31. Sesak

95 15 0
                                    

"Terkadang kenangan pahitlah yang membuat kita menjadi kuat."
-Hannah Annisa Nadhira

Hannah selesai salat Dzuhur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hannah selesai salat Dzuhur. Ketika ia menghampiri sandalnya, terdapat sepucuk surat lagi di sandalnya. Hannah tersenyum. Ia berpikir orang yang sama pasti memberikan surat itu, meski tak tahu namanya, namun hatinya senang karena ada seseorang yang mencintainya.

Hannah membuka surat itu kemudian berkata, "Kira-kira siapa, ya, yang ngasih ini di sandalku?"

Fauzan berada di tembok dekat masjid, bersembunyi sembari melirik ke arah Hannah. Ia tersenyum.

Selesai membaca, Hannah memasukkan surat itu ke dalam kantong bajunya kemudian pergi pulang ke rumah.

Fauzan melihat Hannah berbalik badan. Ia memutuskan untuk pulang.

Winna sedang memasak makanan untuknya dan Hannah. Hannah membuka pintu dan mengucapkan salam. Winna tersenyum dan menyambut Hannah dengan wajah berseri.

"Kamu dari mana? Dari masjid? MasyaAllah, anak Mama." Winna mengelus pucuk kepala Hannah.

"Iya, Ma. Mama masak apa?" tanya Hannah melihat-lihat.

"Kesukaan kamu, sayur sop dan ayam krispi." Winna mengaduk sayur di panci.

Hannah hanya mengangguk, ia izin ingin pergi ke kamar untuk menaruh mukenanya dan Winna pun setuju.

Di kamar, Hannah tersenyum bahagia. Hatinya berdebar kencang mengambil surat yang ada di kantongnya. Ia peluk surat itu di balik pintu.

Siapa, ya, kira-kira yang ngasih surat ini, batin Hannah melihat surat itu di tangannya. Emotikon senyuman di surat membuat jantungnya berdebar. Jika Hannah tahu surat tersebut berasal dari orang yang dicintainya, apakah ia akan bahagia?

Hannah menaruh surat-surat itu ke dalam lemari yang sudah ia persiapkan untuk surat-surat yang kelak akan datang lagi apabila ia pergi ke masjid. Tiba-tiba sang ibu mengetuk pintu kamarnya.

"Iya, Ma?" teriak Hannah.

"Mama mau ngabarin sesuatu," ujar Winna dari luar kamar. Secara otomatis, Hannah membukakan pintu untuk sang ibu.

"Kenapa, Ma?" tanya Hannah penasaran.

"Jadi gini ... Mama tadi bicara sama Bunda Adeera. Katanya in syaa Allah kita bakal makan bareng lagi. Hasan juga ikut, kok," Winna mengucapkan hal itu dengan enteng, namun tidak bagi hati Hannah. Terpukul.

Hannah tak tahu lagi harus apa. Ia baru saja bahagia. Namun mengapa sang ibu tak ingin membiarkan dia bahagia sebentar saja?

Hannah mengangguk. "Hmm. Oke, deh, Ma."

"Kamu mau ikut, kan, Sayang?" tanya Winna memastikan sembari tersenyum, mengelus pundak anaknya.

Hannah mau tak mau berpura-pura senang di depan sang ibu. "Iya, Ma. In syaa Allah."

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang