15. Restu dan Jawaban

170 50 127
                                    

Assalamu'alaikum!

Menurut kalian cerita ini gimana? Kerasa feel-nya?
Follow ig author rena16._ dan TikTok renaren1609 juga, ya.

Support juga author di trakteer.id link ada di bio Wattpad.
Ilustrasi tanpa watermark bisa kalian pakai sepuasnya.

Jangan lupa vote dan komen yaa supaya author semangat nulisnya hehee

͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

"Kamu beruntung dicintai. Banyak orang di luar sana yang ingin memiliki apa yang kamu miliki. Janganlah kamu tak mensyukuri apa yang ada di dalam hidupmu karena semua bisa hilang bagai membalikkan telapak tangan."

—Aisyah Fatmawati

Zahra sampai di rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zahra sampai di rumahnya. Ia berjalan menuju pintu masuk untuk mengucapkan salam terlebih dahulu pada penghuni rumah.

"Assalamu'alaikum!" salamnya sambil mengetuk pintu.

Pintu akhirnya dibuka oleh orang rumahnya dan menampakkan sosok Ayahnya.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Zah," balas ayah Zahra. "Baru pulang?"

"Iya, Pa. Zahra juga bawain oleh-oleh pas di jalan tadi." Zahra mengangkat tangannya yang membawa plastik berisi makanan.

"MasyaAllah anak Papa udah jadi mandiri sekarang, ya. Enggak kerasa kamu udah dewasa." Ayahnya mengelus kepala Zahra. Zahra tersenyum lucu ketika dielus.

"Sebentar lagi ... kamu bakal punya pendamping, ya?" gumam ayah Zahra dengan tatapan sendu. Zahra membelalakkan matanya kaget.

"Pa ...," lirih Zahra. Zahra sedih mendengar perkataan ayahnya.

"Gak apa-apa, Zahra. Papa berkata begitu karena sepertinya sebentar lagi kamu akan menikah. Firasat Papa saja yang berkata seperti ini. Kita tidak tahu bagaimana kenyataannya, bukan?" jelas ayah Zahra. Zahra yang masih berdiri memegang erat gamisnya. Ia masih ragu untuk mendiskusikan tentang Saddam, lelaki yang memiliki rencana padanya.

"Ayo masuk dulu. Kamu kayak apa aja kalo masih di luar. Dikira tetangga, kita ada masalah lagi."

Zahra tersentak, lalu ia segera melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu. Ia masuk lalu menaruh tasnya di sofa hijau dan duduk. Ruang tamu bernuansa hijau dan krem membuat kesan tentram untuk siapa pun yang memasukinya. Ibunya yang selesai masak pun menghampiri Zahra.

"Zahra, kamu kenapa? Kok agak murung?" tanya ibunya. Zahra menatap sendu ibunya, ia bingung apakah harus memulai diskusi tentang Saddam atau tidak. Ia yakin ayahnya pun merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang