24. Bagaimana Denganku?

133 24 22
                                    

"Jika kau ingin bersanding dengan orang yang luar biasa, maka kau juga harus siap memiliki rumah tangga dengan ujian yang luar biasa."

—Muhammad Hasan

Sebentar lagi azan Dzuhur, Fauzan dan yang lain pamit sebentar kepada Saddam karena ingin mencari makan ke warung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebentar lagi azan Dzuhur, Fauzan dan yang lain pamit sebentar kepada Saddam karena ingin mencari makan ke warung. Saddam bingung, padahal mereka sudah makan tetapi mengapa makan lagi? Saddam menggelengkan kepalanya dan menghampiri sang ayah untuk mendengar pendapat ayahnya mengenai lokasi acara ijab kabul.

Zahra dan Laila sedang mencuci piring. Aisyah sedang menemani Hannah yang curhat padanya di ruang tengah. Hannah memberikan ponselnya pada Aisyah dan Aisyah pun membacanya. Sudah biasa mereka berempat bertukar ponsel dan tak menyembunyikan apa pun. Karena mereka adalah sahabat, maka saling percaya itu penting.

"Ais, bantu aku cari solusi yang terbaik untukku. Kumohon," pinta Hannah pada Aisyah. Hannah meneteskan setetes air mata. Mungkin, bagi orang lain ini adalah hal yang sepele tapi tidak bagi Hannah. Masih ada yang perlu ia perjuangkan untuk masa depan dan keluarganya.

"Han, mending kamu tahajud dan minta yang terbaik ke Allah, deh. Jika kau menginginkan sesuatu dengan sangat, maka tahajud-lah agar kau tenang menghadapi hari-hari. Karena ketika dirimu tahajud, Allah berada di hadapanmu untuk mendengarkan segala curhatan dan doamu. Allah saja mendengar semua doa-doa yang lain, masa doamu enggak? Kan Allah itu Maha Adil," usul Aisyah. Aisyah mengelus pundak Hannah yang sedang menangis. Hannah pun memeluk Aisyah dan menjerit dalam hati. 

Fauzan melupakan ponselnya saat duduk. Jadi ia kembali untuk mengambil ponselnya. Ketika masuk, ia kaget melihat Hannah menangis. Dengan cepat, ia bersembunyi di balik tembok dekat pintu. Fauzan mengira bahwa Hannah sedang memiliki masalah. Jika ia tahu, mungkin hatinya akan patah.

Fauzan berpikir keras. Dia rasa mungkin lebih baik ia menghubungi Saddam melalui ponsel Fadil. Fauzan pun melenggang pergi menuju Fadil dan Hasan berada. Ia takut menganggu Aisyah dan Hannah yang sedang sesi curhat.

Fadil dan Hasan sedang mendiskusikan tentang kurikulum terbaru yang disahkan oleh pemerintah. Karena Hasan bekerja di kantor pemerintahan, dia menjadi pemberi bocoran mengenai program pemerintah yang hendak dijalankan pada teman-temannya. Mereka sedang nongkrong di warteg dekat rumah Zahra yang terkenal enak dan murah. Lokasinya sangat strategis sehingga warteg tersebut selalu habis setiap malam.

"Assalamu'alaikum," salam Fauzan, "San, tolong bilangin ke Saddam bisa, gak? Gue titip hape ke dia. Niatnya mau cas hape tapi kayaknya mending gue cas pas di rumah aja."

Hasan menyelesaikan suapannya. "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Yodah, kalo gitu gue kasih tahu Saddam sekarang." Hasan membuka layar ponselnya. Fadil melanjutkan makannya.

"Elu napa kagak ambil hape elu sendiri?" tanya Fadil bingung.

Fauzan duduk di sebelah kiri Hasan dan memesan makanan. "Temennya Zahra ada yang nangis. Firasat gue mereka lagi curhat. Jadi gue gak mau ganggu mereka." 

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang