15- Atta Sayang Mami

317 12 0
                                    

Atta duduk termenung di atas ranjang tempat tidurnya. Bocah itu menatap kosong ke arah pintu. Sejak kejadian tadi pagi, Rea masih mendiaminya. Beberapa kali Atta menghela nafas kasar. "Mami marahnya jangan lama-lama. Atta takut," gumamnya lirih sambil kedua tangannya meremat selimut yang menutupi kakinya.

"Salah Atta juga sih, semalem ketiduran jadi nggak belajar." bibir bawah Atta perlahan mulai maju beberapa senti. Dan kedua matanya mulai memerah.

Merasa tidak bisa menahan diri lebih lama, Atta lantas turun dari ranjang tempat tidurnya. Dia membuka pintu, kemudian berjalan menuju kamar Rea yang terletak tidak jauh dari kamarnya.

Tidak membutuhkan waktu lama, saat ini tubuh Atta berdiri mematung di depan sebuah pintu. Dapat Atta lihat, Maminya yang tengah melamun sambil menggenggam botol kecil.

"Mami," cicit Atta. Dirinya memberanikan diri untuk berjalan mendekat, dan membuyarkan lamunan Rea.

Sadar jika ada orang lain yang baru saja memasuki kamarnya, pandangan Rea sontak beralih.

"Mami, Maaafin Atta. Maaf Atta ingkar janji Mami." dengan nada bergetar Atta mengatakan hal itu. Tangan mungilnya meraih kedua tangan Rea. Dan di genggamnya seerat yang dia mampu.

"Maaf Mami," air mata Atta kembali berjatuhan. Apalagi saat Rea tidak memberikan respon apapun.

"Tadi malam Mami lihat postingan Papi kamu ta. Papi kamu ngeposting foto hasil ulangan Rafa yang nilainya sempurna. Kenapa kamu nggak bisa seperti anak itu Ta?" satu kalimat yang keluar dari mulut Rea, mampu membuat Atta tidak bisa berkata-kata.

Bocah itu hanya bisa menunduk, sambil meremat tangannya satu sama lain. Rasa sesak tiba-tiba hadir dalam hatinya.

"Atta balik ke kamar sana, udah malam. Besok jangan sampai terlambat sekolah." Titah Rea, yang segera dituruti oleh Atta. Dirinya tidak mau membuat Maminya semakin murka.

"Iya, Atta ke kamar ya Mi. Mami juga istirahat. Udah malam. Selamat malam Mi."

Atta berjalan keluar. Sepanjang jalan menuju kamarnya, Atta hanya bergumam lirih, "Nggak papa hari ini masih gagal minta maaf sama Mami. Besok Atta bisa coba lagi kok."

******

Keesokan paginya, Atarangi bangun lebih awal. Bocah itu berjalan dengan langkah lesu menuruni tangga. Tidak lupa ransel merah yang saat ini sudah dia gendong.

Atta berjalan ragu mendekati Rea, terlihat Rea yang sedang menyiapkan sarapan.

"Atta udah bangun? Baru aja Mami mau ke atas manggil Atta," ujar Rea, sambil melanjutkan rutinitasnya.

"Mami udah nggak marah?" tanya Atta memberanikan diri. Dia dapat merasakan tatapan penuh cinta dari sorot mata Rea.

"Maafin sikap Mami kemarin Ta," sesalnya, menatap Atta sentu. Mereka berdua saat ini sudah duduk di meja makan berhadap-hadapan.

Atta menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Enggak bukan Mami yang salah. Tapi Atta. Maafin Atta Mi."

Rea mengulurkan tangan kanannya, kemudian dia mengusap pelan kening Atta, yang sudah terpasang hansaplast berwarna kuning, bekas luka Atta kemarin.

"Ini sakit?" tanya Rea menatap putranya penuh kekhawatiran.

"Nggak kok Mi, kening Atta nggak papa, cuma luka kecil." kedua sudut bibir Atta tertarik membentuk sebuah senyuman.

"Maaf ya Ta, Mami udah kasar kemarin. Sampai bikin kamu luka."

"Atta nggak papa Mami. Atta malah seneng Mami udah nggak marah lagi."

"Maafin Atta, gagal kabulin permintaan Mami kemarin. Atta ketiduran Kamaren malem, jadi nggak sempet belajar," aku Atta sambil menundukkan kepalanya.

"Atta makan yang banyak ya. Ini Mami udah masakin ayam kecap kesukaan Atta." Rea mengalihkan pembicaraa, dia lantas mengambilkan nasi lengkap dengan lauk untuk sarapan putranya.

"Makasih Mami," ujar Atta, sambil tersenyum bahagia. Dia merasa senang bisa makan makanan kesukaannya. Serta bisa kembali melihat sikap hangat Rea.

Atta menikmati makanan di depannya dengan lahap. Kedua pipinya nampak berisi, dengan mulut yang sibuk mengunyah hidangan di depannya.

"Pelan-pelan sayang." nasehat Rea, dia menatao wajah Atta dengan penuh rasa bersalah. Sesekali dia memejamkan kedua matanya. Kemarin dirinya kembali lepas kendali.

"Enak Mi, masakan Mami nggak pernah gagal. Atta suka." dengan mulut belepotan kecap Atta mengatakan hal tersebut.

"Tolong ambilin nasi lagi Mi, Atta masih lapar." pinta Atta, sambil mengulurkan piring yang sebelumnya dia gunakan.

"Atta nggak bosen makan sama ayam kecap terus?"

"Enggaklah Mi, Atta malah seneng. Soalnya ayam kecap buatan Mami paling enak sedunia," jawab Atta enteng, sambil kembali memasukkan nasi kedala mulutnya.

Mendengar hal itu, tentu saja perasaan Rea menghangat seketika. "Yaudah beresin makannya ya,"

Tidak sampai 10 menit makanan di piring Atta ludes. "Kenyang. Perut Atta sampai gendut," celetuk Atta sambil mengusap-usap perutnya sendiri. Sesekali bocah itu bersendawa, dan menatap Rea dengan cengiran polosnya.

"Atta berangkat sekolah dulu Mi," sebelum dia meninggalkan meja makan itu, Atta menyempatkan diri untuk menegluk segelas air terlebih dahulu. Setelah itu Atta meraih ranselnya, yang sebelumnya dia letakkan di kursi sebelahnya tempat dia duduk.

"Salim dulu Mi." Atta mengulurkan tangan kanannya, yang segera dibalas oleh Rea. Atta meraih tangan Rea, dan mencium punggung tangan Maminya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, semangat belajarnya ganteng." Rea mendekatkan bibirnya di kening dan pipi Atta bergantian.

Mendapat perlakuam seperti itu, sontak saja bibir Atta tersenyum sempurna. Atta lantas menghamburkan tubuhnya dia pelukan Rea. Tangan mungilnya melingkar sempurna di leher wanita cantik di depannya.

"Atta sayang, sayang, sayangggggggg banget sama Mami." ucapan tulus itu terlontar begitu saja. Atta lantas memandang kedua bola mata Rea, dan bergantian mendaratkan ciumannya di pipi Rea beberapa kali.

"Mami juga sayang pake banget sama Atarangi," balas Rea, sambil menempelkan ujung hidungnya ke hidung Atta. Keduanya lantas tertawa bahagia, mereka berdua saling melengkapi. Buat Rea Attalah alasan dirinya bertahan selama ini. Dan buat Atta, Realah alasan dirinya memangdang dunia tidak semenyeramkan yang dia kira.

"Yaudah Atta sana berangkat, Pak Mardi udah nungguin tuh di depan."

"Iya, Mi."

"Dada Mami, Atta pergi dulu ya." setelah mengatakan hal tersebut Atta berjalan keluar dari rumahnya.

Rea menatap punggung putranya yang semakin menjauh, sorot matanya sontak berubah menjadi sendu. Rea lantas mengangkat tangan kanannya, diamatinya lamat-lamat bagian tubuhnya yang dengan tanpa sadar kemarin menyelakai putra kesayangannya.

"Maafin Mami Ta," gumam Rea penuh rasa sesal.

"Tuhan, tolong lindungin putraku di manapun dia berada. Beri dia kesehatan, dan jangan biarin senyum di wajahnya sirna."

Rea sadar, hidup Atta tidak seberuntung orang lain seusianya. Bahkan tidak jarang dirinya menangkap basah, tatapan buah hatinya yang memandang iri interaksi ayah dan anak pada umumnya.

Jika menyangkut materi, Dave masih rutin memberinya uang bulanan. Namun, tidak hanya sekedar materi yang Atta butuhnya. Atta juga butuh Papinya, Atta juga perlu kehadiran.

Dari awal dirinya yang salah, dia terlalu egois, dan berakhir menjadikan Atta sebagai korban dari segala keegoisannya. Jika saja dulu dia tidak meminta kepada orang tuanya agar di jodohkan dengan Dave yang memang sudah memiliki kekasih yaitu Risa, mungkin kejadiannya tidak akan seribet ini.

********

17/01/23


Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang