22- Keras Kepala

225 14 0
                                    

Atta terus memberontak dalam gendongan Dave. Namun, tenaga Atta sama sekali tidak membuat Dave merasa kesusahan. Lelaki berusia kepala 3 itu dengan langkah lebar membawa tubuh gembul putranya memasuki sebuah bangunan tempat dirinya tinggal selama ini bersama Risa dan Rafa. Lebih tepatnya itu rumah yang juga Rea tempati dulu.

Dave membawa tubuh Atta memasuki ruang keluarga, dan di sana kebetulan Risa tengah menemani putranya menonton kartun kesukaan Rafa.

Melihat kedatangan suaminya bersama Atta, tentu membuat kening Risa sedikit berkerut. Wanita itu merasa heran. "Mas? Ini?" tanya Risa mulai mengutarakan hal yang menganggu perasaannya. Di tambah lagi, sebuah koper yang baru saja di antarkan oleh Tono supir rumahnya.

"Atta mulai hari ini tinggal bareng kita Ris, kamu nggak keberatan kan?" tanya Dave memastikan. Ditatapnya lamat-lamat wajah istrinya, sembari menantikan jawaban yang keluar dari mulut Risa.

"Tapi Mbak Rea?"

"Kamu nggak perlu khawatir. Aku nggak nyulik Atarangi kok. Rea sendiri yang ngizinin Atta buat tinggal di sini," jelas Dave mengusap pelan puncak kepala bocah yang baru saja dia turunkan dari gendongannya.

"Atta nggak mau tinggal di rumah ini Pi!"

"Atta mau sama Mami aja!"

"Di rumah Atta! Bukan di sini!" pekik bocah itu menyuarakan isi hatinya. Dia tanpa takut menatap tajam Dave, setelah itu bergantian mengalihkan pandangannya ke arah Risa dan Rafa, bocah seusianya, yang juga balik menatap Atta dengan tatapan herannya.

"Ta, ini rumah kamu juga sayang." bujuk Dave berjongkok, untuk menyetarakan tingginya dengan Atta.

"Rumah Atta yang ada Maminya. Bukan di sini!" seru Atta ketus.

"Papi minggir! Atta mau pulang ke rumah Atta!" dengan kasar, Atta mendorong tubuh Dave, hingga membuat badan dia sedikit terhuyung ke belakang.

"Ta! Jangan pergi!" Dave berlari menyusul jejak putranya. Mau bagaimana pun Atta adalah putranya. Dan saat ini dia sudah jadi tanggung jawabnya.

"Ta!"

"Papi lepas! Atta mau pulang!" perintah Atta, salah satu tangannya berhasih Dave tahan.

"Pulang ke mana Ta?!"

"Kamu denger sendiri kan, kalau Mami kamu yang minta kamu buat ikut sama Papi?"

"Apa perkataan Rea masih belum bisa kamu cerna?"

"Kenapa orang-orang besar kaya kalian pada nyebelin sih?!"

"Papi nyebelin misahin Atta sama Mami!"

"Mami juga nyebelin ngusir Atta dari rumah Atta sendiri! Kenapa kalian ndak ada yang mau ngertiin perasaan Atta sih?!" tanyanya meminta penjelasan.

"Ta, Papi nggak misahin kamu sama Mami kamu Ta. Kalian masih bisa ketemu kapanpun kalian mau. Papi juga nggak akan ngelarang."

"Atta cape. Kepala Atta juga pusing. Atta ndak mau di sini." lirihnya, dan perlahan tubuh dua jatuh meluruh. Beruntungnya Dave dengan gesit menahan tubuh putranya.

Atta yang pingsan segera Dave bawa ke kamar, yang sebelumnya Rea tempati. "Tubuh kamu belum sehat Ta. Udah marah-marah aja. Gini kan jadinya." gerutu Dave sambil meletakkan tubuh Atta di atas ranjang.

"Ris, kamu tolong gantiin pakaian Atta ya." titah Dave, pada istrinya yang baru saja datang.

Dengan penuh ke hati-hatian, Risa melepaskan kancing depan kemeja yang Atta kenakan. Setelah tidak ada sehelai kainpun yang menutupi tubuh anak tirinya, pandangan Risa menajam. Dia melihat sesuatu yang mampu membuatnya terdiam beberapa saat.

Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang