Bagian 48

96 12 3
                                    

Karma berkedip. Dia terlihat tidak percaya dengan pertanyaan yang Gakushuu berikan padanya. Mungkin itu hal yang mengejutkan juga sulit untuk dijawab. Bahkan Gakushuu tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya setelah bertahun-tahun. Dia tak akan menyalahkan Karma jika tak dapat menjawab pertanyaannya.

"Tanpa menghapus ingatanmu.. maksudmu kau tak akan menghapus ingatanmu? Mereka tak akan menghapus ingatanmu?!" Karma berseru. Anehnya dia nampak sangat bahagia. Kedua matanya berseri-seri dan ada senyuman di wajahnya.

"Eh? Tentu saja ingatanku tak akan dihapus. Ayahku telah meyakinkan mereka untuk tidak menyentuhku karena aku telah berjanji untuk merahasiakan apapun yang aku lihat kemarin."

Gakushuu terus mengamati ekspresi Karma. Kebahagian murni yang ditunjukkan Karma karena ingatannya tak dihapus terlihat begitu jelas dan membuat Gakushuu merasa bersalah karena telah mempertimbangkan untuk melupakan remaja itu demi menyembuhkan lukanya. Dia begitu egois. Hanya memikirkan penderitaannya tanpa memikirkan orang lain yang akan berduka jika ingatannya hilang.

Karma kemudian berdehem setelah menjadi lebih tenang. Remaja itu berkata, "Apa pertanyaanmu tadi?"

"Aku bertanya, bagaimana cara menyembuhkan lukaku tanpa harus menghapus ingatanku?"

"Ya, aku tak bisa memberimu saran yang baik untuk hal itu. Tetapi kau bisa mulai dengan merelakan terlebih dahulu. Kurasa mengapa kau merasa sangat sedih dan terluka mengenai ini karena kau belum bisa merelakan kepergian Ibumu."

Gakushuu mendengus tanpa sadar. Itu yang selalu dikatakan oleh orang-orang saat berusaha menghiburnya. Gakushuu sudah pernah mencobanya dan dia tidak berhasil. Dia ragu kali ini juga akan berhasil.

"Aku tahu kedengarannya menyebalkan, tetapi itu satu-satunya yang terpikir di dalam kepalaku. Bukan seperti kau bahkan bisa memikirkan hal lain yang jauh lebih baik." Saat mengatakan hal tersebut, Gakushuu bisa menangkap nada sinis dari Karma. Ini membuat Gakushuu tertawa. Jika dia setuju untuk menghapus ingatannya, dia akan melewatkan olok-olok menyenangkan ini dalam hubungannya dan Karma.

Akibat dari tawanya adalah lemparan bantal dari Karma yang jengkel dan lontaran hinaan dari remaja berambut merah tersebut.

"Jika seperti itu, bagaimana caraku merelakan kepergian Ibuku?" Gakushuu bertanya setelah selesai tertawa.

"Kau baru saja melakukan salah satunya."

"Hah?"

Karma mengangkat bahunya, "Setahuku cara tercepat merelakan adalah menghadapi luka yang diciptakan atas kepergian orang yang kita sayangi. Kau terluka atas kepergian Ibumu yang membuatmu tak ingin membicarakan tentangnya karena seperti yang kau katakan kau masih bisa mengingat dengan jelas rasa sakit yang kau rasakan saat pertama kali kehilangan dirinya. Kau memilih untuk mengubur perasaanmu atau tepatnya menghindarinya. Tapi itu bukan menyembuhkan lukamu melainkan membuatnya semakin sakit karena bagaimanapun kau berlari, itu selalu mengejarmu dan mengingatkan kembali tentang kehilangan yang kau alami. Kau seharusnya menghadapinya. Memang pada awalnya terasa sakit, tetapi lama kelamaan kau akan sadar jika rasa sakitnya akan memudar. Luka akan sembuh dan bekas luka akan memudar. Walau memang kau masih akan tahu itu ada disana, tetapi itu tak masalah. Itu hanya akan menjadi pengingat tentang keberanianmu dalam menghadapi rasa sakitmu. Dan tindakanmu hari ini, memilih untuk membicarakannya denganku adalah tindakan yang tepat. Setidaknya kau harus membicarakan perasaanmu itu pada seseorang."

Gakushuu terpesona dengan apa yang dikatakan oleh Karma. Dia tak menyangka remaja yang selalu membuat masalah itu dapat memberikan saran seperti itu, "Apa kau salah makan, Akabane? Kau terdengar sangat bijaksana padahal usiamu belum mencapai seperempat kehidupan."

"Oh diamlah. Seolah-olah kau bukan remaja 15 tahun yang berusaha menjadi orang dewasa."

Gakushuu kembali tertawa. Dia mengambil bantal yang tadinya dilempar oleh Karma dan meletakkannya kembali ke tempat tidur Karma.

"Akabane, terima kasih." Bisik Gakushuu.

Pada saat itu, Gakushuu yakin Karma tidak mendengar apa yang dia katakan karena remaja lainnya hanya diam. Dia telah memutuskan untuk tidak mengatakan hal tersebut sekali lagi karena tak mau membuat Karma besar kepala. Terkadang Gakushuu yakin ukuran kepala Karma jauh lebih besar dibanding tas sekolah mereka karena remaja itu nampak memiliki begitu banyak rasa percaya diri.

"Karma."

"Huh?"

"Kurasa ini saatnya menjatuhkan kesopanan—yang sebenarnya tidak pernah ada—dan mulai saling memanggil dengan nama kita? Kau bisa memanggilku Karma."

Untuk beberapa saat, Gakushuu merasa kehilangan kemampuannya untuk berbicara. Terlampau terkejut atas usulan Karma. Dia—bahkan dalam semua imajinasinya—tidak pernah membayangkan Karma akan membiarkannya memanggil namanya seolah-olah mereka adalah teman baik. Atau mungkin memang itulah hubungan mereka saat ini.

"Jika begitu akan terdengar adil jika aku membiarkanmu memanggilku Gakushuu."

Karma tertawa. Remaja tersebut mengulurkan tangannya, "Halo Gakushuu-kun, senang berkenalan denganmu."

Gakushuu ikut tertawa dan menjabat tangan Karma. Bertindak seolah mereka baru saja bertemu pada hari itu, "Kesenangan itu milikku, Karma. Jadi apa pendapatmu tentang bermain di rumahku hari ini?"


Tbc~

11 Juli 2024

You are My FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang