49. Siuman dan Maaf

81 5 1
                                    

Tak pernah tahu cerita kehidupan masing-masing, namun cinta menyelami lautan lebih dalam tanpa ingin tahu dasarnya.

Tak pernah tahu cerita kehidupan masing-masing, namun cinta menyelami lautan lebih dalam tanpa ingin tahu dasarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka semua masuk ke dalam ruang UGD. Fauzan terbaring diberi infus NaCl sembari memejamkan mata. Hannah menatap Fauzan dengan tatapan sendu, berharap agar cintanya hilang namun sebagian dirinya tidak ingin cintanya kepada Fauzan hilang. Sungguh dilema.

"Dil, bukannya kamu selalu komunikasi sama Fauzan?" tanya Hisyam menatap tajam pada Fadil.

Fadil menggeleng. "Gak selalu, Bang. Dia selalu bilang baik-baik aja, gak bilang sejujurnya."

Hisyam beralih menatap Fauzan heran. "Aneh. Sebenarnya apa penyebab Fauzan jadi begini?"

Hannah pun ikut penasaran, ia menguping dari belakang mereka semua. Fadil terdiam hingga Hasan angkat bicara.

Hasan menghampiri Hisyam. "Bang, izinkan saya bicara empat mata dengan Abang."

Hisyam mengangguk. Hisyam dan Hasan berjalan beriringan keluar dari ruangan. Hannah menatap mereka dengan tatapan curiga. Hatinya berkata untuk mengikuti mereka, namun pikirannya menghalangi.

Di ruang tunggu, Hisyam dan Hasan duduk bersebelahan.

"Jadi begini, Bang. Sebenarnya, Fauzan sudah aneh sejak saya menikahi istri saya. Awalnya, Fauzan bilang ke saya bahwa dia mencintai istri saya sebelum akhirnya orang tua saya menjodohkan saya dengannya. Awal kami bertemu yaitu ketika acara Tabligh Akbar yang diselenggarakan oleh pesantren kami. Itulah mengapa kami semua saling mengenal."

"Saya sendiri awalnya menolak perjodohan itu. Karena saya tahu, Fauzan mencintai istri saya. Jujur, saya dilema juga seperti ini. Jika bukan karena orang tua saya, mungkin saya gak mau menikahi Hannah," jelas Hasan.

"Jadi, kamu menjalani pernikahan ini tanpa rasa cinta, San?" tanya Hisyam penasaran. Unik juga, katanya dalam hati.

Hasan menghembuskan napas kasar. "Ya, beginilah. Ini bagian dari rencana Allah. Dalam islam, diwajibkan atas kita mencintai orang yang kita nikahi."

Hisyam manggut-manggut paham. Pandangannya beralih ke arah pintu ruangan di mana Fauzan berada di dalamnya. "Lucu, ya. Kita kadang harus melewati liku-liku kehidupan, dan ujungnya malah balik ke awal lagi dengan cara yang bagi kita itu menuju keberhasilan. Dan setelah berapa lama kita berada di keberhasilan itu, kita pun akhirnya sadar bahwa kita kembali ke awal. Benar begitu?"

Hasan mencerna perkataan Hisyam. Ia pun berpikir kemudian tersentak setelah memahaminya. "Iya. Inilah dunia. Selalu berputar pada ujung yang sama."

Tiba-tiba napas Hasan tersendat. Hisyam memperhatikan cara Hasan bernapas dan ia pun bertanya, "Kenapa, San? Engap?"

Hasan menggeleng. "Enggak, Bang. Emang sering gini."

Hisyam heran. Ia berpikir mungkin Hasan dehidrasi atau ada penyakit lain. Ia tak tahu dan tak mau memperpanjang obrolan.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang