Atta tengah berbari di ranjang kamarnya. Sebuah hewan berbulu tiba-tiba hadir, dan dengan tanpa dosa, hewan tersebut langsung mencari tempat ternyaman di sebelah Atta. Seolah dia tau jika pemiliknya telah kembali.
"Mola," seru Atta antusias. Di peluknya erat-erat kucing kesayangannya.
"Atta kangen. Mola kangen sama Atta ndak?" ocehnya sambil memainkan kaki hewan itu. Terhitung sudah hampir 5 hari mereka tidak bertemu.
"Meoow," dengan manja, Mola menempelkan badannya ke tubuh Atta. Seolah sedang mencari tempat ternyamannya.
"Kemarin Atta sakit Mol, 3 hari bobok di rumah sakit. Terus pulangnya Atta malah ngungsi di rumah Papi. Untung Atta bisa kabur," ujarnya mulai menceritakan apa yang dirinya alami.
Mola bangkit, dia merubah posisinya. Saat ini kucing berwarna putih itu justru membaringkan tubuhnya di pangkuan Atarangi.
******
Atta sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah 3 minggu dirinya libur. Dan saat ini dia sudah resmi jadi murid kelas dua.
"Atta udah kece belum Mol? Udah wangi juga belum?" tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari cermin. Sesekali dia merapikan dasi juga tatanan rambutnya.
"Nggak usah ditanya, Atta kan emang selalu kece!" serunya dengan kepercayaan diri penuh.
"Atta buru turun makan, ini udah siang. Kamu mau hari pertama udah terlamabat?!" seru Rea dari depan pintu. Sedari tadi dirinya menunggu Atta untuk turun. Namun, putranya tidak juga datang.
"Heheheheh, maap Mi." ringisnya tanpa dosa. Salah satu tangan dia dia gunakan, untuk meraih tas ranselnya, yang tergeletak tidak berdaya di atas meja belajar bocah itu.
Atta segera berlari mengikuti jejak Rea, tidak hanya Atta, bahkan kucing kesayangannya juga ikut meninggalkan kamar tersebut.
Atta duduk di salah satu kursi. Tatapannya dengan lekat menatap langkah Rea yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuknya.
"Atta makan sama nasi goreng ya Ta. Mami nggak sempet masak yang ribet-ribet soalnya hari ini." sesal Rea, ia sedikit merutuki asistennya yang baru saja menghubunginya jika 30 menit lagi ada meeting dadakan membahas proyek baru.
"Iya, ndak papa." sahut Atta santai. Baginya masakan apapun yang Rea siapkan akan selalu menjadi menu favorite untuk dia.
"Nih, nasi goreng sosis lengkap sama telur mata sapi, spesial buat jagoan Mami." Rea mengatakan hal tersebut, sembari meletakkan sepiring sarapan untuk putranya.
"Makasih Mami," setelah mengatakan hal itu, dia langsung menyantap makanannya tanpa berlama-lama.
"Gimana rasanya Ta?" tanya Rea kepo.
Atta melirik sekilas ke arah Rea, dengan pipi penuh, serta kelopak matanya yang melebar, Atta mengangkat kedua tangannya, bocah itu mengancungkan kedua jempolnya, sebagai tanda jika masakan Rea tidak pernah gagal.
"Enak pake banget." setelah mengatakan hal itu, Atta kembali melanjutkan sarapannya.
Senyum di bibir Rea sedikit tertarik. Tanpa terasa putranya sudah sebesar ini sekarang.
"Mau bawa bekel nggak?"
"Ndak usah Mi. Nanti Atta jajan di kantin aja. Mami juga buru-buru kan."
"Atta udah selesai makan, Atta berangkat sekolah dulu ya Mi." bocah itu menghampiri Rea untuk berpamitan. Salah satu tangannya di gunakan untuk meraih tas baru yang tergeletak tidak jauh dari posisinya.
"Hati-hati. Belajar yang bener. Jangan nakal di sana. Sama jangan jajan sembarangan. Apalagi yang mengandung susu. Inget kamu ada alergi." pesan Rea panjang lebar.
Atta mengangguki nasehat Maminya. "Assalamualaikum," pamitnya sambil mencium punggung tangan Rea.
"Waalaikumsalam."
"Mola, Atta berangkat dulu ya. Nanti kita main-main lagi kalau Atta udah pulang sekolah." tidak lupa dia juga berpamitan dengan hewan berbulu putih kesayangannya. Tanpa terasa sudah hampir 1 tahun kucing lucu itu bersama mereka.
"Meoooww."
"Meeeooowww.."
Mola mengikuti langkah Atta sampai di depan pintu, seolah bermaksud mengantarkan pemiliknya.
********
Baru juga memasuki kelas, tatapan Atta sontak berubah menjadi tajam. Perasaan jengkel menyelimutinya saat ini. Muka Atta memerah menunjukan raut tidak suka dengan objek yang tengah diamatinya.
Shena yang sedang memakan bekalnya hanya melirik Atta sekilas. Dirinya sadar, jika sedari tadi laki-laki itu sedang menatapnya.
Jantung Shena berdetak lebih kencang, selalu seperti ini. Perasaan tidak nyaman, sekaligus cemas kerap kali menghantuinya jika sudah berhadapan dengan Atta.
Shena bahkan ingat, jika Atta berulang kali menyakiti dirinya. Shena sendiri tidak tau kesalahan apa yang dirinya perbuat hingga Atta sampai sedendam itu.
"Tolong,..."
"Toolong bukain pintunya!"
Dorr...dorrrr ...dorrr..
Dari arah dalam, sebisa mungkin Shena memukul pintu gudang dengan kekuatan penuh. Berharap ada seseorang yang sadar jika dirinya membutuhkan pertolongan.
"Tolongin Shena!" teriak gadis itu masih berusaha meminta bantuan.
Namun, nyatanya usaha Shena sama sekali tidak membuahkan hasil, Shena menatap penuh ketakutan ruang gudang itu. Gelap, sesekali dia menoleh ke kanan dan kiri bermaksud mencari cara agar dirinya bisa keluar sesegera mungkin.
Jika ditanya kenapa Shena bisa sampai terkunci di gudang, jawabannya itu semua atas perlakuan Atta teman sekelasnya.
Gadis itu dari toilet, dan Atta entah ada angin dari mana menghampiri Shena, dan meminta tolong ke gadis itu untuk membantunya mengangkat tambahan kursi untuk rapat wali murid siang nanti. Karena kebetulan kursi masih kurang 2.
Shena menanggukkan kepalanya, sebuah kursi bukan hal yang berat untuk dirinya bawa. Dia lantas mengikuti langkah Atta. Dan keduanya memasuki gudang tempat penyimpanan barang.
Awalnya Shena senang, dia kira Atta sudah mau menganggapnya sebagai teman, nyatanya semua di luar dugaan. Atta justru berlari keluar dan meninggalkan Shena begitu saja di dalam gudang, setelah sebelumnya dia mengunci dari luar pintu itu.
"Bunda Shena takut," lirihnya sambil memeluk dirinya sendiri.
"Shena mau pulang Bun. Tapi gimana keluarnya?"
"Shena nggak mau tidur di sini sampai besok," isaknya ketakutan.
"Pak Maman, Bi Sumi tolongin Shena...."
*****
Bayangan buruk 3 minggu lalu sukses membuat keringat dingin membasahi kening Shena. Dia meremat kuat-kuat sendok dan garpu yang tengah dirinya pegang.
Atta menatap Shena tajam, sebelum akhirnya dia memilih untuk mencari tempat duduk yanh jaraknya jauh dari posisi Shena sekarang.
Terlihat bocah itu yang meletakkan tasnya asal, dan dirinya juga mulai mendudukan badannya di salah satu bangku.
"Gara-gara kamu, Atta di cambuk Mami!"
"Gara-gara kamu, Atta bikin Mami kecewa!"
"Gara-gara kamu juga, Atta nggak bisa nepatin janji Atta ke Mami!"
"Atta benci sama Shena!" batinnya mengucapkan beberapa kalimat, sebari menatap punggung Shena penuh amarah.
Atta menghela nafas kasar. Dia meraba punggungnya sendiri. Luka di punggungnya mungkin sudah lama sembuh. Namun, rasa sakit hatinya belum sepenuhnya hilang. Entahlah.
"Apa Atta bisa?" batinnya mulai berputus asa Dia merasa sekeras apapun dirinya mencoba dan mengejar ketertingalannya, semuanya juga percuma. Shena terlalu pintar untuk dirinya kalahkan.
*****
01/03/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...