Meskipun Gakushuu enggan mengakuinya, berbicara—atau tepatnya berdebat—dengan Karma cukup banyak membuat stressnya berkurang. Sikap kekanakan dari Karma justru menghiburnya yang terlalu banyak berinteraksi dengan orang-orang yang berusaha untuk menjadi orang dewasa. Rasanya menyenangkan bisa berinteraksi layaknya anak-anak pada usianya.
Bukan terkurung di ruangan untuk belajar dan hanya belajar.
Dia hanya berharap bisa melakukan percakapan lagi dengan Karma. Mungkin dengan sedikit lebih layak. Tetapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mengundang Karma hanya untuk berbincang. Hubungan mereka selama ini tak pernah lebih dari rival. Dia mengagumi Karma yang memiliki pemikiran terbuka dan penuh kejutan. Dia juga tahu jika Karma menghormatinya atau mungkin mengaguminya sebagai seorang rival yang pantas karena kepintarannya.
Namun, mereka belum pernah memiliki percakapan yang panjang seperti sore tadi. Gakushuu tak pernah menyadari jika Karma adalah teman berdebat yang menyenangkan. Tanpa sadar, hal ini justru membawa senyuman pada wajahnya.
“Kau tau, kau terlihat seperti remaja kasmaran yang sedang jatuh cinta.”
Gakushuu terlonjak kaget karena suara sang Ayah. Bahkan tanpa sengaja menjatuhkan garpu karena menyengolnya saat terkejut. Asano yang lebih tua mengangkat salah satu alisnya dengan heran. Seolah bertanya-tanya apa yang membuat putranya bertingkah laku seperti itu. Mungkin kah tebakannya benar? Gakushuu sedang jatuh cinta pada seseorang?
“Kurasa aku melupakan fakta jika kau berada di usia untuk mulai menyukai seseorang.” Gakushuu berani bersumpah dia mendengar nada geli dalam suara Ayahnya! Pria itu pasti sedang menggodanya sekarang!
“Apakah hal itu merupakan pembicaraan yang tepat di meja makan?” Asano muda itu berusaha untuk terdengar kesal, tetapi wajahnya yang merona tak banyak membantunya. Bahkan Gakuhou mengeluarkan kekek kecil sebagai respon.
“Ibumu selalu membicarakan hal seperti itu di meja makan. Ini bukan sesuatu yang tabu untuk dibicarakan, kan?”
“Sekarang saya bertanya-tanya apakah anda dulunya orang yang sangat suka bergosip sampai membuat Ibu tertarik.”
Gakuhou mengeluarkan suara dengusan. Senyuman geli pada wajahnya belum menghilang, malah jika Gakushuu perhatikan lebih jeli, senyumannya justru semakin melebar. Apa yang membuat Ayahnya sampai bertingkah seperti ini? Jangan bilang jika pria itu memang tertarik dengan pembicaraan seperti ini?!
“Apa sesuatu yang menyenangkan baru saja terjadi? Anda terlihat dalam suasana hati yang baik.” Gakushuu bertanya. Berusaha untuk mengalihkan pembicaraan mereka.
“Tidak juga. Aku hanya menemukan beberapa album lama yang Ibumu simpan.” Cara Gakuhou berbicara cukup membuat Gakushuu terkejut. Mata pria itu menyendu dan senyum nostalgia terpasang di wajahnya. Gakushuu mengepalkan tangannya dan menunduk.
Tak ada lagi yang berbicara di antara mereka. Gakuhou telah menyelesaikan makannya dan pergi dari meja makan dengan alasan menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Sementara Gakushuu masih menatap makanan yang setengah dimakannya.
Ibunya.
Sudah berapa lama mereka tak membicarakannya? 3 tahun? 5 tahun?
Pada akhirnya Gakushuu tak menghabiskan makanannya dan kembali ke kamarnya. Remaja itu berbaring di tempat tidur. Menatap langit-langit putih dari kamarnya. Setelah beberapa saat, dia bangun untuk berjalan ke arah meja belajarnya. Membuka laci meja dan mengeluarkan sebuah foto dari dalamnya.
Gakushuu meletakkan foto tersebut di atas mejanya dan tersenyum kecil, “Aku akan mencari kedamaianku, Ibu.”
.
.
.
“Kenapa kau terus yang aku temui?” suara kesal yang memasuki telinga Gakushuu hanya membuat sudut matanya berkedut. Dia benar-benar ingin membenturkan kepala sang pemilik suara ke dinding.
“Bukan salahku aku berada di perpustakaan yang ditujukan untuk semua orang, Akabane.” Gakushuu membalas. Wajahnya memiliki senyuman tetapi matanya menatap tajam pada remaja yang berdiri di sampingnya.
Kali ini Karma tak sendirian. Ada beberapa teman sekelasnya yang mengikuti Karma. Beberapa diantara mereka menatap Gakushuu dengan waspada seolah Gakushuu akan menyerang mereka—yang jujur saja tak akan dia lakukan bahkan jika memiliki kesempatan. Tentunya serangan verbal tak termasukkan?
“Tetapi kenapa dari semua makhluk yang ada di bumi ini, aku harus bertemu dengan jelmaan lipan sepertimu?” Karma berujar dengan dramatis.
Seharusnya Gakushuu marah terhadap Karma yang mengolok-olok dirinya di depan orang lain. Tetapi Gakushuu tak bisa mengumpulkan alasan apapun untuk marah pada remaja bersurai merah tersebut. Yang ada, dia malah merasa lucu terhadap cara Karma yang mendramatisir kata-katanya. Apakah Karma tak memiliki cita-cita sebagai seorang pelawak?
Tbc~
18 Desember 2022