Ketika pagi tiba, Karma benar-benar berharap dia tidak akan membuka matanya dan terus tidur tanpa batas. Dia tak suka ketika membuka mata dan seluruh ingatan yang berusaha dia lupakan malah kembali ke dalam kepalanya. Karma mengerang malas dan menarik selimut untuk menutupi kepalanya sambil berusaha untuk kembali tertidur.
Karma tak tahu berapa lama waktu yang dia habiskan untuk mencoba kembali tidur ketika pintu kamarnya diketuk dengan tiba-tiba. Karma bisa mendengar suara sang Ibu yang berusaha untuk membangunkannya secara lembut—seperti yang sudah-sudah. Balasan dari Karma adalah gumam malas untuk memberitahu sang Ibu jika dirinya sudah bangun dengan harapan ketukan itu akan berhenti.
Ya, ketukan memang berhenti untuk beberapa saat sebelum itu dimulai lagi. Karma berusaha mengabaikannya sambil mencoba untuk kembali tertidur. Namun ketukan itu tak kunjung berhenti malah semakin menyebalkan. Mau tak mau Karma harus melangkah keluar dari selimutnya yang hangat dan membuka pintu untuk menghentikan Ibunya mengetuk terus. Dia mulai khawatir akan ada lubang pada pintunya jika sang Ibu tak berhenti mengetuk.
Pintu terbuka dan yang muncul di depannya bukan wanita berambut merah panjang memiliki wajah serupa dengan Karma. Melainkan seorang remaja laki-laki dengan rambut senja. Remaja laki-laki itu tersenyum kecil padanya sebelum berubah menjadi seringai mengejek, "Aku benar-benar tahu aku mempesona, Akabane. Tetapi tak perlu menatapku sampai meneteskan air liur seperti itu."
Tersentak dari lamunannya, Karma tanpa sadar mengusap mulutnya dan memandang sinis remaja di depannya saat sadar dia telah dipermainkan.
"Kenapa kau ada disini, Asano-kun? Bukankah seharusnya kau ada di sekolah atau dimanapun itu?"
"Ya, aku mendapat libur untuk hari ini. Sesuatu tentang terguncang atau semacamnya. Dan kudengar dari Shiota jika kau pulang lebih awal kemarin. Dia bilang kau kurang sehat. Aku akan menganggap itu berarti kau tak akan ke sekolah hari ini."
"Lalu kenapa kau memilih muncul di depan pintu kamarku pada pagi ini?" Karma bertanya dengan sinis. Dia masih merasa sakit hati karena Gakushuu pergi begitu saja kemarin tanpa mengatakan apapun. Padahal Karma sangat menghawatirkannya dan takut jika mereka menghapus memori remaja itu. Dilihat dari tingkahnya, ingatan Gakushuu masih sama seperti sebelumnya.
Tatapan mata Gakushuu melembut. Dia terlihat sedikit bersalah saat berkata, "Ada sesuatu.. yang ingin aku jelaskan juga tanyakan padamu."
Mata Karma memincing lalu dia bergerak untuk mengijinkan Gakushuu masuk ke dalam kamarnya. Gakushuu duduk pada salah satu kursi sementara dirinya duduk di tempat tidur. Mereka larut dalam keheningan karena tak ada seorang pun yang ingin berbicara. Karma telah mempertimbangkan untuk mengusir Gakushuu lalu kembali tidur karenanya.
"Aku tak melihat apapun selain kalian terlihat sangat terlatih dengan senjata yang kalian pegang. Juga aku menyadari jika target yang kalian bidik bergerak sangat cepat namun aku tak bisa melihat seperti apa dia. Saat gurumu, Karasuma-san memanggilnya, itu adalah pertama kali aku melihatnya." Gakushuu berkata dengan tenang.
"Mereka mengatakan padaku jika ingatanku kemarin harus segera dihapus karena aku tak memiliki andil apapun dalam hal yang kalian lakukan. Sebagai orang luar, aku tak boleh tahu mengenai itu. Katanya itu adalah rahasia yang sangat sensitif bahkan tak mau menjelaskan lebih jauh tentang hal itu padaku."
Apa yang dikatakan Gakushuu adalah kebenaran. Saat pertama kali masuk ke kelas 3-E, Karma diberi peringatan yang hampir serupa. Dia tak boleh membocorkan keberadaan Korosensei pada siapapun termasuk orang tuanya sendiri. Jika dia ketahuan memberitahu orang yang tak memiliki hubungan apapun dalam pembunuhan, dia akan ditangkap dan ingatannya akan dihapus secara paksa. Apakah mereka memberi Gakushuu hari libur karena akan menghapus ingatan remaja tersebut?