Asano Yukino merupakan seorang wanita yang ceria dan penuh semangat. Meskipun wajahnya hanya bisa masuk ke dalam kategori biasa saja, semangat dan keceriaannya memberikan pesona tersendiri padanya. Terlebih dia memiliki kecerdasan yang membuat kagum orang-orang. Tak heran jika dia bisa meluluhkan hati Asano Gakuhou.
Kebanyakan orang akan mengatakan jika dia sangat beruntung karena menikahi Gakuhou, tetapi Gakushuu selalu berpikir jika Ayahnya adalah orang yang beruntung bisa menikah dengan Ibunya. Wanita itu lembut dan penyayang. Dia juga penuh dengan pengertian. Gakushuu masih ingat dengan jelas ketika Ayahnya berkabung atas kematian murid pertamanya—Ikeda Rikuto—Ibunya yang akan selalu mendampinginya dan menghiburnya.
Tetapi sayangnya, kematian murid pertama Ayahnya membawa dampak yang jauh lebih besar yang bisa dipikirkan oleh Ibunya. Gakuhou berubah. Dia jarang menghabiskan waktu di rumah dan mulai membentuk filosofi pendidikannya yang aneh. Dimana dia harus membuat murid-muridnya menjadi ‘kuat’ dan mengasingkan mereka yang lemah.
Gakushuu tahu Ibunya telah berusaha sebisa mungkin untuk menghibur dan menemani Ayahnya. Tetapi semua pengabdiannya ternyata tidak cukup untuk Ayahnya yang gila dan membuatnya jatuh sakit. Semangat dan keceriannya perlahan-lahan memudar. Gakushuu telah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Ibunya yang dulu seorang wanita penuh dengan semangat berubah menjadi wanita dengan tatapan kosong.
Saat dia meninggal, Yukino berkata padanya agar mencari kedamaiannya. Jangan sampai dia berakhir seperti kedua orang tuanya. Dia yang saat itu masih duduk di Sekolah Dasar tentunya belum bisa mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh sang Ibu. Meski begitu otak jeniusnya telah membuat kesimpulan jika Ayahnya adalah penyebab kematian Ibunya.
Dia membenci Ayahnya. Mungkin sampai saat ini dia masih membenci pria yang menjadi Ayahnya itu.
Tetapi Gakushuu telah berjanji untuk mencari kedamaiannya. Dan dia tahu jika langkah pertama yang harus dia lakukan adalah mengikhlaskan kematian Ibunya juga mulai memaafkan Ayahnya.
Bahkan jika hal itu memakan waktu bertahun-tahun, Gakushuu tahu dia akan bisa memaafkan Ayahnya pada akhirnya.
.
.
.
“Apakah yang kau rasakan saat Ibu meninggal?”
Tentunya Gakuhou tak mengharapkan pertanyaan itu dari putra sematawayangnya saat mengajaknya untuk makan siang bersama di restoran kesukaan mendiang istrinya. Gakuhou memandang pada Gakushuu yang duduk di depannya dengan tenang. Remaja itu bertopang dagu sambil memainkan makanannya dengan tangannya yang lain.
“Apakah ini yang ingin kau bicarakan denganku saat mengajakku makan siang?”
Gakushuu mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dia tak membuat ekspresi apapun di wajahnya dan enggan untuk menatap kembali pada Ayahnya. Pembicaraan mengenai Ibunya adalah hal yang terlarang bagi Gakushuu karena selama ini dia selalu merasa Ayahnya yang membunuh Ibunya. Tetapi beberapa minggu yang lalu, sang Ayah tiba-tiba mengangkat topik mengenai sang Ibu dengan ekspresi yang tak Gakushuu mengerti. Saat itu Gakushuu kembali memikirkan pertanyaan yang selalu terputar di benaknya sejak sang Ibu meninggal. Apa yang Ayahnya rasakan saat Ibunya meninggal?
“Yukino-san adalah wanita yang luar biasa, sulit untuk tidak berduka atas kematiannya.” Gakuhou menjawab dengan tenang.
Gakushuu menggigit lidahnya, menahan diri untuk tidak melontarkan makian. Tangan yang memegang garpu mengerat.
“Aku tak mengharapkanmu untuk berbicara tentangnya seperti kau membicarakan rekan bisnismu. Aku ingin kau mengatakan apa yang kau rasakan saat Istrimu meninggal pada putra sematawayangmu.”
Lagi. Ekspresi aneh itu muncul pada wajah Ayahnya.
Sebuah senyuman tipis dengan mata yang terlihat memandang ke kejauhan. Seolah Asano Gakuhou telah terputus dari sekelilingnya dan sekarang berada di tempat lain.
Keheningan yang menggantung di antara keduanya benar-benar membuat Gakushuu merasa tidak nyaman. Apa yang sedang Ayahnya pikirkan? Mengapa dia tak mengatakan apapun?
“Bingung.” Gakuhou berkata begitu saja. Membuat Gakushu menatapnya dengan keheranan.
“Jika kau menanyakan perasaanku, mungkin aku bisa mengatakan jika aku bingung. Aku tak tahu apa yang harus kurasakan atau apa yang sebenarnya aku rasakan saat itu.”
Gakushuu menatap Gakuhou seolah-olah pria itu baru saja menumbuhkan satu lagi kepala. Apa yang Ayahnya maksud dengan hal itu? Bagaimana bisa dia tak tahu apa yang harus dirasakannya ketika istrinya meninggal? Apakah dia bahkan mencintai Ibunya?
Mungkin Gakuhou dapat membaca apa yang terjadi di kepala Gakushuu, pria itu kembali membuka mulutnya dan berkata, “Aku mencintai Ibumu. Seperti yang kukatakan, dia adalah wanita yang luar biasa. Sulit untuk tidak mencintainya. Mungkin karena aku mencintainya yang membuatku bingung apa yang yang harus aku rasakan. Marah mungkin, berduka mungkin, putus asa mungkin, menyesal mungkin. Kau tak akan bisa mengatakan mana yang seharusnya dan mana yang sebenarnya kau rasakan saat kehilangan orang yang kau cintai.”
“Bukan kah seharusnya kau merasa sedih saat kehilangan orang yang kau cintai?”
Gakuhou tersenyum sedih, “Perasaan adalah hal yang rumit. Kau tak akan bisa memahaminya sebelum mengalaminya.”
Tbc~
25 Desember 2022
Selamat Natal dan Selamat Ulang Tahun untuk Karma