23. Lamaran

111 21 24
                                    

"Kau akan tahu, manusia mana yang loyal padamu. Di saat kau susah, dia selalu ada dan di saat senang, dia menemanimu bahagia."

—Hannah Annisa Nadhira

Matahari mulai memunculkan sinar kebahagiaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari mulai memunculkan sinar kebahagiaan.

Di hari bahagia Zahra dan Saddam serta para tamu undangan.

Saddam sudah berpakaian rapi sembari berkaca. Ia menyisir rambutnya ke belakang. Kemeja putih disertai celana bahan berwarna hitam. Ia tersenyum di kaca.

Bismillah, semua lancar, batin Saddam.

Fauzan berjalan menghampiri Saddam yang sedang berkaca. Ia menggelengkan kepalanya di dekat pintu kamar.

"Ngaca kok senyum-senyum," seloroh Fauzan, "ayo cepet! Nanti kelamaan."

Saddam menoleh ke arah Fauzan. "Iya. Ini udah selesai. Cuma benerin rambut doang."

"Ya sudah cepat. Hasan udah sampai." Fauzan menunjuk ke arah belakangnya. Saddam mengangguk dan berjalan bersama Fauzan menuju mobilnya.

"Waduh, Saddam," kata Hasan, "udah mau lamaran aja, masyaAllah." Hasan menepuk pundak Saddam.

"Semoga elu cepet nyusul gua, San, Zan. Doain lancar sampai pelaminan, ya. In syaa Allah langgeng sampe surga. Aamiin." Saddam mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

"Aamiin Ya Rabb." Fauzan dan Hasan menengadahkan tangan.

Fadil sudah menyiapkan keperluan untuk ke rumah Zahra hari ini di mobil. Dibantu oleh orang tua Saddam.

"Nak Fadil, mending seserahan kosmetik taruh di sini saja." Maya menaruh sebuah kotak berisi kue cokelat sembari menunjuk kotak berisi kosmetik untuk seserahan. Fadil pun menuruti perintah ibu temannya itu.

"Kuenya mau ditaruh di mana, Ammi?" tanya Fadil di dalam mobil sedang menyusun kotak-kotak.

"Di sini saja," tunjuk Maya ke arah kiri dalam bagasi mobil. 

Hasan membawa mobil kali ini, jadi ia dan teman-temannya tak ikut di mobil Saddam. Saddam membawa orang tua dan sepupu lelaki yang dekat dengannya. Tak enak juga apabila teman-temannya ikut campur di lingkungan keluarga.

Seusai menyusun kotak-kotak, Fadil turun dari bagasi mobil dan memberi isyarat pada Saddam bahwa semua sudah siap.

"Dam, kami masuk mobil dulu. Kau pimpin rombongan, ya!" ucap Hasan berlari menuju mobilnya sambil memutar kunci di jari.

"Iya. Jangan sampai ketinggalan, San, haha," canda Saddam. Ia masuk ke dalam mobilnya. Sepupu lelakinya sudah masuk di kursi penumpang depan. Orang tua Saddam pun memasuki mobil berbarengan dengan Saddam.

Maya menoleh ke arah belakang. "Ayo, Nak. Jalan sekarang. Keluarga yang lain juga sudah bersiap-siap nyalain mesin mobil mereka."

Saddam mengangguk dan menyalakan mesin. Ia pergi dengan kecepatan sedang menuju rumah Zahra. Sepanjang perjalanan, ia tersenyum. Ia tak sabar menanti rumah ramai karena adanya Zahra sebagai istrinya.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang