40. Pentas Seni Pondok

66 10 0
                                    

Laila sampai di gerbang pesantren Hidayatul Kariim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laila sampai di gerbang pesantren Hidayatul Kariim. Ya, kali ini sangat ramai orang berlalu-lalang. Bahkan untuk memasuki pondok perlu usaha yang lumayan agar bisa sampai ke dalam saking ramainya. Suasana di sini sangatlah panas, karena matahari menyorot gedung pesantren ini sedangkan di tengah-tengah sekolah merupakan lapangan yang dijadikan panggung sementara.

Fadil sedang sibuk mengabsen bersama Fauzan. Laila sebagai guru di pesantren tersebut menghampiri orang-orang di belakang panggung untuk mengkonfirmasi kesiapan mereka.

"Kalian sudah siap?" tanya Laila dengan tegas pada murid-muridnya yang hendak naik panggung.

Mereka mengangguk serempak menjawab, "Na'am, Ustazah!"

Laila tersenyum. "Ayo, tunjukkan kalau kalian bisa."

Anak-anak menjadi semangat berkat dukungan wali kelas mereka. Ada yang pidato menggunakan bahasa Arab, menyanyi nasheed, story telling, hadroh, dan lainnya. Pesantren menjadi ramai karena penampilan anak-anak yang luar biasa. Di setiap lorong kelas, dekat pintu masuk menuju kelas, banyak stan-stan makanan dan minuman. Jadi tidak ada yang namanya kelaparan. Penjual pun merasa terbantu karena kebanyakan dari mereka adalah IRT dan pengusaha kecil. Laila-lah yang mengusulkan adanya stan makanan seperti itu.

Laila bangga melihat panggung yang kini menampilkan salah seorang santri putri bershalawat. Ya, tidak lain dan tidak bukan itu adalah Amelia, gadis yang sempat berkonsultasi pada Laila tentang ia yang mencintai seseorang dalam diam.

Suara Amel sangatlah merdu. Sehingga membuat kaum Adam kagum padanya.

Laila menyilangkan tangannya, ia tersenyum menutup mata kemudian membalikkan badannya berjalan pergi ke ruang kelas.

Ia perhatikan penataan kelas dimulai dari kelasnya dahulu dan kelas ia mengajar. Semuanya berubah, hanya sedikit susunan yang tetap. Ia memegang vas bunga di lemari belakang pojok kanan, belakang kursi para siswa, ia ingat kembali kenangan masa SMA-nya.

Zahra dan dialah yang menyusun bunga pada hari itu. Dikarenakan ketidaksengajaan Zahra, vas yang sudah disusun dengan bunga-bunga yang cantik itu pecah. Zahra merasa bersalah sehingga ia pun menangis. Laila menenangkan Zahra kemudian Aisyah datang, terkaget melihat vas bunga yang mereka pilih berempat jatuh.

Aisyah kesal pada Zahra. Karena untuk membeli vas itu, Aisyah memotong uang jajannya untuk patungan sehingga ia terus membawa bekal ke sekolah. Laila melerai mereka berdua, terutama Aisyah. Aisyah adalah orang yang bertemperamen tinggi, perlu kesabaran dan kelembutan untuk menenangkannya.

Merasa perlu menenangkan diri, Aisyah pun pergi ke luar kelas demi meredakan emosinya. Ia membanting pintu dengan keras, membuat Zahra kaget. Saat itu Hannah sedang sibuk dengan urusan osis.

"Sudah, ya, Zah? Nanti kita ganti yang lebih baik. Aku ikut bantu kamu, kok." Laila mengelus punggung Zahra yang masih terisak.

Zahra mengangguk kemudian memeluk Laila. Isakannya masih terdengar namun lebih sedikit daripada sebelumnya.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang