21. Hannah?

117 25 9
                                    

"Di usia 20 tahun, kau akan merasakan yang namanya tuntutan pernikahan dari keluarga di saat kau ingin memperbaiki keadaan finansial."

—Hannah Annisa Nadhira

Beberapa saat kemudian, Fadil kembali dari rumahnya ke Saddam dan kawan-kawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa saat kemudian, Fadil kembali dari rumahnya ke Saddam dan kawan-kawan. Saddam menunggu di luar agar Fadil tak merasa ditinggalkan, sedangkan Fauzan dan Hasan asik ngadem di dalam mobil.

"Assalamu'alaikum. Gue udah selesai, nih," sapa Fadil pada Saddam.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Masuk aja langsung. Fauzan sama Hasan udah ngadem di dalem." Saddam berjalan memasuki pintu pengemudi sementara Fadil masuk ke bagian penumpang depan.

"Weh, udah ada di sini aja." Hasan menutup buku bacaannya. Sontak Fauzan pun terbangun dari tidur singkatnya.

"Loh, udah dateng?" kaget Fauzan.

"Iya, alhamdulillah dah selesai urusan." Fadil mengambil cemilan yang ada di laci mobil.

"Oke. Jalan, ya?" Saddam memegang tuas transmisi mobil.

"Siap, Bos." Fauzan memberi salam hormat pada Saddam.

Saddam pun melajukan mobilnya dan pergi ke tempat ngopi.

Hannah berada di tempat kerjanya. Ia mengetik laporan mingguan untuk ditujukan kepada atasannya dan mengkalkulasi serta mengkaji ulang laporan dari bawahan. 

"Tri, ini sudah benar? Sesuai gak?" tanya Hannah memastikan pada asistennya yang bernama Astri Astuti.

"Udah, Mbak," jawabnya, "ini berkas selanjutnya yang berisi catatan pengeluaran kemarin."

Hannah memerhatikan laporan pengeluaran dengan teliti. Ia ketik catatan pemasukkan perusahaan dan pengeluaran serta daftar karyawan yang lembur. 

"Baik. Kamu bisa istirahat sekarang."

Astri senang menjadi asisten Hannah. Hannah tidak banyak meminta tolong pada Astri dan sering memberi waktu istirahat untuknya. Hannah berprinsip apabila bisa mengerjakan sesuatu dengan sendiri dan tidak membuatnya kewalahan, ia takkan meminta tolong kepada orang lain. 

Astri dengan sopan bertanya, "Bener, Mbak? Gak perlu saya buat ngetik aja?"

"Enggak, enggak usah. Paling saya minta tolong ambilkan kue di pantri saja."

"Baik, Mbak." Astri mengangguk. Astri segera pergi ke ruangan yang berisi penuh dengan makanan di laci-laci. Ada banyak makanan ringan, minuman, dan kue-kue bermerek. Perusahaan ini sangat totalitas demi kesejahteraan para pekerjanya.

Astri merasa sepertinya Hannah akan sedikit lebih lelah hari ini, ia memutuskan untuk mengambil beberapa makanan ringan serta minuman juga untuk ditaruh di meja. Ia mengambil kue yang dimaksud Hannah dan mengantarnya ke meja Hannah.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang