3 bulan berlalu, Atarangi benar-benar berusaha sekeras yang dirinya mampu untuk menaikkan nilainya yang kemarin sempat tertinggal.
Krriiiingg....
Bunyi bell pulang tidak membuat bocah itu terusik sama sekali. Dia masih tetap menyelesaikan PR yang seharusnya di kerjakan nanti di rumah. Atta benar-benar tidak mau menyia-nyiakan waktunya sedetikpun.
Setelah selesai dengan pekerjaannya. Atta membereskan alat tulisnya, dan di masukkan ke dalam tas.
"Akhirnya beres juga. Nanti di rumah tinggal belajar materi lain," gumamnya sambil meninggalkan ruanh kelasnya yang sudah nampak sepi.
"Pasti Pak Mardi sudah nunggu Atta." dengan langkah tergesa, dia semakin mempercepat langkahnya. Hingga di ujung tangga, tanpa sadar dirinya menabrak seorang gadis.
"Iisshhh," ringis gadis itu menunduk.
Muka Atta sontak berubah menjadi panik. "Aduh, Maaf ya. Atta ndak sengaja." salah satu tangannya dia ulurkan untuk membantu gadis yang baru saja terlukan akibat ulahnya.
Gadis itu menuntuk. Sebagian wajahnya tertutupi oleh rambut sebahunya.
"Shena," gumam Atta. Saat dirinya sadar siapa yang baru saja dia tabrak.
Reflek tangan kanan Atta kembali tertarik. Setelah itu dia melenggang begitu saja meninggalkan Shena. Kedua bahunya terangkat acuh.
"Atta tetaplah Atta Shen," ujar Shena lirih.
Tatapan Shena seketika berubah menjadi sendu. Dengan tangan bergetar dia meraih sebuah gelang yang tergeletak tidak berdosa di dekatnya.
"Bunda. Gelang pemberian Bunda rusak," isaknya merasa ketakutan. Sebuah perhiasan berwarna silver tengah dirinya genggam seerat dia mampu.
"Atta jahat! Kenapa Atta nggak pernah puas ngejahatin Shena!" serunya dengan suara tercekat. Dada dia terasa bergemuruh. Air matanya menetes tanpa bisa dirinya cegah.
Shena mengamati gelang yang berada di telapak tangannya, penglihatannya mulai memburam terhalang cairan bening di pelupuk mata gadis malang itu.
"Cuma ini satu-satunya barang yang bikin Shena ngerasa deket sama Bunda. Dan sekarang gelangnya udah rusak." sesaknya tidak tau harus berbuat apa. Satu hal yang Shena rasakan. Hatinya terasa sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang merematnya tanpa ampun.
*****
Untuk kesekian kalinya bocah nakal itu melukai perasaan teman sekelasnya. "Atta ndak salah kok. Shenanya aja yang emang doyan ketiban sial," gumam dia sesekali membenarkan letak tas di punggungnya.
Atta berjalan menuju mobil yang sangat dirinya kenali. Bocah itu lantas membuka pintu depan, dan mendudukkan dirinya di samping kursi kemudi.
"Maaf ya Pak. Atta lama." celetuknya merasa bersalah.
"Nggak papa Den." dengan senyum tulus Mardi mengucapkan hal itu.
Mobil yang Atta naiki perlahan berjalan meninggalkan area sekolahnya. Sesekali mata Atta terpejam. Rasa kantuk benar-benar tengah menguasai dia. Terlebih Atta memang sering bergadang buat belajar. Atta benar-benar tidak mau Rea kecewa untuk kesekian kalinya."
20 menit berlalu, dan mobil tersebut sebentar lagi sampai. Namun, tiba-tiba Mardi menghentikan mobilnya secara mendadak. Hal itu sontak membuat Atta terbangun dari tidurnya.
"Ada apa Pak? Kok ngerem mendadak sih?" tanya Atta kepo. Pandangan dia menatap ke sekitar bermaksud mencari tau.
Atta terdiam. Tubuhnya mematung begitu saja. Kedua mata dia melebar sempurna. Pemandangan di depan seketika membuat bocah itu merasa kehilangan yang teramat sangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...