Atta jatuh tersungkur tepat di depan Rea yang baru saja membukakan pintu. Kedua mata bocah itu terpejam sempurna. Tak lupa bibirnya yang terlihat pucat.
Rea terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya kesadaran dia kembali hadir, dan dengan segera mengangkat tubuh Atta, untuk segera di pindahkan ke dalam kamar dia.
Raut panik terlihat jelas di muka Rea, dia kira menyerahkan hak asuh putranya kepada Dave akan adalah hal yang terbaik untuk Atta. Namun, kenapa semuanya justru di luar dugaannya?
"Mami, jangan suruh Atta pergi," gumamnya masih dengan kedua mata yang terpejam sempurna.
"Maafin Mami sayang. Mami nggak akan lepasin Atta lagi. Mami akan coba memperbaiki semua kesalahan Mami Ta," lirih Rea, sesekali dia menciumi kening putranya, yang suhunya lebih tinggi dari suhu normal.
********
Di kediaman Dave. Satu rumah dibikin kalang kabut. Diawali dengan Risa yang berniat membangunkan bocah itu untuk sarapan bersama. Namun, dirinya justru dikejutkan dengan keberadaan bocah itu yang tidak terdeteksi.
Dave yang panik takut sesuatu terjadi dengan putranya, sontak menyuruh semua penghuni rumah untuk mencari di mana putranya berada.
Setiap sudut rumah sudah dicari. Namun, merka tidak juga mebuahkan hasil.
"Gimana Atta ketemu?" tanya Dave kepada para pekerja di rumahnya.
"Maaf Tuan, kami sudah mencari ke seluruh tempat di rumah ini. Namun, Den Atta belum juga ketemu."
"Ris, gimana ini. Aku takut dia kenapa-kenapa di luaran sana."
"Apa Atta nekat pulang sendiri ya Mas?" Risa mulai menebak-nebak, segala macam kemungkinan yang bisa saja terjadi.
"Tapi nggak mungkin kalau Atta pulang. Tau sendiri jarak ini rumah ke rumah Rea lumayan jauh."
Sedari tadi perasaan gusar menyelimuti hati Dave. Dia tidak mau terjadi sesuatu hal yang buruk denga putranya.
"Mas coba hubungi Mbak Rea dulu. Atta udah ada di rumah apa belom." saran Risa mencoba mencari solusi.
Dave menghela nafas kasar, dengan segera dia meraih ponsel dari saku celananya.
Di pangilan pertama Rea sudah mengangkat telfon Dave. Tanpa berbasa-basi dia menanyakan keberadaan Atta. Seketika ia menghela nafas lega, saat suara di sebrang sana memberitahukan jika bocah yang sedari tadi bikin heboh penghuni rumah, sudah aman bersama ibu kandungnya.
*******
6 jam setelahnya, Atta perlahan mulai tersadar. Kedua mata dia akhirnya terbuka sempurna. Atta mengedarkan seluruh pandangannya bermaksud mengamati setiap sudut ruangan yang dia tiduri.
Sudut bibir Atta tertarik. "Akhirnya Atta bisa balik lagi ke kamar Atta." celetuk dia sambil menarik sebuah bantal guling, untuk dirinya peluk.
Atta mengalihkan pandangannya saat pintu kamarnya di buka oleh seseorang. Dan muncullah sesosok manusia yang sangat Atta rindukan. Namun, tidak bisa di pungkiri, sebagian sudut hatinya merasa takut sekaligus khawatir. Dia takut Rea akan kembali menyerahkannya ke Dave.
"Mami, Atta mau sama Mami. Atta ndak mau sama Papi. Tolong izinin Atta buat tinggal di rumah ini lagi Mi. Atta janji Atta ndak bakal nakal. Atta juga ndak akan repotin Mami lagi." pintanya dengan suara bergetar. Kedua mata Atta kembali berkaca. Atta selalu selemah itu jika sudah berhadapan dengan Rea.
"Maafin Mami sayang, Mami janji. Mami nggak akan biarin Atta pergi dari hidup Mami." dengan suara tersendat, Rea mengucapkan kalimat tersebut.
Setelah itu, Rea menarik tubuh Atta ke dalam pelukannya. Sesekali diciuminnya puncak kepala putranya.
Nyaman, satu kaya yang menggambarkan perasaan Atta saat ini. Jika boleh meminta, Atta ingin waktu berhenti sejenak.
"Mami, jangan usir Atta lagi ya," suara lirih Atarangi nyaris tidak terdengar. Beruntungnya Rea bisa menyimpulkan apa yang putranya ucapkan.
Tanpa ragu, Rea menganggukkan kepalanya beberapa kali. Semalem Rea benar-benar tidak bisa tertidur. Fikirannya terpusat seluruhnya kepada Atta. Ibu mana yang bisa bersikap biasa saja saat anak kesayangannya jauh dari jangkauan dia?
Semalem Rea benar-benar takut, tidak bisa bertemu dengan Atta lagi. Jarak tempat tinggalnya dengan rumah Suaminya memang tidak terlalu jauh. Kira-kira membutuhkan waktu 45 menit jika menggendarai mobil. Sayangnya Rea masih tau diri. Dia sadar dirinya sudah tidak ada hak lagi buat menginjakkan kakinya di rumah Dave. Walaupun banguanan yang Dave tempati sebelumnya memang rumah dirinya juga.
"Atta pulang ke sini naik apa sayang?" tanya Rea yang sadar, jika dirinya tidak menemukan keberadaan Dave.
Masih dengan posisi, Atta yang memeluk Maminya, "Atta jalan kaki Mi," aku Atta sesekali mengusap punggung tanggan Rea untuk dirinya mainkan.
Kedua mata Rea membola. Pengakuan dari bibir Atta, sontak menimbulkan perasaan bergemuruh dalam hatinya. Dengan lembut, Rea melepaskan pelukan Atta.
"Papi nggak nganterin Atta? Kenapa Atta nggak naik taksi aja? Atau telfon Mami biar Mami jemput," Rea masih melontarkan beberapa pertanyaan. Harusnya wanita itu sadar jika putranya sangatlah keras kepala. Atta termasuk anak yang konsisten dengan keputusannya. Iya iya, tidak tidak.
Mendapat rentetan pertanyaan dari mulut Rea, bocah itu hanya meresponnya dengan cengiran polos andalan dia.
"Hehheheheh,"
"Jawab Mami Atarangi!"
Atta menghela nafas kasar. Dan akhirnya memilih jujur. "Atta kabur Mi. Atta keluar dari rumah Papi pas orang-orang masih pada tidur. Papi aja ndak tau kalau Atta pergi diem-diem," akunya sambil masih setia memainkan tangan kanan Rea, yang sengaja dia letakkan di pangkuannya.
"Atta! Kamu kok nakal banget sih! Kalau kamu sampai kenapa-kenapa gimana? Kalau kamu nyasar, apa di culik orang jahat gimana?!" seru Rea yang tidak habis fikir, dengan aksi nekat putranya.
"Atta ndak nakal Mi! Papi yang nakal. Papi udah janji pagi ini mau nganterin Atta pulang ke rumah. Tapi semalem Atta malah denger ucapan Papi sama Tante Risa, kalau yang Papi ucapin cuma buat nenangin Atta aja." sahutnya memberikan sebuah alasan.
"Heh mulutnya, Papi sendiri dikatain nakal. Awas loh di catat malaikat nanti." tegur Rea, sambil menjawil pelan ujung hidung putranya.
"Ndak malaikat ndak bakal nyatet amal buruk Atta. Atta kan ndak salah. Yang salah tuh Papi. Papi yang inkar janji."
Kkkrruuuyuukkk...
Di tengah perdebatan mereka, perut Atta tiba-tiba berbunyi. "Heheheh, Atta laper." celetuk ia, sembari mengusap pelan perutnya sendiri.
"Atta mau makan sama apa? biar Mami masakin," tanya Rea menatap wajah putra kesayangannya.
"Terserah Mami aja, apapun masakan Mami, pasti Atta makan kok."
Rea menganggukkan kepalanya, setelah itu dia bangkit dari tempat duduknya. "Yaudah Mami ke dapur dulu. Atta tiduran aja. Nanti kalau masakannya udah jadi, Atta Mami bangunin." Rea membantu Atta untuk kembali membaringkan tubuhnya. Tak lupa dia juga menyelimuti tubuh putranya.
"Makasih Mami."
*******
26/02/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...