Hari ini kebetulan hari Minggu, hal itu tentunya dimanfaatkan oleh bocah berusia 7 tahun tersebut, untuk bermain dengan hewan peliharaannya, yang baru saja dibelikan oleh Rea kemarin.
Saat ini Atta di tinggal sendirian, Rea tengah ada perlu mengenai pengunduran dirinya sebagai model, Dan akan mencoba berkecipung di perusahaan yang sudah lama di rintis oleh Subroto, Papanya.
"Sepi banget ini rumah, untung ada kamu Mol, kalau nggak mungkin Atta bakalan bosen banget di rumah."
Jika ditanya ke mana Sutin, jawabannya pembantu rumahnya itu tengah berbelanja bulanan di antar Mardi. Stok bahan makanan benar-benar kosong tanpa sisa.
Atta mengusap pelan kucing putih, dengan bulu lebat yang tengah tiduran di paha Atarangi.
Dia meraih remot TV yang tergeletak di kursi tempat dirinya duduk. Matanya terfokus ke sebuah layar di depannya, sesekali tangan dia memencet remot yang tengah dirinya pegang.
"Aish, nggak ada yang bagus siaran TV-nya," decak Atta sebal. Atta memilih mematikan televisi, saat sadar jika tidak ada satu siaran pun yang menarik perhatiannya.
Bocah itu lantas meraih ponsel Rea yang sengaja dirinya pinjam, sebelum Rea meninggalkan rumah. Sekedar info Rea memang memiliki 2 ponsel, buat jaga-jaga jika dirinya jauh dari putranya. Hanya saja Rea benar-benar membatasi Atta, agar tidak kecanduan gawai. "Atta tanya Mami aja deh kapan pulangnya, Atta udah laper soalnya," fikir Atta. Sambil menatap benda pipih berwarna hitam yang tengah dirinya pegang.
Atta mulai menelfon Rea, di dering pertama dapat dirinya dengar Rea yang mulai mengangkat pangilan darinya.
"Assalamulaikum Atta,"
"Waalaikumsalam Mi."
"Ada apa sayang?"
"Mami masih lama di luarnya?" tanya Atta mulai menanyakan, maksud dan tujuannya.
"Euuuum, 30 menit lagi Mami sampai rumah."
"Atta laper Mami, tolong beliin makanan ya, terserah apa aja. Kasihan cacing-cacing di perut Atta pada kekurangan nutrisi."
"Loh bi Sutin ke mana emang? Atta kan bisa minta tolong dimasakin sama Bibi." dengan nada penuh keheranan Rea mulai menanyakan hal tersebut.
"Bibi ndak ada Mi. Lagi pergi belanja sama Pak Mardi. Bahan-bahan dapur udah pada habis katanya."
Paham dengan maksud ucapan Atta, Rea di sebrang sana hanya meresponnya dengan anggukan kecilnya. "Yaudah, Atta tunggu sebentar ya. Bentar lagi Mami nyampai rumah. Ini mau mampir buat beliim kamu makanan dulu."
"Iya Mi, makasih." dan pangilan pun terputus.
Atta terdiam, dia seperti tengah memikirkan sesuatu. Tiba-tiba dirinya sedikit merasa bersalah atas perlakuannya ke Shena. "Mami pergi bentar aja Atta udah nelfonin. Kalau difikir-fikir Shena kasihan juga ya, nggak punya Mami dari bayi. Maminya udah di panggil Allah. Terus kalau Shena nangis, apa Shena sedih ngadunya ke siapa ya? Atta aja kalau ada apa-apa pasti nyari Mami. Pasti ceritain semuanya ke Mami," gumamnya mulai berperang dengan isi kepalanya sendiri.
"Kadang Atta suka ngerasa bersalah kalau jahatin Shena. Padahal Shena nggak ada salah apapun sama Atta. Tapi nggak tau kenapa, kalau lihat muka Shena, bawaannya Atta kesel. Kaya pengen marah gitu," tuturnya mulai berbicara sendiri.
Dia mengingat perlakuannya ke gadis itu 2 hari lalu.
Kaki Shena bertelanjang tanpa alas apapun yang melindunginya.
Sebelum pulang Shena memang menyempatkan diri terlebih dahulu untuk salat Zuhur terlebih dahulu. Dan saat sudah selesai melaksanakan lewajibannya sepasang sepatu Shena hilang entah kemana.
Dan entah bagaimana sepatu Shena sudah tergantung cantik diatas pohon mangga taman sekolah, dan tentu Shena berupaya mengambil sepatunya. Sayangnya ditengah usahanya Shena justru terjatuh dan jadilah bajunya kotor terkena bekas tanah.
Terdengar suara cowok seusianya yang tengah menertawakan kesialan gadis itu. "Hahhahahahaha" tawa Atta pecah, terlihat tangan pemuda itu tengah memegangi perutnya sendiri.
Shena mengalihkan pandangannya kearah Atta. Dengan perasaan takut akhirnya Shena berani berujar lirih yang suaranya nyaris tidak terdengar. "Atta ambilin sepatu aku"
"Nggak mau!!! Enak aja!! Atta sibuk." setelah mengatakan hal itu Atta pergi tanpa rasa bersalah meninggalkan Shena.
"Shena gimana pulangnya?" lirihnya merasa kebingungan.
"Atta kenapa nggak pernah bosen jahilin Shena? Shena punya salah apa ke Atta?"
Mau meminta bantuan Shena tidaklah punya teman, ditambah lagi sebagian anak-anak sudah pergi meninggalkan sekolah. Dan Guru-Guru sedang ada rapat, menbahas pembangunan sekolah.
Dengan rasa penuh keputusasaan Shena meninggalkan taman sekolah.
Gadis itu hanya menunduk, merasa malu dengan penampilannya. Terlihat beberapa kakak kelas yang masih ada di sekolah dan menertawakan keadaan Shena.
Dari kejauhan Atta masih memantau Shena, dalam hati bocah itu merasa puas atas apa yang sudah dia perbuat kepada gadis itu. "Atta nggak akan berhenti gangguin kamu Shena, sampai kamu sendiri pindah dari sekolah ini."
Mmeeeeooowww...
Meooooowww..
Lamunan Atta sontak buyar, saat mendengar si Mola mulai mengeluarkan suaranya.
"Atta lagi galau Mol." curhatnya sambil mengusap pelan badan hewan berbulu itu.
"Kelakuan Atta ke Shena jahat nggak sih Mol? Atta sering nyakitin Shena soalnya."
"Tapi bukan salah Atta sepenuhnya kok. Shenanya juga yang salah, suruh siapa dia terlalu pintar. Kan Atta jadi susah ngalahin dia, kan Atta jadi makin berat ngabulin permintaan Mami." sambungnya lagi, mulai sedikit mencari pembenaran.
Di tengah acara kebingungannya, suara mobil yang sedari tadi dirinya tunggu mulai terdengar di pendengaran Atarangi. "Akhirnya pulang juga Mami," celetuk Atta dengan sudut bibir yang terangkat.
Kedua mata bocah itu berbinar sempurna, menyambut kedatangan Rea.
"Mami beli makanan apa?" tanya Atta dengan tidak sabaran.
"Mami beli sate Ta, Atta mau?"
"Mau, mau Mi. Udah lama juga Atta nggak makan sate," ujarnya antusias.
"Ada lontongnya nggak Mi?" tanya Atta mulai mengekori langkah kaki Rea, yang sedang berjalan ke arah dapur untuk mengambil piring juga minuman untuk putranya.
"Ada dong Ta," jawab Rea sambil menata 2 buah piring di atas meja.
"Mami siapin ini dulu, kamu cuci tangan gih. Habis main-main kan sama Mola?" tebak Rea yang mulai hafal dengan karakter putranya.
"Iya Mi." Atta mengikuti perintah Rea, dia berjalan ke arah wastafle yang terletak tidak jauh dari posisi Rea berdiri.
"Pakai sabun Atarangi!" seru Rea, masih dengan rutinitas yang sama.
"Iya Mi. Ini Atta pake sabun kok," sahut Atta, dengan suara yang sedikit di keraskan nada bicaranya.
Setelah dirasa bersih, Atta meraih sebuah sapu tangan, untuk mengeringkan kedua tangannya.
"Udah cuci tangannya?" tanya Rea memastikan.
Atta menganggukkan kepalanya. "Udah dong Mi. Udah wangi juga tangan Atta," ujarnya sambil menciumi kedua tangannya secara bergantian.
Melihat hal itu, Rea menyunggingkan senyum puasnya. Setelah itu, Rea mulai mengulurkan sebuh piring yang sudah dirinya isi dengan makanan.
"Ini nggak pedes kan Mi?" tanya Atta memastikan. Kedua matanya menelisik, mengamati sate itu.
"Emang kamu lihat ada potongan cabe di situ?" tukas Rea balik bertanya ke putranya.
"Enggak ada."
"Tuh tau, yaudah cepet Atta beresin makannya. Habis itu belajar, ada PR kan?"
"Iya Mi, SIAP."
*****
1-02-23
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...