12-Ulangan

185 14 0
                                    

Pagi harinya Atta terbangun saat silau matahari menerobos masuk ke indra penglihatannya, terlihat Atta yang tengah merenggangkan kedua tangannya, serta matanya yang sedikit demi sedikit mulai terbuka.

"Eeeuuummmm," gumam Atta pelan.

"Attakan masih ngantuk, kok tau-tau udah pagi aja sih! Matahari bisa nggak jangan terlalu rajin. Ditunda dulu terbitnya 1 atau 2 jam lagi! Atta masih mau bobo!" gerutu bocah itu, sambil menarik sebuah guling untuk dia peluk. Matanya kembali terpejam. Namun, baru beberapa detik dirinya reflek membuka kedua matanya, dan mendudukan dirinya.

Dengan spontan dia melirik ke arah jam, otaknya sibuk mencerna apa yang membuatnya risau. Dan ketakutannyapun terjadi. "Haduh!" rutuk Atta saat sudah sepenuhnya berhasil mengumpulkan nyawanya.

"Hari inikan ada ulangan jam pertama lagi. Mana semalem Atta nggak belajar gara-gara ketiduran." otak kecilnya sibuk berfikir mengenai apa yang harus dirinya lakukan.

"Atta bangun udah siang! Mandi!" teriakan Rea dari lantai bawah mampu membuatnya tersadar, dan memilih untuk mengalihkan sejenak fikirannya mengenai ulangan yang nanti akan dia jalani.

"Iya, Mami. Atta udah bangun kok!" balasnya berteriak. Bocah itu dengan terburu mulai turun dari ranjang dan berlari ke arah kamar mandi.

"Semoga nanti soal yang keluar yang Atta pahami deh." harapnya sambil membilas kepalanya, yang sebelumnya dia pakaiin sampo.

Atta berjalan keluar dari kamar mandi, setelah memastikan bahwa tidak ada satupun busa yang menempel di tubuhnya. Bocah itu keluar dengan menggunakan handuk yang terlilit sempurna di pinggangnya.

Dapat Atta lihat, kondisi kamar yang secara ajaib sudah berubah menjadi rapi. Bantal dan gulingnya sudah tertata, serta selimut bad cover yang terlipat di ujung ranjang.

Tidak hanya itu, seragam yang mau dia pakai juga sudah Rea siapkan, dan di letakkannya di atas ranjang tepat tidur Atta, lengkap dengan ikat pinggang dan dasinya.

Berhubung waktu juga sudah siang, Atta segera mengenakan apa yang sudah Maminya siapkan.

"Udah siap, udah ganteng. Saatnya nyari ilmu!" celetuk Atta sambil mengamati penampilan dirinya di pantulan cermin.

Atta berjalan menuju meja belajarnya, dan meraih sebuah tas sekolah, untuk di isi dengan buku pelajaran hari ini. Setelah dirasa tidak ada barang yang tertinggal, Atta lantas berjalan menuju lantai bawah di mana Maminya berada.

Dilihatnya sosok Rea, yang membelakangi dirinya, sambil menyiapkan sarapan untuk putranya.

"Mami, Atta udah kesiangan. Atta nggak sarapan dulu ya. Nanti aja makannya di kantin," ujar Atta sambil meraih punggung tangan kanan Rea untuk dia cium.

Belum juga Rea merespon ucapan anaknya, Atta lebih dulu mengucapkan salam. Dan mencium pipi kanan Rea, lantas berlari keluar meninggalkan rumah itu. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Rea, sambil mengelengkan kepalanya.

**********

Seorang guru tengah berdiri di depan kelas, Atta menatap guru itu dengan tatapan gusarnya. Dan tanpa Atta sadari dirinya sedari tadi memainkan jari-jari tangannya sendiri, guna melampiaskan perasaan risaunya.

Dapat Atta lihat guru itu yang mulai berjalan membagikan lembar soal, serta lembar jawab kepada para muridnya, termasuk Atarangi.

Setelah memastikan semua anak didiknya mendapatkan soal ulangan, guru itu berjalan untuk kembali menuju mejanya.

Ditatapnya para siswa yang mulai mengamati soal yang baru saja mereka dapatkan.

"Kerjakan dengan jujur ya Anak-Anak. Ibu nggak mau ada yang nyontek. Baik buku ataupun lihat kerjaan orang lain!"

"Paham?"

"Paham Bu."

"Bagus, kalian bisa mulai mengerjakan soal-soal itu. Waktunya 60 menit dari sekarang." titah Risma selaku guru Matematika.

Atta membaca dengan teliti deretan soal pilihan ganda di kertas yang dirinya pegang. Perlahan bocah itu mulai mengisi soal-soal yang gurunya kasih. 40 menit berlalu Atta sudah berhasil mengerjakan 9 soal. Sekarang dirinya tengah sibuk mengerjakan 1 soal yang dirasa lebih sulit dari yang lain.

"Aishhh! Ini jawabannya apa sih! Kok Atta nyari nggak ketemu." batin Atta sebal, sesekali dirinya menggigiti ujung pensil sebagai bentuk kefrustasiannya.

"Atta ngitung jawabannya 56. Kok di pilihan ganda nggak ada."

Merasa masih mempunyai waktu 15 menit lagi, Atta memutuskan untuk mencoba menghitung ulang 1 soal yang masih menjadi tanda tanya besar buatnya.

"Perasaan Atta bener deh ngitungnya,"

"Tuh, Atta coba hitung lagi, hasilnya tetep aja 56."

"Ini Ibu guru salah kali ngetik pilihan gandanya."

Di tengah keseriusannya, tiba-tiba suara kursi berdecit, tanda jika seseorang bangkit dari tempat duduknya. Atta yang merasa penasaran segera mengalihkan perhatiannya sekilas, kedua bola matanya menajam, juga jari-jarinya yang mengepal sempurna.

"Shena!" desis Atta tidak terima saat melihat gadis itulah, yang saat ini tengah berjalan membawa lembar jawabnya ke depan.

Atta yang merasa tersaingi, dengan spontan dirinya mengisi asal soal terakhirnya. "Udah ah isi aja 54, beda dua angka lagian sama 56." lirihnya.

Setelah memastikan semuanya terisi, Atta ikut bangkit dan membawanya ke depan untuk di kumpulkan.

"Awas aja kalau nilai Shena, lebih tinggi dari nilai ulangan Atta," batinnya, saat melihat punggung Shena, yang berjalan mendekati bangkunya.

Shena sadar jika sedari tadi seseorang tengah mengamatinya, dia lantas menoleh ke arah lelaki di belakangnya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Atta.

Bocah itu menatap Shena dingin, merasa kurang nyaman dengan tatapan Atta, Shena memilih untuk segera mengalihkan perhatiannya dan kembali berjalan ke arah tempat duduknya.

Atta juga kembali berjalan ke tempat duduknya, dan suara Rismapun terdengar. "Waktu kalian habis, lembar jawabnya bisa dikumpulin ya," titahnya. Perkataan itu sontak saja membuat para anak didiknya berhamburan ke depan membawa hasil kerjaan mereka masing-masing.

"Kalian bisa mempelajari materi selanjutnya, nanti Ibu jelaskan setelah mengoreksi jawaban ulangan kalian."

Dengan patuh anak-anak di kelas Atta menuruti perintah Risma, termasuk Atta. Jujur dia tengah merasa gusar, dirinya takut nilai ulangannya tidak sesuai harapan, dia takut menghadapi sikap tegas Rea nanti di rumah.

Sesekali Atta memejamkan matanya, "Nggak papa. Atta udah lakuin yang terbaik buat Mami pagi ini. Atta yakin nggak akan ngecewain Mami." batinnya, mencoba menghilangkan segala kerisauannya.

15 menit kemudian, Risma membagikan hasil ulangan anak didiknya, wanita cantik itu tersenyum hangat. Sambil memanggil satu per satu muridnyanya sesuai nama yang tertera di lembar jawab.

"Hari ini ada satu anak yang dapat nilai sempurna, Shena Aquella," ujar Risma membarikan info, sambil mengulurkan selembar kertas hasil ulangan Shena.

Shena merasa namanya di panggil, dia berjalan mendekat, sambil mengulurkan tangannya meraih kertas itu.

Nilai 100 terpampang jelas di sana, dengan tinta bolpoint berwarna merah di sudut kiri kertas. Namun, bukan binar kebahagiaan yang gadis itu rasakan. Shena memandang kertas di tangannya dengan tatapan kosong. "Sama aja mau nilai bagus juga, nggak ngerubah apapun. Ayah juga jarang pulang," batinnya sambil melangkahkan kakinya menuju bangkunya sendiri.

Atta menatap geram ke arah gadis yang menjadi saingannya. Setelah itu beralih menatap nilai ulangannya dengan tatapan sendu. Dia memejamkan matanya sesaat, sebelum akhirnya menghela nafas kasar. Yah, ketakutannya terjadi. Dan dirinya harus siap menghadapi kemarahan Rea siang nanti sepulang sekolah.

*****

06-01-23

Memories of Little Atta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang