Atta berjalan memasuki kamar Rea. "Mi,..." panggil Atta, dan bocah itu duduk begitu aja di atas ranjang mengamati gerak-gerik Rea yang tengah berdiri di depan cermin sambil mengikat rambut dia."Kenapa Ta?"
"Atta mau ngomong Mi. Mami bisa tolong dengerin Atta dulu ndak?" pintanya menatap Rea penuh permohonan.
Rea yang sadar jika ada hal penting yang akan putranya sampaikan, dengan segera berjalan dan duduk di samping tubuh Atta.
"Atta mau ngomong apa?"
"Boleh ndak Mi, kalau Atta minta buat pindah sekolah aja," cicitnya sambil memainkan jari jemari tangan dia. Jujur dia merasa gugup sekaligus takut jika Rea akan marah dengan permintaanya.
"Atta mau pindah?" tanya Rea memastikan.
Dengan segera Atta menganggukkan kepalanya. "Iya."
"Boleh Mami tau alasannya?"
"Atta cuma pengen nyari suasana baru aja Mi. Boleh ya Mi, Atta pindah sekolah. Terserah mau di mana juga yang penting bukan di Starliz lagi." pintanya dengan tatapan mengiba.
Bocah itu diam, dan tiba-tiba melamun. Dia ingat kejadian tadi siang di sekolahnya.
"Eummm, Shena." panggil Atta sambil menahan lengan teman sekelasnya itu.
Shena yang kaget dengan aksi tiba-tiba Atta, reflek melepaskan genggaman tangan Atta.
Dengan tatapan penuh ketakutan Shena mencoba menunduk untuk menghindari tatapan mata Atta.
"Maaf Ta, maaf tolong jangan sakiti Shena lagi. Shena udah cape. Shena cuma mau belajar disini bukan mau nyari mungsuh."
Tanpa mengatakan apapun, Atta berjalan meninggalkan Shena. Ingin rasanya dia meminta maaf dengam gadis itu, seperti yang Mardi perintahkan. Sayang Atta tidak punya cukup keberanian untuk hal tersebut. Atta merasa jika kesalahannya sudah tidak bisa di maaffkan.
Untuk menebus semua rasa bersalah Atta, dia mulai meluruskan apa yang sebenarnya terjadi. Atta benar-benar berusaha agar Shena tidak lagi menjadi bahan bullyan teman-temannya.
Di datanginya satu persatu orang yang pernah bermasalah dengan Shena. Intinya sebisa mungkin membereskan kekacauam yang pernah dia perbuat sewaktu dirinya meminta teman-temannya membenci dan menjauhi gadis yang tidak berdosa itu.
"Maaf Shen. Maaffin Atta yang terlalu pengecut."
"Ta!"
"Atarangi!" seru Rea sekali lagi, dengan nada yang sedikit dia naikkan.
"Eh iya Mi," sahut Atta linglung.
Rea mengamati muka putranya, dia sadar ada sesuatu yang sepertinya tengah Atta sembunyikan darinya.
"Kamu beneran mau pindah sekolah? Nggak mau difikir-fikir dulu?" tanya Rea memastikan.
Atta menganggukkan kepalanya. "Bener Mi. Atta ndak mau lagi sekolah di sana. Jadi gimana? Boleh ya. Ya ya ya?" rayunya sesekali dia menggerakkan lengan Rea. Lengkap dengan tatapan polosnya.
"Kalau bisa yang nggak searah sama sekolah lama Atta. Atta nggak mau tiap pagi atau pas siangnya ketemu Papi yang nganter atau ngejemput Rafa di sekolah dia." Memang sekolah Atta dan Rafa berdekatan, itu sebabnya kadang Atta melihat interaksi ayah dan anak yang membuatnya sedikit iri.
"Iya, Mami akan cariin sekolah baru buat kamu," sahut Rea menyetujui apa yang anaknya mau. Diacaknya lembut puncak kepala Atta.
"Makasih Mami." Dipeluknya tubuh Rea guna meluapkan rasa bahagianya. Atta harap dengan kepindahan dia, Shena udah nggak tertekan lagi di sekolah. Walaupun Atta sudah berubah dan tidak melakukan apapun ke gadis itu, tapi Atta tau jika Shena pasti merasa tidak nyaman jika ada dirinya di sekitar dia.
*****
1 minggu berlalu, saat ini Atta tengah berdiri di depan cermin, mengamati penampilan dia dengan seragam barunya.
"Mami, Atta udah kece belum?" tanya dia sembari merapikan dasi juga rompi berwana biru langit yang membungkus kemeja putihnya.
Rea tersenyum puas melihat penampilan Atta. Diacungkannya kedua ibu jarinya. Tanda jika apa yang melekat di tubuh Atta saat ini terasa sempurna.
"Keren Ta," ujar Rea menatap putranya berbinar.
"Hihihi, Atta jadi malu Mi." sahutnya sambil menutup mukanya sendiri yang spontan memerah.
"Cieeeee, bisa malu juga anak gantengnya Mami. Mami kira Atta udah nggak punya malu."
"Isshhhh, Mami kok gitu sih ngomongnya."
"Udah nggak usah manyun-manyun. Sekarang kita turun. Terus sarapan. Jangan sampai pertama kamu masuk sekolah di tempat baru udah terlambat."
"Iya Mi iya."
Rea mengamati Atta yang tengah menikmati sarapannya. "Mau dianter Mami apa sama Pak Mardi aja?" tanya Rea sambil menyiapkan bekal untuk Atta bawa.
"Sama Pak Mardi aja. Lagian Mami ada meeting kan pagi ini?" sahutnya santai. Ya akhir-akhir ini Rea memang sedang sibuk mengurusi perusahan milik orang tuanya yang dia kelola.
"Yakin berani sendiri?" tantang Rea memastikan.
"Yakin lah Mi. Atta udah gede ini. Udah kelas tiga. Nanti Atta bisa nanya murid atau siapapun yang Atta temui, buat nunjukin kantor guru. Lagian semua biaya pendaftaran dan persyaratannya udah Mami urus kan." lanjutnya tanpa beban.
"Yaudah Mi, Atta berangkat dulu ya. Makanannya juga udah Atta habisin." pamitnya sabil meminta tas yang sebelumnya Rea genggam.
"Ini tas kamu. Bekal sama minumnya udah Mami taruh di dalem. Inget jangan jajan sembarangan." pesan Rea. Diulurkannya tangan kanan dia ke arah Atta.
"Iya Mi. Aman deh. Yaudah Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
****
Atta berdiri di depan kelas. Saat ini pandangan seluruh murid seketika terfokus kepadanya.
"Devan kenalin diri kamu dulu Nak." Pinta sang guru.
"Pagi semuanya. Kenalin aku Devan Atarangi Arfaenza. Pindaham dari Starliz, mohon bantuannya soalnya Atta belum punya temen." dengan senyum lebar Atta memperkenalkan dirinya sendiri.
Di luar dugaan. Teman-teman barunya justru menyambut heboh kedatangan Atta.
"Jadi pangilan kamu Devan apa Atta?" celetuk seorang bocah yang duduk di baris nomer 3 dekat jendela.
"Atta aja," jawab Atta dengan cengirannya.
"Bu guru juga panggil Atta aja ya Bu. Jangan Devan. Devan mirip sama nama Papi Atta soalnya. Hehehe," pintanya sopan, dia menatap Gina selaku wali kelas Atta yang masih berdiri di samping bocah itu.
"Selamat bergabung di kelas ini Atta,"
"Terimakasih Bu."
"Kamu duduk di....." Gina mengedarkan pandangannya. Mencari kursi mana yang masih kosong, untuk Atta duduki.
"Atta duduk di sini aja Bu!" seru seorang gadis dengan rambut yang di ikat. Menunjuk bangku sebelahnya yang sudah terisi.
"Eh mana bisa. Terus aku duduk di mana?" tanya seorang cowok yang tidak terima dengan keputusan teman sebangkunya.
"Arlo kamu pindah duduk di belakang aja sama Dio." dengan sadis cewek itu mendorong tubuh Arlo agar mau berpindah tempat duduk.
"Dasar cewek aneh!" rutuk Arlo sebal. Namun, dia tetap menuruti apa yang temannya itu mau.
"Tuh udah kosong sebelah aku. Atta duduk di sini aja Bu." pinta dia sekali lagi.
Gina memberikan kode agar Atta segera duduk di tempat yang sudah tersedia.
Atta mendudukkan dirinya. Sudut bibir Atta sedikit tertarik. "Kita ketemu lagi Ta. Seneng deh kamu jadi temen sekelas aku sekarang."
"Heheheheh, iya. Atta juga seneng ketemu sama Gea lagi. Jadi Atta nggak perlu kaya orang ilang deh di sekolah baru."
******
25/03/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...