18- Takut

262 13 2
                                    

Tanpa terasa, kenaikan kelas pun tiba. Rea baru saja dari sekolah Atta untuk mengambil rapot milik putranya. Sedari tadi, Atta hanya mampu membungkan mulutnya. Dirinya merasa tidak mempunyai secuil keberanianpun untuk sekedar mengucapkan sepatah kata.

Dan ketakutan bocah itu, sedari semalem terjadi lagi. Nilainya yang belum juga bisa menembus ekspektasi Rea. Bisa kalian tebak bukan siapa peraih peringkat tertinggi di amgkatan bocah itu? Ya Shena Aquella Alzaetta. Gadis yang sedari awal, sudah Atta tandai sebagai saingan terberatnya.

Sepanjang perjalanan pulang terasa mencengkam untuk Atta, sesekali dia memainkan ujung dasinya yang masih menggantung, di leher bocah itu.

Atta memberanikan diri untuk mencuri-curi pandang ke arah Rea, raut wajah wanita di sampingnya terasa tidak bersahabat. Dan Atta sendiri tau apa penyebab Maminya sampai bersikap seperti ini.

"Mami, Maaf," cicit Atta mengakui kesalahannya. Dia menundukkan kepalanya takut, dengan detak jantungnya yang berdegup lebih kencang dari biasanya.

Atta ingat, terakhir Rea kecewa seperti ini 6 bulan lalu. Saat nilai ulangannya kurang memuaskan, dan sekarang kejadian yang tidak diinginkan terulang lagi, untuk kesekian kalinya.

"Mi," ujarnya, masih mencoba memanggil wanita bermuka datar, yang masih sibuk mengendarai kendaraan beroda empat itu.

"DIAM ATARANGI!" sentak Rea menatap Atta tajam. Sebelum akhirnya dia kembali memfokuskan pandangannya ke depan.

Mendengar bentakan dari Rea nyali Atta kembali menciut. Atta yang tidak mau membuat Maminya murka hanya mampu menuruti perintah Rea.

Sepanjang perjalanan suasana benar-benar hening. Atta yang saat ini tengah dikuasai rasa takut yang teramat sangat. Sedangkan Rea, dia tengah di kuasai kobaran amarah dalam hatinya.

Untuk kesekian kalinya putra semata wayangnya menghancurkan ekspektasinya. Kecewa satu kata yang menggambarkan perasaan Rea saat ini.

"Turun!" perintah Rea dingin, saat mobil sudah terparkir sempurna di halaman rumah mewah bercat abu miliknya.

Atta menganggukkan kepalanya, kemudian dia membalikkan tubuhnya untuk meraih tas ranselnya, yang sebelumnya sengaja dia letakkan di kursi belakang. Setelah itu Atta berjalan keluar menyusul langkah Rea yang sudah lebih dulu meninggalkanya.

"Tau apa kesalahan kamu?!" seru Rea tegas, Atta yang baru saja memasuki rumah sudah lebih dulu ditodong pertanyaan itu oleh Rea, yang saat ini tengah berdiri dengan tangan yang bersedekap di dada.

Atta mengaggukkan kepalanya lemah. Dia dengan jelas bisa menebak apa yang membuat Maminya kecewa seperti sekarang.

"Jawab pertanyaan Mami Atta!"

"Jangan cuma diem aja. Masih punya mulut kan?!"

"Tau Mami," jawab Atta dengan menunduk. Dia benar-benar tidak berani untuk sekedar mengangkat kepalanya.

Rea tersenyum sinis. Sebelum akhirnya, dia kembali melanjutkan perkataannya.

"Kapan kamu bisa berubah Ta?!" Rea menarik paksa ransel merah yang masih dia gendong di belakang punggungnya.

Dengan kasar, Rea membuka tas itu, dan mulau mengeluarkan benda pipih hasil belajar putranya selama satu tahun ini.

"Atta kenapa nilai kamu masih aja segini!"

"Sesusah itu kabulin permintaan Mami buat bisa ngalahin Rafa?"

"Mami hanya Mau Atta dilihat sama Papi kalau Atta bisa dapet peringkat satu!"

Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang