6-jelek.

388 17 4
                                    

Hari Minggupun tiba, waktu yang sangat cocok untuk bersantai ria. Begitu pula dengan Atta. Bocah itu tengah menghabiskan waktunya dengan mobil baru kesayangannya.

Dari kejauhan Rea hanya geleng-geleng kepala mengamati tingkah laku anaknya, dapat Rea dengar Atta yang tertawa lepas saat mobilnya berjalan kesana-kemari, dengan sebuah remot yang dia kendalikan di tangannya. "Semoga sampai besar nanti, senyum itu tetap terjaga ya Ta. Atta anak Mami, dan Mami percaya Atta bisa jadi lelaki hebat di masa depan nanti."

Rea tiba-tiba melamun, entah apa yang wanita cantik itu fikirkan, hingga tanpa sadar sebuah suara mengagetkannya.

BBRRRUUKKKK!

Rea yang kaget tentu mendekati sumber suara, terlihat Atta yang tengah mengusap-usap bibirnya sendiri. Serta berbagai macam benda yang berjatuhan dan berserakan di lantai.

"Atta kamu kenapa? Atta nggak papa?" tanya Rea khawatir. Didekatinya tubuh anak semata wayangnya itu.

Merasa ada rasa anyir di mulutnya, dengan segera Atta meraih tisu yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Diambilnya beberapa lembar tisu dan mulutnya meludah di tisu yang dia genggam.

"Darah" lirih Atta menatap Rea sendu.

Mata Atta seketika berkaca-kaca saat melihat sebuah benda yang terasa tidak asing di tisu itu, bercampur dengan darah.

Salah satu tangannya mengusap giginya sendiri, dan benar saja ketakutannya terjadi. "MAMMIIIIII," isak tangis Atta perlahan terdengar memenuhi ruangan, matanya seketika memerah dengan tangan yang masih gemetar memegang tisu dan di arahkannya ke Rea.

Rea masih belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi, perlahan dia mendekat kearah putranya guna memastikan sesuatu.

Setelah tau apa yang membuat putranya menangis histeris seperti sekarang, bukannya kasihan, Rea justru mati-matian menahan dirinya untuk tidak tertawa.

Diraihnya salah satu tangan Atta, dan perlahan dituntunnya menuju kamar wastafle dapur. "Atta kubur-kumur dulu gih, sayang."

Masih dengan isak tangis yang terdengar jelas, Atta menuruti perintah Maminya, memastikan bahwa udah nggak ada darah di gusi lelaki itu.

"Mami, gi...gigi Atta copot. Atta jadi ompong. Nanti Atta nggak handsome lagi Mami." dengan  air mata yang terus menetes, Atta mengadukan hal itu kepada Maminya.

Tangan dia terulur, meraba gusi atasnya yang kehilangan satu anggota. Dengan segera Atta berlari menuju cermin yang terpasang di sebuah lemari. Rupanya bocah itu ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi giginya saat ini.

"Hahahahahahah." tawa Rea akhirnya terdengar memenuhi seluruh ruangan.

Melihat Maminya yang tengah menertawai nasib buruk yang tengah menimpanya, tentu saja Atta menatap Rea dengan tatapan tidak terima. "Mami kenapa ketawa. Tolongin Atta ihhhh. Ini Atta gimana giginya? Atta jadi jelek Mami." ujar dia sambil menghapus air matanya dengan kasar.

Rea yang tidak tega, sebisa mungkin meredakan tawanya, didekatinnya tubuh mungil Atta yang masih terfokus pada sebuah cermin.

"Sini duduk deket Mami," ajak Rea sambil menuntun bocah itu untuk duduk di sebuah sofa yang tidak jauh dari posisinya sekarang.

"Gigi Atta kalau di lem lagi bisa nyambung nggak Mi? Atta nggak mau ompong." Atta menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sesekali isak tangis dia masih dapat Rea dengar.

"Ya nggak bisa dong Ta. Dikira kertas kali yang di lem bisa nempel lagi." celetuk Rea, antara gemas dan kasian.

"Terus gimana? Masa gigi Atta ilang satu." lirih bocah berusia 7 tahun itu.

Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang