den Atta juga pasti akan sembuh."

Setelah kepergian Sutin, Rea berjalan menuju kulkas. Dia ingin memasak makanan kesukaan Atta. Ayam kecap, sebuah menu wajib yang nggak bisa Atta tolak pesonanya.

"Mami harap kamu suka masakan Mami kali ini Ta."

Selama satu jam, Rea menghabisakan waktunya di dapur. Menyiapkan makanan untuk putranya yang saat ini tengah mengambil nilai hasil ujiannya.

Ada sekitar 9 potong paha yang Rea masak. Setelah semuanya siap. Rea memindahkan ayam kecap itu kedalam sebuah mangkok. Dan di letakkannya di lemari tempat bisanya dia menyimpan makanan.

Sesekali pandangan Rea berubah menjadi kosong. Dan dengan langkah perlahan Rea berjalan kembali menuju kamarnya.

*****

26/03/23

Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang