Bagian 16

217 25 11
                                    

Perjalanan wisata ke Kyoto telah menjadi pembicaraan hangat untuk semua siswa kelas 3 SMP Kunugigaoka. Banyak dari mereka yang tak sabar untuk ikut perjalanan wisata dan mulai merencanakan apa yang ingin mereka lakukan dalam perjalanan wisata 3 hari 2 malam di Kyoto nantinya. Namun ada segelintir orang yang terlihat biasa saja dengan perjalanan wisata tersebut.

Salah satunya adalah Asano Gakushuu.

Ke Kyoto bukan hal baru lagi baginya, terlebih dia tak begitu dekat dengan teman-teman sekelasnya. Kebanyakan dia hanya menganggap mereka sebagai alat yang bisa dia gunakan nantinya. Bidak catur yang bisa diarahkan kemanapun dia suka untuk mencapai tujuannya. Dia tidak mengatur rencana apapun untuk dilakukan di Kyoto bersama teman-teman sekelasnya. Tidak seperti dia bahkan bisa bersenang-senang dengan mereka.

Tetapi untuk beberapa alasan, Gakushuu sedikitnya merasa menantikan perjalanan wisata kali ini.

..

Hari perjalanan wisata pun dimulai. Gakushuu berdiri di stasiun sambil memanggul tasnya dengan tatapan bosan. Pastinya tak akan ada hal menarik yang terjadi saat ini. Sungguh disayangkan gerbong kelas A dan Kelas E terpisah cukup jauh yang membuat Gakushuu tak bisa melihat si Setan Merah 3-E tersebut. Perjalanan dengan kereta cepat termasuk dalam hal yang biasa saja bagi Gakushuu. Tak ada satupun hal menarik yang terjadi sepanjang perjalanan dan dia hanya duduk membaca buku untuk mengisi waktunya.

Ketika mereka tiba di Kyoto, guru segera mengarahkan mereka untuk ke hotel dan menyimpan barang-barang mereka sebelum mulai menjelajah. Beberapa teman sekelasnya mengajak Gakushuu untuk bergabung dalam penjelajahan mereka, tetapi Gakushuu tak ingin membuat dirinya sendiri lelah untuk hal yang tidak penting. Dia menolak semua ajakan teman-temannya dengan sopan. Dan memilih untuk mengistirahatkan dirinya.

Gakushuu hanya menghabiskan waktunya untuk duduk di dalam kamarnya sambil membaca buku dan sesekali menjelajahi internet. Teman-temannya kembali beberapa saat sebelum matahari terbenam dengan membawa beragam cerita tentang hal-hal yang mereka lakukan atau pengalama apa yang terjadi pada mereka. Beberapa kembali dengan tangisan karena bertemu dengan preman dan mengalami pengalaman buruk lainnya. Tetapi semua itu adalah hal yang lazim terjadi selama perjalanan wisata.

Gakushuu menghela nafas di dalam hatinya. Kamar akan menjadi sangat berisik oleh cerita-cerita mereka dan mengganggu kedamaian Gakushuu.

“Asano-kun, kemana kau ingin pergi?” Sakakibara Ren bertanya saat melihatnya berdiri.

“Mencari udara segar.” Gakushuu menjawab dengan singkat.

Berjalan keluar dari hotel, Gakushuu tak tahu kemana dia harus pergi. Kemudian dia teringat tempat kelas E untuk tinggal selama perjalanan wisata kali ini. Dibandingkan dengan mereka yang diberikan kamar pribadi di hotel mewah, kelas 3-E hanya di tempatnya pada sebuah penginapan tradisional yang tidak begitu terkenal. Cukup mudah untuk menemukan tempat itu sebenarnya, terlebih Gakushuu pernah pergi ke tempat itu bersama orang tuanya saat dia masih kecil. Itu tempat kesukaan Ibunya. Kakinya tanpa sadar membawanya ke tempat tersebut. Saat dia hampir mencapai penginapan, dia tanpa sengaja melihat Karma yang baru saja keluar dari sebuah tempat. Sepertinya apotik.

Gakushuu mempercepat langkahnya untuk menghampiri remaja tersebut.

“Akabane.” Panggilnya setelah dirasa cukup dekat dengan Karma.

Dia tak menyangka suaranya bisa membuat Karma terlonjak kaget seolah remaja itu baru saja melakukan suatu tindakan ilegal. Di bawah penerangan lampu jalan, samar-samar Gakushuu bisa melihat memar pada wajah Karma dan gerakan Karma hanya menambah kecurigaan Gakushuu.

“Asano-kun, aku mulai merasa kau adalah seorang peguntit sekarang. Bagaimana bisa kita bertemu di tempat seperti ini dikala aku sedang sendirian? Apa kau mengikutiku?” Karma memincingkan matanya tajam, tatapan curiga terlihat jelas pada mata Karma.

“Kau terluka?” Gakushuu bertanya tanpa mempedulikan cibiran sarkas Karma.

“Kenapa aku harus memberitahumu, Asano-kun? Aku tak ingat kita sedekat itu untuk membuatmu bebas menanyakan hal itu padaku.”

Gakushuu tanpa sadar memutar bola matanya, sedikit jengah dengan sikap Karma yang menyebalkan ini. Dia menarik tangan kanan Karma hanya untuk mencegahnya kabur. Tak menyangka jika tindakannya itu malah membuat Karma kehilangan keseimbangannya dan hampir terjatuh. Untung saja Gakushuu memiliki refleks yang cukup cepat dan mampu menghentikan Karma dari kejatuhannya.

“Ah—maafkan aku.”

Gakushuu pikir Karma akan memakinya seperti biasa atau mengatakan omong kosong lainnya, tetapi Karma hanya diam. Raut wajahnya menjadi aneh seolah dia sedang menahan sakit saat ini.

Sepertinya ada yang salah dengan Karma.

“Kau harus ke rumah sakit, Akabane.”

Karma menggelengkan kepalanya lemah, menolak saran Gakushuu. Tanpa sadar Gakushuu berdecak karena tingkahnya. Dia mulai melihat sekelilingnya, menahan taksi dan membantu Karma masuk. Jika Karma tak ingin pergi, maka dia akan menyeret remaja itu untuk pergi. Samar-samar Gakushuu bisa mendengar suara Karma yang protes akan tindakannya disela tangisan sakitnya. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tubuh Karma menempel pada tubuhnya dengan kepala Karma yang bersandar pada pundak Gakushuu dan tangan Gakushuu yang merangkul pundak Karma agar mencegahnya terjatuh.

Tentunya dia tak lupa memberi kabar pada Ayahnya untuk segera menemukannya. Karena dia sendiri tahu jika ada batasan untuk apa yang bisa dia lakukan pada usianya. Seperti dia tak mungkin menjadi wali Karma untuk menandatangani surat-surat yang akan diberikan oleh rumah sakit nantinya. Dan jika dokter meresepkan obat untuk Karma, Gakushuu tak akan bisa mengambilnya karena usianya masih di bawah umur.

Gakushuu tak begitu memperhatikan ketika beberapa perawat membaringkan Karma di ranjang dan mulai mendorongnya pergi. Yang dapat dia lakukan sekarang ada menunggu Ayahnya datang untuk membantu mengurus admistrasi Karma.

Sang Ayah datang dengan cepat dan tampilannya sedikit berantakan—rambutnya tidak tertata rapi dan dia hanya mengenakan kemeja polos tanpa jas—sepertinya pria itu terburu-buru untuk datang. Gakushuu memberikan lambaian kecil pada sang Ayah dan bergerak tidak nyaman saat Gakuhou mulai memindainya dari kepala sampai kaki. Seolah berusaha menemukan apa yang salah dengannya.

“Apakah ini metode terbaru untuk menarik perhatianku?” Asano Gakuhou berkata saat berdiri di hadapan Gakushuu. Pria itu memijat pelipisnya untuk menghilangkan pusing yang sebenarnya tak ada.

“Tidak. Jujur saja aku tak pernah memikirkan metode seperti ini karena kupikir itu tak akan ampuh digunakan padamu. Aku memanggil untuk alasan lain.”

“Oh? Dan apa itu sampai kau hanya mengirimku pesan kau berada di rumah sakit saat ini?”

“Aku membutuhkan orang dewasa untuk mengurus administrasi Akabane.”

“Akabane?”

“Ya, dia alasan aku disini. Aku bertemu dengannya dan dia pingsan saat kami berbicara.”

Gakuhou menghela nafas, seolah pasrah akan tingkah sang putra sematawayang.

“Apakah tak terpikir olehmu untuk membawanya ke klinik saja dibandingkan ke rumah sakit?”

Gakushuu menggelengkan kepalanya, “Dia terlihat sangat kesakitan, kupikir ada yang salah dengannya.”

Gakuhou menganggukkan kepalanya, kemudian berjalan ke meja resepsionis untuk mulai mengurus berkas-berkas Karma. Sementara Gakushuu menunggu dengan tenang sampai Ayahnya selesai. Meski dia terlihat tenang di luar, pikiran Gakushuu tengah berkecamuk saat ini. Walau hanya sekilas, dia jelas melihat adanya memar pada tubuh Karma. Memar yang ada pada tubuh Karma jelas berasal dari pemukulan. Apa Karma terlibat dalam perkelahian?

Dalam kondisi tubuh yang memiliki penyakit seperti itu, Karma masih berani terlibat dalam perkelahian?!

Akabane Karma memang tidak waras.

Tbc~

24 April 2023

You are My FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang