33. Terpaksa Ikhlas

90 15 6
                                    

"Entah siapa yang akan kutemukan di masa depan. Aku hanya berharap satu, jangan ada lagi yang namanya kehilangan."
Fauzan Al Baihaqi

Hannah merasa ia terlalu lama berada di kamar mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hannah merasa ia terlalu lama berada di kamar mandi. Ia yakin, ia pasti dicari oleh ibunya dan calon mertuanya. Ia memutuskan untuk kembali ke meja. Setelah ia pastikan wajahnya baik-baik saja di kaca, ia segera berjalan ke meja. Hati Hannah berdegup kencang melihat Fauzan. Fauzan dan Hannah berpapasan.

Dengan segera Hannah menundukkan pandangan dan Fauzan pun berbalik badan, pergi ke sembarang tempat.

"Awas aja lu, San, kalau gak bisa bahagiain Hannah," gumam Fauzan kesal. Ia tak rela wanitanya jatuh di tangan orang yang salah, apabila dia bukan jodohnya.

Adeera, Winna, dan Hasan melihat ke arah Hannah yang sedang menarik kursi. Mereka menyapa Hannah.

"Dari mana aja, Han? Kok lama banget? Mama nungguin dari tadi," ujar Winna melihat anaknya bingung.

"Dari kamar mandi, Ma," jawab singkat Hannah. Ia menunduk. Winna merasa aneh dengan anaknya ini. Beberapa hari ini Hannah sering sekali mengurung diri di kamar.

"Ya sudah, karena waktu sudah semakin sore. Kita sampai di sini saja, ya? Ayo, San, kita pamit." Adeera tersenyum pada Winna. Winna pun tersenyum padanya.

Hannah tak tersenyum. Ia terus menunduk. Hingga Hasan dan ibunya sudah memasuki mobil, barulah Hannah menegakkan wajahnya.

"Kalau begitu kami pergi dulu, assalamu'alaikum." Winna melambaikan tangannya dari dalam mobil melalui kaca jendela yang terbuka.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab serentak Hannah dan Winna. Setelah mereka pergi, Winna bersuara.

"Hannah?" panggil Winna.

"Iya, Ma?" respon Hannah. Hatinya berdegup kencang membayangkan omongan sang ibu selanjutnya.

"Kamu kenapa? Belakangan ini kamu agak aneh," ucap sang ibu. Hannah gelagapan ingin menjawabnya. Jika diberitahu sejujurnya, apakah perjodohan ini akan dibatalkan? Namun bagaimana dengan perasaan ibunya? Hannah memikirkan hal itu.

Hannah tersenyum. "Enggak ada apa-apa, Ma. Hannah cuma mikirin pembangunan kafe aja."

"Yakin gak apa? Kalau ada apa-apa bilang Mama. Ayo sekarang panggil Grab-nya," perintah Winna. Hannah segera mengambil ponselnya di saku kemudian memesan mobil online. Tak lama kemudian, mobil pun datang dan mereka memasuki mobil untuk pulang.

Kira-kira, kalau aku bilang ke Mama yang sebenarnya tentang perasaanku, apa Mama perasaannya akan baik-baik aja?

Hannah melihat ke arah luar jendela untuk melihat pemandangan dan menenangkan pikiran. Ia tersenyum apabila mengingat Fauzan yang berada di kafe tadi. Ia bahagia sekali.

Di sisi lain, Fauzan tengah duduk di kursi batu dekat dengan bunga-bunga yang bermekaran. Wajahnya ditundukkan, tangan yang mengepal, dan rambut hitamnya yang lebat ikut menunduk. Fauzan kesal, namun ia berusaha menahan amarahnya. Wajahnya memerah, ia merasa sepertinya tangisan akan pecah darinya.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang