36. Sakit Hati

107 29 99
                                        

"Tidak semua hal harus menjadi milik kita. Allah lebih tahu yang kita butuhkan. Karena yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan."

Fauzan terdiam menatap undangan yang dipegangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fauzan terdiam menatap undangan yang dipegangnya. Sang anak kecil pun bingung. Ada apa dengannya?

"Bang?"

Fauzan masih sibuk berdebat dengan pikiran dan hatinya.

"Abang?"

Lagi. Fauzan menatap sendu sembari menahan sakit.

"Abang?" Anak itu menaikkan volume suaranya.

Fauzan akhirnya tersadar. Ia lihat anak itu yang sedang melihatnya penuh tanda tanya.

"Abang sakit apa gimana?" tanya anak itu penasaran.

Sakit hati, sih.

Rasanya Fauzan ingin berkata seperti itu tapi ia takut anak tetangga membocorkan rahasianya. Akan menjadi bahaya apabila tersebar suatu fitnah dari tetangga sekitar rumah. Yah, namanya juga tetangga.

"Enggak, enggak ada, Dek. Abang balik, ya." Fauzan menyerahkan undangan itu kepada anak di hadapannya.

Anak itu mengangguk menyetujui. "Oke kalau begitu, Bang. Hati-hati, Bang."

Fauzan tersenyum, mengangguk, kemudian membalikkan badannya dan berjalan pergi menghampiri Fadil yang terlihat sedang sibuk berdiskusi dengan salah seorang tukang.

Ketika sedang santai berjalan, tiba-tiba kepala Fauzan pusing. Ia memegang kepalanya erat dan berusaha menahan rasa sakit kepalanya. Alhasil, ia jatuh pingsan.

Para santri putra yang melihat Fauzan segera berlarian membantu mengangkat Fauzan ke UKS.

Fadil heran melihat adanya keramaian. Karena penasaran, ia pun menghampiri keramaian tersebut. Bertanya apa yang membuat ramai. Salah seorang santri menceritakan apa yang terjadi pada Fadil. Fadil mendengar dengan seksama dan kaget atas informasi yang disampaikan kepadanya. Ia pamit kemudian berterima kasih lalu berlari menuju UKS di mana Fauzan telah terbaring di sana. Kasihan sekali.

Fadil membuka pintu UKS dengan cepat. Nafasnya ngos-ngosan karena berlari kencang untuk memastikan keadaan sahabatnya. Sebelumnya, ia berniat ingin menelepon Hasan, tetapi karena Fadil tahu tentang Hasan dan Hannah, ia memilih untuk bungkam. Baginya, yang terpenting saat ini adalah Fauzan yang sedang sakit.

Fauzan terbaring menutup mata dengan infus NaCl yang tersemat di tangan kanannya.

Fadil merasa iba pada Fauzan. Wanita yang dicintainya kelak akan meninggalkannya alias menikah dengan sahabatnya. Secara otomatis, Hannah harus merelakan cintanya untuk Fauzan demi mencintai suaminya, Hasan. Selain Hannah, sang ibu yang begitu menyayanginya sudah lama pergi meninggalkannya. Ayahnya pun tidak peduli padanya. Hanya tersisa dirinya sendiri dan sahabat-sahabatnya.

Lailatul Qadar(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang