Atta memanyunkan bibirnya. Dia memandang Rea kesal. "Dih pagi-pagi udah manyun. Mau cosplay jadi bebek Ta?" goda Rea dengan tawa renyahnya.Mendengar celetukkan Rea, Atta mengulirkan matanya malas. "Atta bosen tiap hari disuruh minum vitamin kek gituan terus. Mana pait banget lagi kaya kehidupan," cerocosnya menatap sebutir pil berwarna putih yang sudah Rea siapkan.
"Ini udah 2 bulan loh Mi, dari Atta ke rumah sakit pas itu. Dan tiap hari minum vitamin mulu. Buat apa sih Mi? Orang Atta sakit aja ndak. Lebay banget perasaan. Kenapa cuma Atta yang minum? Kenapa Mami ndak?" tanyanya mengutarakan semua yang dia rasakan.
"Itu tuh vitamin buat ngebantu masa pertumbuhan kamu Ta. Biar makin pinter, biar makin tinggi. Biar nggak gampang sakit juga. Kalau Mami mah udah nggak bakal tinggi lagi makannya ndak pernah minum."
"Hm."
"Udah buru habisin sarapan kamu. Terus vitaminnya di minum. Terus berangkat sekolah. Kamu mau terlambat terus dijemur kaya ikan asin?"
"Ish Mami."
"Atta berangkat Mi, Assalamualaikum." pamitnya setelah menghabiskan sarapan dia, juga menelan pil yang sudah Rea siapkan.
*****
Atta berjalan di sepanjang koridor menuju kelasnya. Tiba-tiba dirinya di kagetkan dengan kehadiran orang yang merangkul dia begitu saja.
"Woy, pagi-pagi udah kusut aja itu muka," ujar Arlo yang merangkul bahu kiri Atta. Ya Gavriel Arlo Lucano, seorang bocah yang sebelumnya di usir Gea secara sadis agar Atta bisa duduk dengan gadis itu.
"Iya nih. Kamu kenapa Ta? Ada masalah?" tanya Gea melakukan hal yang sama seperti yang Arlo lakukan. Dia merangkul bahu kanan Atta.
Entah bagaimana ceritanya mereka bertiga jadi sahabat sekarang. "Atta cuma kesel aja sama Mami." akunya masih dengan mood yang belum membaik.
"Tante Rea kenapa emangnya?" Gea menyerkitkan dahinya heran. Bukannya setau Gea, Mami Atta udah nggak nuntut ini itu lagi masalah nilai.
"Nilai?" tebak Arlo mencoba menerka.
Terdengar helaan nafas kasar dari Atta. "Atta tuh sebel tau Ge, Arl. Masa setiap hari Atta harus minum vitamin mulu. Bosen tauk. Mana pait banget lagi."
"Ya kalau nggak mau nggak usah diminum kali Ta. Kan cuma vitamin. Nggak akan ngaruh kali sama kesehatan kamu."
"Masalahnya Mami lihatin terus. Mami bener-bener mastiin kalau Atta minum itu vitaminnya."
"Eummmm, emang vitamin ada ya yang pahit? Setau aku rasanya asem deh." lanjut Arlo mengutarakan pendapatnya.
"Adalah, buktinya Atta punya di rumah."
"Udah kali Ta. Aku yakin kok Tante Rea lakuin itu buat kebaikan kamu. Dari pada kamu ngomel-ngomel nggak jelas kaya emak-emak. Mending kita ke kelas, aku mau pinjem buku matematikanya. Heheheheh."
Secara bersamaan Arlo dan Atta, menoleh menatap sahabat perempuan mereka. "Belajar ngerjain sendiri lah Ge. Mau sampai kapan kalau ada tugas kamu ngandelin aku atau Atta terus heh."
"Kalian berdua kan tau. Kalau itung-itungan otak aku jongkok. Ayolah. Kalian nggak kasihan apa kalau aku di hukum sama Bu Dira?"
Tanpa terasa mereka bertiga telah sampai di bangku mereka. "Nih, ngerjainnya cepetan. Bentar lagi Bell soalnya," ujar Atta meletakkan sebuah buku yang Gea butuhkan di atas meja.
"Uututuuu... Atta emang yang terbaik." dengan mata berbinar, Gea segera membuka tasnya, dia mengeluarkan buku juga alat tulis, untuk menyalin PR dari buku teman sebangkunya.
"Ada maunya aja muji-muji," dengus Atta sebal.
"Heheheheh...."
"Eh nanti pulang sekolah main ke tempat aku yuk. Mama aku lagi masak banyak soalnya." ajak Arlo kepada kedua sahabatnya.
"Boleh-boleh. Udah lama aku nggak makan masakan Tante Letta," celetuk Gea antusias.
"Kamu gimana Ta? Mau nggak?" tanya Arlo memastikan.
Saat ini Atta duduk menghadap ke arah samping. Dengan Arlo di bagian meja belakangnya dan Gea yang sedang sibuk menyalin tugas sekolah di sampingnya.
Atta menganggukkan kepalanya tanda jika dia setuju. "Atta sih ayo-ayo aja. Tapi nanti Atta minta izin dulu sama Pak Mardi."
*****
Sesuai rencana. Di sinilah Gea dan Atta berada. Yaitu di rumah Arlo. Kebetulan ada tugas kelompok yang harus mereka kerjakan.
"Assalamualailum," ujar ketiga bocah itu secara serentak mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam. Eh ada Atta sama Gea." sambut Letta menatap teman-teman putranya.
Mereka bergantian menciumi punggung tangan Rea.
"Mereka mau minta makan Ma," celetuk Arlo tiba-tiba.
Mendengar hal itu Gea dan Atta saling bertatap-tatapan. Dan tanpa di duga mereka menginjak kaki kiri dan kanan Arlo secara bersamaan. Posisinya Arlo memeng berada di tengah-tengah antara Gea dan atta.
Letta yang melihat ketiga bocah di depannya hanya terkekeh.
"Boong Tante. Kita mau ngerjain tugas kok. Tapi kalau di kasih makan ya alhamdulillah. Gea nggak bakal nolak rezeki." cengirnya sambil mengaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal.
"Gea jangan bikin malu," desis Atta dengan mata yang sengaja dia lebarkan.
Krrruuuyuukkkk....
"Hahahahahahha," secara bersamaan Arlo, Gea juga Letta menertawai Atta yang perutnya baru saja bunyi.
Sontak saja hal itu membuat pipi bocah dengan gengsi setinggi langit tersebut memerah. "Hhehehe, maafin perut Atta yang nggak tau diri Tante."
"Nggak papa sayang." tawa Letta terdengar, matanya juga sedikit menyipit tertutup pipi.
"Arlo kamu ganti baju dulu sana, habis itu kita makan bareng. Baru kaliam kerjain tugas kelompok kalian," perintah Letta yang dibalas anggukan kepala oleh putranya.
Saat ini ketiga bocah itu dan Letta tengah berada di meja makan. Dengan tatapan berbinar Atta tidak hentinya menatap sebuah menu yang sedari tadi mencuri perhatiannya.
"Ayo, makan yang banyak. Jangan malu-malu." ajak Letta pada kedua teman Arlo itu. Jika Gea Letta sudah dari lama mengenal gadis cantik itu. Berbeda dengan Atta, baru 3 Atta masuk ke sekolah mereka, dan ini kali ke 3 Atta bermain ke rumah Arlo.
"Tante Atta boleh minta ayam kecapnya ndak?" tanyanya malu-malu.
"Boleh dong sayang. Atta makan yang banyak ya. Nggak usah sungkan," kata Letta menatap Atta gemas.
"Masakan Tante enak," nilai Gea dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Ge telan dulu makanan di mulut kamu. Baru ngomong." pesan Atta mengingatkan.
Setelah mulutnya kosong, Gea kembali bersuara. " Heheheh, Maaf habis udah lama Gea nggak makan masakan Tante Kara."
"Makanya kalian sering-sering main kesini."
"Bukannya nggak mau Tante. Tapi Atta tuh susah banget di ajak main. Ada aja alasannya. Belum izin Mami lah. Belum ngerjain PR lah, udah ada janji lah," adu Gea menatap Atta sebal.
"Nambah lagi Ta, Ge," suruh Arlo. Dia merasa senang rumahnya lebih ramai hari ini. Menjadi anak tunggal kerap kali membuatnya merasa kesepian.
"Ini kalau makanan di meja habis sama kita gimana Tante?" tanya Gea nggak tau malu.
"Nggak papa dong. Tante malah seneng, berarti seharian Tante di dapur nggak sia-sia."
*****
26/03/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Little Atta [SELESAI]
General Fiction#Belum Revisi. #Prekuel Of Atarangi. Memori Atta kecil. "Mami, Papi punya Atta juga'kan? Kenapa sama Rafa terus? Sama Attanya kapan?" -Atarangi- seperti namanya yang berarti langit pagi! Dia merindukan setitik cahaya, setelah sekian lama terkurung d...