35-Shena

299 13 0
                                    


Harus Atta akui, dirinya sedikit menyimpan dendam dengan Dave. Bahkan selama Atta dirawat, tidak sekalipun Dave mengunjungi dirinya, entah di rumah sakit ataupun di rumah.

Atta juga sudah mulai bisa menerima semuanya, Atta mulai membatasi dirinya untuk menyebut atau menanyakan mengenai Dave ke Rea.

"Mi maaf ya Mi, Nilai Atta kemarin turun," katanya merasa bersalah. Dia sadar sejak kecelakaan beberapa waktu lalu, dirinya kerap kali izin untuk cek up.

"Nggak Papa Ta, Maaffin Mami, yang kemaren-kemaren, sempet keras bangat sama Atta. Mami udah nggak minta Atta jadi yang terbaik lagi masalah nilai. Yang Mami mau, anak Mami harus bahagia dan selalu sehat. Bisa?"

"Bisa dong Mi, selama ada Mami di samping Atta. Atta jamin, senyum di bibir Atta bakal betah buat nggak kabur-kaburan."

"Atta berangkat dulu Mami, Assalamualaikum," pamitnya sambil meraih tangan kanan Rea, untuk dia kecup.

"Waalaikumsalam. Hati-hati ya Ta,"

Yah, Atta sudah kelas 3 sekarang, tanpa terasa waktu memang secepat itu berlalu. Dan di sinilah bocah itu berada, di depan gerbang sekolahnya, masih dengan Mardi, sang supir yang selalu setia mengantar jemput dirinya.

"Pak Mardi, Atta masuk dulu ya. Makasih udah nganterin Atta. Bapak pulangnya hati-hati ya bawa mobilnya, Atta ndak mau Pak Mardi kenapa-napa." pesan Atta panjang lebar.

Mendengar kecerewetan majikannya, Mardi lantas menggelengkan kepalanya gemas. Kemudian dia mengambil sikap hormat. "Siap Den. Aden juga belajar yang bener."

Mobil yang Mardi kendarai mulai meninggalkan gerbang sekolah Atta. Dari kejauhan Atta menatap mobil tersebut yang perlahan mulai menghilang. "buat Atta kehadiran Mami, Bi Sutin, sama Pak Mardi udah lebih dari cukup," ujarnya dengan kekehan kecilnya.

Atta berjalan sepanjang koridor menuju kelasnya berada. Dari kejauhan sesuatu menarik perhatian Atta. Suasana kali ini memang masih cukup sepi, hanya ada segelintir siswa yang sudah datang ke sekolah.

"Shena," gumam Atta, menatap gadis itu sendu. Sebagian dirinya berkata dia harus meminta maaf dengan perlakuannya selama ini. Namun, sebagian lagi Atta merasa malu, dan masih belum berani untuk mengakui kesalahannya.

****

Bell masuk berbunyi, dari bangku belakang, Atta masih curi-curi pandang ke arah gadis yang beberapa tahun ini sering dia jahati.

"Maafin Atta, Shena." batinnya penuh penyesalan.

Lamunan Atta buyar, saat seorang guru datang, membawa gadis cantik di sampingnya.

"Anak-anak, sekarang kalian punya temen baru. Ibu harap kalian bisa berteman baik ya." pesan Siva selaku guru bahasa indonesia sekaligus wali kelas Atta.

"Iya Bu," sahut seluruh murid secara serentak.

"Kamu kenalin diri kamu dulu sayang," pinta Siva menatap murid baru itu dengan tatapan penuh kelembutan.

"Hallo, kenalin namaku Keyla Diandra Anastasya. Kalian bisa panggil Aku Keyla." kata Keyla memperkenalkan diri.

"Hallo juga Keyla,"

"Keyla kamu pindahan dari mana?"

"Aku pindahan dari SD Nusa Dua, semoga kita bisa berteman baik."

"Kenalannya kalian lanjut nanti ya, saat istirahat. Keyla kamu duduk di samping Shena ya," perintah Siva sambil menunjuk bangku milik Shena, yang memang di sampingnya masih kosong.

"Iya Bu, terimakasih," setelah mengatakan hal itu, Keyla berjalan menuju bangku di man dirinya akan duduk.

"Aku duduk di sini ya," izin Keyla ke Shena. Keyla pun segera meletakkan tas miliknya dan mulai mendudukkan dirinya.

Kening Keyla berkerut, saat tidak mendapat respon apapun dari teman sebangkunya.

"Nama aku Keyla," ujarnya memperkenalkan diri, tidak lupa, Keyla juga mengulurkan salah satu tangan kanannya.

Bukannya menjawab sapaan Keyla, Shena justru menundukkan kepalanya dalam-dalam. Shena merasa bingung, sekaligus tidak tau harus menanggapi dengan cara apa. Karena selama ini dirinya memang sudah terbiasa sendiri dan di abaikan, jadi saat ada yang mendekat, rasanya terlalu canggung.

Keyla yang sadar jika teman sebangkunya, belum begitu nyaman dengan keberadaannya lantas segera menarik tangan dia kembali. Dan memfokuskan perhatiannya ke depan untuk mendengarkan penjelasan guru yang saat ini sedang mengajar.

*******

Bell pulang pun tiba, Atta yang sebelumnya berniat ke toilet, seketika langkahnya terhenti saat mendengar suara isak tangis dari bilik toilet perempuan.

"Itu siapa?" tanya Atta, sambil memukul kasar pintu. Berharap akan mendapat respon dari dalam.

Atta melirik ke bawah, dan sadar jika pintu itu di kunci dari luar. Dengan segera dia membuka pintu toilet tersebut.

Atta terdia beberapa saat, terlebih waktu dia melihat siapa sosok di balik ruangan yang sebelumnya terkunci itu.

"Shena," lirih Atta merasa syok dengan apa yang dirinya lihat. Kondisi Shena benar-bemar kacau, rambutnya yang berantakan karena di gunting asal, kaki yang tanpa alas, juga seragam sekolahnya yang terlihat kotor.

"Kamu nggak papa?" tanya Atta khawatir.

"Jangan sakiti Shena lagi Atta, Ampun." isaknya sambil menundukkan kepalanya. Bayangan semua kejahatan yang pernah Atta perbuat benar-benar berlomba-lomba memenuhi fikirannya saat ini.

"Shen," Atta melangkah 1 langkah lebih dekat. Berusaha mendekati Shena, yang sedang bersender di dinding kamar mandi.

"Maaf Ta, Ampun. Maafin semua kesalahan Shena," racaunya semakin lepas kendali.

Tadi sewaktu dirinya ke toilet, tiba-tiba beberapa siswi mendorong tubuh dia, dan melakukan pembullyan kepadanya. Dan Shena menduga jika lelaki di depannya adalah dalang dari semua yang menimpa dia.

"Shena, jangan nangis. Shena tunggu di sini ya. Atta minta bantuan dulu ke guru." panik Atta, dan mulai berlari menjauhi toilet meninggalkan Shena yang masih meringkuk ketakutan.

"Kenapa orang-orang jahat?" isak Shena merasa putus asa.

Matanya sudah terlihat bengkak juga rambutnya yang kotor, akibat taburan tepung yang sengaja di tuang di atas kepalanya.

"Bunda, Ayah. Shena takut."

"Shena mau pulang,"

Shena tiba-tiba tersadar. Dia lantas bangkit dengan terburu dan berjalan tergesa meninggalkan toilet itu. Dia takut Atta akan datang, dan melakukan hal yang lebih buruk lagi terhadap dirinya. Shena benar-benar ingin menghindari lelaki jahat itu.

Dengan tatapan kosong, dia berjalan meninggalkan area sekolah. Kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri. Hanya itu yang bisa dia lakukan, dia tidak bisa mengharapkan siapapun untuk menolongnya.

"Shena cape,"

"Shena nggak pernah jahat sama orang, kenapa orang-orang tega jahat sama Shena?"

"Shena ada salah apa?" racaunya sepanjang perjalanan.

Langit sedikit gerimis, dan gadis malang itu sama sekali tidak menghiraukan jika tubuhnya akan basah kuyup terkena hujan.

Shena bisa saja menunggu jemputan dari Maman, supir pribadinya. Hanya saja dia terlalu takut, jika nanti akan bertemu dengan Atta lagi.

"Bunda, Bunda nggak mau jemput Shena aja Bun?" gumamnya dengan muka yang sengaja dia tengadahkan ke langit. Lelehan air mata masih setia membasahi pipi tirus gadis itu.

"Orang-orang jahat Bun, dunia juga jahat sama Shena, Ayah juga."

******

23/03/23

Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang