Setelah 6 jam menimba ilmu, akhirnya jam yang sedari tadi di nantikan Atta tiba. Yups jam pulang sekolah. Atta dengan antusias membereskan buku serta berbagai peralatan tulis lainnya ke dalam ransel merah bergambar mobil miliknya. Bocah kelas 1 SD itu dengan riang berjalan keluar kelas. Kepalanya dia gelengkan ke kanan dan kiri beberapa kali. Sesekali bibir mungilnya mulai bersenandung menyanyikan sebuah lagu kesukaannya.Kasih Mami kepada Atta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia.Sepanjang perjalanan menuju gerbang, Atta menyanyikan lagu tersebut. Hingga tanpa sadar dirinya sudah sampai di tempat biasa Mardi menjemputnya.
"Pak Mardi bukain pintu," ujar Atta sambil mengetuk-ngetuk pelan kaca mobil miliknya, yang memang sengaja Mardi kunci dari dalam.
Atta memasuki mobil dan duduk di samping Mardi seperti biasanya. "Aden kok kaya seneng banget dari tadi pagi?" tanya Mardi mulai kepo. Raut wajah Atta sangat berbanding terbalik dengan kemarin saat dirinya menjemput bocil satu ini.
"Nggak boleh ya Pak?" bukannya menjawab pertanyaan Mardi, Atta justru berbalik melempar pertanyaan.
"Bukan nggak boleh Den, kan serem aja, nggak ada angin, nggak ada hujan, tau-tau senyum-senyum sendiri."
"Biarin kali Pak, biar kegantengan Atta terpancar." sambil menyugar rambutnya Atta mengatakan hal itu, tak lupa kedua alisnya juga dia naik turunkan. Bocil satu ini aja kelakuannya, dan Mardi lantas meresponnya dengan kekehan kecilnya.
Mardi mulai menjalankan mobilnya, di tengah perjalanan, suara Atta kembali terdengar. "Pak Mardi, Makasih ya," ujar Atta tiba-tiba. Bocah itu tanpa Mardi duga, justru menubrukkan tubuh mungilnya ke arah Mardi, dan melingkarkan kedua tangannya erat memeluk pinggang supir pribadinya.
"Loh, makasih buat apa toh Den?" heran Mardi dengan kening berkerutnya.
"Makasih kerena Bapak udah mau kerja sama Mami Atta. Makasih juga karna selama ini Bapak yang jagain Atta sama Mami, Dan lewat perantara Bapak juga secara nggak langsung Atta jadi bisa rasain kehadiran Papi." dengan bibir yang tertarik membentuk senyuman manis, Atta mengutarakan kalimat tersebut.
Masih dengan posisi dia yang memeluk tubuh supirnya.Mardi mengulurkan salah satu tangannya, untuk mengusap pelan rambut Atta, yang sedikit menutupi kening bocah itu.
"Aden nggak perlu bilang makasih, ini kan udah tugas bapak buat jagain Aden sama nyonya." balas Mardi, dengan tatapan penuh keteduhan.
"Atta sayang sama Pak Mardi, Maafin Atta ya Pak, kalau Atta suka bandel. Pak Mardi jangan bosen-bosen ya sama Atta. Pak Mardi jangan nyari kerjaan di tempat lain juga. Bapak sama Atta terus ya Pak." pinta penuh harap, bahkan, kedua matanya mulai berkaca-kaca.
"Bapak juga sayang sama Aden, Aden Atta itu anak hebat, anak baik, dan Nyonya Rea beruntung dikaruniai putra seperti Aden."
Air mata Atta mengalir tanpa bisa dia cegah. Mardi mulai memberhentikan mobilnya di tepi jalan. Kemudian, dia mengulurkan tangannya yang sedikit keriput untuk mengusap kedua jejak air mata di pipi gembil majikannya.
"Aden jangan nangis, nanti gantengnya ilang loh." goda Mardi sambil menjawil pelan hidung mancung Atta.
"Atta kangen sama Papi. Temen-temen Atta pada dianter sama Papinya. Tapi Atta nggak."
"Tadi Ibu guru nyuruh Atta sama temen-temen buat ceritain Papinya masing-masing. Soalnya hari ini hari Ayah katanya. Tapi Atta nggak tau mau nulis apa, terus tiba-tiba Atta keinget Pak Mardi, jadinya Atta nyeritain Bapak deh di buku tugas Atta."
"Nggak papa kan Pak? Pak Mardi nggak marah kan? Maaf ya Atta lancang nggak izin dulu."
"Nggak papa dong, bapak malah seneng. Bapak berasa punya putra satu lagi."
Atta meraih tangan Mardi, bocah itu kemudian mendekatkan bibir mungilnya dan mulai mengecup punggung tangan seseorang, yang berada di sampingnya. Buat Atta, Mardi sudah berandil cukup besar dalam pertumbuhkannya, dan Atta sendiri, banyak belajar dari sosok pria berusia 40 tahun itu.
Melihat apa yang Atta lakukan, Mardi seketika termenung. Di satu sisi dia merasa sedikit tersanjung. Namun, di satu sisi, rasa nyeri perlahan mulai menguasai perasaannya. Anak sebaik Atta tidak seharusnya ada di posisi ini. Tuan Dave seharusnya bisa berperilaku adil dengan, kedua anak dan kedua istrinya.
*******
"Assalamualaikum Mami! Atta pulang," teriaknya sambil melemparkan asal tas yang sebelumnya dia gendong di punggungnya.
"Waalaikumsalam," sahut Rea, wanita cantik itu datang menghampiri Atta, yang saat ini tengah menyandarkan tubuhnya di atas sofa.
Meeeoowww...
Meeeooowww...
Pandangan Atta sontak teralihkan, Atta bangkit dan menghampiri Rea, "Mami punya kucing? Nemu di mana Mi?" tanya Atta antusias. Dirinya lantas mengambil alih hewan yang berada di gendongan Rea.
"Enak aja nemu. Ini beli tauk. Mahal harganya," sahut Rea, sambil berdecak sebal.
"Cantik Mi kucingnya. Bulunya juga halus. Matanya juga bagus banget." Atta menatap takjub kucing anggora berwarna putih yang saat ini tengah dia gendong.
"Atta suka?" tanpa bertanya, harusnya Rea bisa memastikan sendiri dari raut wajah putranya.
"Suka banget Mi." jawab Atta dengan mata yang berbinar.
"Mami, kucingnya udah punya nama belom?"
"Belum, kenapa? Atta mau namain kucing itu?"
"Mau dong,"
"Eeeeuuummmm, siapa ya namanya?" Atta mengetuk-ketuk dagunya sendiri, sambil matanya melirik menatap langit-langit ruang tamu, seperti tengah memikirkan masalah yang sangat susah untuk dipecahkan.
"Mola," celetuk Atta tiba-tiba. Saat sebuah nama terbesit begitu saja di kepalanya.
"Mola?"
"Iya Mami, nama kucingnya Mola. Cantik kan Mi namanya?" dengan wajah sumringah Atta memeluk erat kucing barunya.
"Cantik, cocok kok."
"Yeeeyyyy, Atta sekarang punya temen." pekik Atta heboh
"Mola, sekarang kita temenan ya. Atta janji bakal ngasih Mola makanan enak setiap harinya. Tenang sama Atta Mola nggak bakal kurus, kering, kerontang kok."
"Mola nggak bakal rugi deh punya temen kaya Atta."
"Ta, ganti baju dulu sana. Besok masih dipakai kan seragamnya. Terus makan. Baru main lagi sama Mola." titah Rea, yang dengan segera di turuti oleh Atta.
"Iya, Mami."
"Mola ayo ikut ke kamar. Atta mau ganti baju dulu soalnya."
Mola yang sepertinya paham dengan apa yang Atta ucapkan, perlahan mulai berlari mengejar Atta yang saat ini sudah mulai menaiki tangga.
Meeeoooowww...
Meeeeooowwww..
Meeeooowwwww...
Atta dan Mola memasuki kamar Atta, Atta berjalan menuju lemari untuk mengambil baju ganti. "Mola duduk di sini dulu ya," Pesan Atta, sambil meletakkan kucing kesayangannya di atas meja belajarnya.
"Awas loh, jangan Eek. Nanti meja Atta bauk." ujar bocah itu, sambil mengusap pelan kepala Mola.
Mmeeeooowww..
Tidak sampai 10 menit Atta sudah memakai pakaian yang lebih santai. Tidak lupa dia mengantungkan seragamnya sebelum turun menemui Rea.
"Mola turun yuk, Atta laper. Perutnya udah bunyi-bunyi minta makan."
Seolah faham dengan maksud Atta, Mola mulai turun dari meja belajar, dan berjalan mengikuti langkan kaki mungil sang pemilik kamar.
******
24/01/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...