Bagian 42

187 20 7
                                    

Gakushuu benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada Karma. Dia terlihat takut pada awalnya kemudian menjadi bingung tetapi Gakushuu memiliki perasaan jika pemikiran Karma saat ini ada di tempat lain. Asumsinya diperkuat saat Karma menyentuh pipi Gakushuu dengan kedua tangannya dan memegangnya di tangannya begitu kuat. Remaja berambut merah itu terus menatap kedua mata Gakushuu dengan tatapan aneh seperti dia ingin mencongkel kedua mata Gakushuu keluar dari kepalanya.

Saat mendengar suara Ibunya, Karma menoleh tetapi kedua tangannya belum melepaskan Gakushuu. Karma terlihat sedang memikirkan sesuatu untuk dikatakan pada Ibunya, saat kemudian dia mengalihkan pandangannya kembali pada Gakushuu—atau tepatnya kedua mata Gakushuu—Karma berkata, "Aku ingin yang seperti ini."

Gakushuu hampir tidak memperhatikan suara tercekat dari Ibu Karma atau kebingungan yang terpancar pada wajah Ayah Karma. Dia tersentak pada seberapa dekat wajah Karma dari wajahnya juga tatapan mata Karma yang sama sekali tidak meninggalkan matanya sedetikpun.

"Cantiknya. Cantiknya. Sepasang permata violet yang cantik." Karma bergumam.

Gumam Karma membawa senyuman pengertian pada Gakushuu. Dia membalas tindakan Karma dengan meletakkan kedua tangannya pada pipi Karma pula. Dia tertawa kecil lalu membalas Karma, "Cantiknya. Cantiknya sepasang emas yang bersinar."

Karma berkedip beberapa kali sebelum ikut tertawa. Dia akhirnya melepaskan tangannya dari pipi Gakushuu namun masih terus menatap mata Gakushuu. Dia terlihat sedikit takut jika Gakushuu mengalihkan pandangan darinya.

Gakushuu kembali terkekeh, "Tenang, oke?"

Karma terlihat mengangguk tanpa sadar. Tangan Gakushuu bergerak untuk mengusap kepala Karma sebagai penghargaan atas perilakunya. Jika pikiran Karma tidak berada di tempat lain, tangan Gakushuu pasti tidak akan selamat setelah melakukannya. Untuk saat ini dia mengabaikan potensi pembunuhan yang bisa saja terjadi padanya dan memilih untuk fokus pada Karma. Dia membantu Karma untuk berdiri dan menuntunnya ke tempat tidur remaja itu. Membantunya berbaring dengan benar di tempat tidurnya dan bukan di lantai, Gakushuu kemudian mengambil selimut dari lantai dan menyelipkannya pada Karma. Remaja itu tampaknya sedikit lebih tenang dibandingkan sebelumnya.

Sebenarnya Gakushuu tak begitu mengerti dengan apa yang terjadi atau apa yang harus dia lakukan untuk membantu Karma. Karena bagaimanapun, dia hanya datang karena Ibu Karma meneleponnya dengan panik. Wanita itu berkata jika Karma tak mau keluar dari dalam kamarnya sejak dia pulang sekolah. Mereka telah mencoba membujuknya dengan segala cara namun Karma tak mau keluar. Pada awalnya Ibu Karma hanya berpikir jika Karma membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri dan butuh waktu untuk beristirahat. Tetapi bahkan sampai pagi, Karma masih belum keluar dari kamarnya yang membuat orang tuanya khawatir.

Mereka tak berani mendobrak pintu kamar Karma karena terakhir kali mereka melakukannya, Karma mengalami serangan panik yang parah—cukup untuk membuat remaja itu hampir mati karena tidak bisa bernafas. Pengalaman terakhir kali tidak begitu baik yang membuat kedua orang tua Karma tak tahu apa lagi yang harus mereka lakukan untuk membujuk putra mereka keluar. Karena itu mereka meneleponnya pagi-pagi sekali untuk membantu menghubungi Karma, tetapi tak ada satupun panggilannya yang dijawab oleh Karma. Khawatir pada keadaan Karma lah yang membawa Gakushuu ke keadaan saat ini.

Gakushuu yakin jika Ibu Karma sedang mengatakan sesuatu padanya tetapi dia tak begitu mendengarkan karena dia hanya menangkap kata 'menenangkan Karma'. Berhadapan dengan Karma terkadang terasa seperti berhadapan dengan seorang anak kecil yang lucu namun menjengkelkan. Terkadang Gakushuu harus mengumpulkan semua sisa kesabarannya yang semakin menipis agar tidak berteriak di depan Karma karena tingkah apapun yang remaja itu putuskan untuk lakukan.

"Kami benar-benar menyesal membuatmu harus datang ke sini begitu awal, namun kami benar-benar tidak tahu apa lagi yang harus kami lakukan." Ibu Karma berkata. Wanita itu duduk di tepi tempat tidur dengan tangannya mengusap rambut Karma yang tengah tertidur setelah Gakushuu meyakinkan remaja itu jika dirinya akan memberikan sesuatu yang memiliki warna serupa dengan matanya agar Karma mau menutup mata.

"Mengapa tak membuka pintunya saja seperti yang kulakukan tadi? Maksudku masuk dengan perlahan dan berusaha menenangkannya." Gakushuu bertanya tanpa sadar. Dia dengan cepat menutup mulutnya ketika menyadari jika dirinya juga tidak melakukan apa yang dia katakan. Dia begitu panik dan memaksa kedua orang tua Karma untuk memberikan kunci cadangan kamar Karma lalu membukanya begitu saja dan meneriaki anak mereka.

"Seperti yang kami katakan, kami pernah melakukannya. Ini bukan pertama kalinya Karma bersikap seperti ini. Saat pertama kali dia melakukannya, kami sangat khawatir dan langsung mendobrak pintu kamarnya. Karma mengalami serangan panik yang buruk karena itu bahkan tak bisa tidur dengan tenang karena mimpi buruk. Kali berikutnya terjadi, kami berusaha membuka pintu kamarnya dengan lebih tenang dan berusaha mendekatinya. Tetapi Karma mulai mengamuk dan tak bisa ditenangkan. Dia juga terlihat sangat ketakutan. Saat terulang lagi, kami berusaha tetap tenang dan membuka pintu Karma. Kami berpikir jika dia akan menjadi lebih tenang jika seperti itu, namun nyatanya tidak. Karma benar-benar takut pada kami selama seminggu penuh."

Mendengar penjelasan dari Ayah Karma, mau tak mau Gakushuu mengalihkan pandangannya pada Karma. Dia memang melihat ada sedikit ekspresi ketakutan pada wajah Karma saat menariknya tadi, tetapi ketakutan itu berlalu begitu cepat karena Karma terlalu sibuk menatap matanya.

"Kami meneleponmu karena kami tahu Karma percaya padamu." Ibu Karma berkata dengan lembut. Tatapan matanya tersirat rasa sakit yang Gakushuu yakini karena putra mereka bukannya mempercayai mereka melainkan orang lain. Gakushuu tak bisa menyalahkan mereka. Lagi pula dia dan Karma tidak pernah menjadi teman dekat sebelum perjalanan ke Kyoto. Pada awalnya mereka hanya sepasang rival yang saling menghormati dengan cara yang aneh.

"Mengapa tak mencoba teman-temannya yang lain? Maksudku, Shiota lebih mengenalnya dibanding aku."

Pertanyaan Gakushuu mendapatkan jawaban berupa gelengan kepala dari Ibu Karma dan tatapan pengertian dari Ayah Karma. Pria yang lebih tua melirik putranya lalu berkata, "Sedekat apapun Karma dengan teman-temannya yang lain, tidak ada yang dia percaya seperti dirimu."

Entah Gakushuu harus merasa bangga atau bingung akan pernyataan yang diberikan Ayah Karma. Pada akhirnya dia hanya bisa menerima semua yang dikatakan orang tua Karma tanpa memprotes apapun. Dia tetap tinggal di kediaman keluarga Akabane sampai Karma terbangun pada siang hari. Gakushuu benar-benar bersyukur hari itu adalah akhir pekan yang berarti dia tak perlu khawatir membolos sekolah.

Apa yang akan Ayahnyakatakan jika dia ketahuan membolos?


Tbc~

22 Maret 2024

You are My FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang