Part 16

2.7K 68 0
                                    

Happy Reading
*
*
*
*
*
*

Mutiara, Hesti, Salsa, dan Hindun kini duduk tak jauh dari para laki-laki, namun juga tidak terlalu dekat.

Perihal status Alfian,tidak ada yang tahu menahu kalau Alfian tidak jadi menikah,hanya Ustadz Soleh dan keluarga Alfian lah yang tahu.

Sesekali Alfian mencuri pandangan ke arah Mutiara, namun anehnya Mutiara sedari tadi masih belum bertemu atau melihat Alfian. Mungkin karena terlalu sibuk menyambut para tamu yang sebagian adalah temannya dan juga teman Salsa, dan Salsa juga tidak memberi tahu kalau Alfian turut hadir disana, karena ia pikir Alfian sudah menikah, meski ia tidak melihat istrinya, ia juga tidak bertanya pada Ustadz Soleh.

"Gimana kok bisa pacaran sama orang luar negri? kamu ldr?" tanya Hindun dengan wajah polosnya, Salsa dan Mutiara pun dibuat gemas dengan Ningnya ini.

"Ooh gini Ning, iya kita ldr, jadi gak bisa ketemu gitu," jelas Hesti makin menjadi.

"Ning jangan percaya, dia cuman ngayal," ucap Mutiafa mulai kasihan pada Hindun.

"Haah?"

"Menghalu yang sedang aku semogain agar menjadi nyata," ucap Hesti. Satu tangannya menggenggam ponselnya. Menggunakan piyama membuatnya semakin lucu dan imut, ditambah rambutnya yang di gelung asal.

"Astaga, aku pikir beneran loh," ucap Hindun lega.

"Adeek," ucao Bunda yang datang membawa kerudung instan itu.

"Apa bunda?"

"Pakek kerudung bentar ya, soalnya yang ikut makan juga ada pak kyai dan juga Gus," ucap Bunda memakaikan kerudung pada putri bungsunya itu.

"Iya bunda," Hesti menurut saja seperti anak kecil, Yusuf pun yang saat ini menatap ke arahnya dibuat tersenyum.

***

Ibarat luka sudah akan sembuh, dan jika diibaratkan dengan cucian emak yang numpuk di tali jemuran mungkin bentar lagi akan diangkat karena sudah kering, itulah perasaan Mutiara.

Ia yang perlahan bisa melupakan Alfian, yang menurutnya memiliki Alfian hanya sebuah halusinasi yang tidak mau dihaluskan dan tetap kasar nasinya. Namun pertemuannya dengan Alfian di meja makan membuat luka itu kembali menganga, cucian yang tadi hampir diangkat karena kering, kini kembali basah karena diterpa hujan yang tiba-tiba deras tanpa memberi aba-aba.

Keduanya saling menatap persekian detik, sebelum keduanya langsung teringat jikalau bukan muhrim.

"Dimana istrinya? Segitu privasinya, dan gak mau banyak orang tau tentang istrinya sampai ada acara penting pun tak ia bawa?" itulah pertanyaan yang selalu timbuk di otak Mutiara.

"Silahkah mbak, mas, gus, ning," ucap Tante Rani, ia memanggil Pak Kyai dan Buk nyai dengan sebutan Mbak dan Mas karena permintaan mereka sebagai bentuk kalau mereka kini menjadi saudara.

"Iya," ucap Umi tersenyum.

Disana ada Bunda yang mengambilkan nasi untuk ayah, ada Tante Rani yang mengambilkan nasi untuk Om Riyan, Umi yang mengambilkan untuk Abi, dan sepasang pengantin baru, Salsa mengambilkan nasi untuk Ustadz Soleh.

Bukan Hesti namanya jika ia diam, dengan senyum tengilnya ia mengambil piring milik Mutiara.

"Mau yang mana?" tanya Hesti setelah mencentong nasi kepiring Mutiara.

Mutiara sempat kaget, karena disana juga ada Alfian, namun yang ia tahu Alfian sudah beristri, jadi ia tidak lagi perlu untuk jaim.

"Yang mana aja, kalau kamu yang ambilin aku bakal makan," sahut Mutiara dengan senyum manisnya.

"Oh iya, ini sebagai bentuk pengabdian seorang adik pada kakak tercintanya," Hesti meletakkan piring Mutiara yang sudah berisi itu.

Mereka yang melihat adengan itu hanya bisa menahan tawa, tidak mengerti alur pikiran kakak beradik yang sefrekuensi ini.

Yusuf yang melihat tingkah Hesti pun dibuat gemas. Jika bicara soal Alfian, hatinya kini sudah tidak karuan, ingin rasanya detik itu juga ia menghalalkan Mutiara, namun ia tahan rasa bahagianya karena kembali dipertemukan dengan perempuan yang berhasil menaklukkan hatinya.

"Ya allah, mendengar namanya saja sudah membuat hamba tidak karuan, apalagi kini secara jelas, bisa melihatnya, ampuni hamba Ya Allah. Bantu hamba agar zina ini tidak berkelanjutan, ridhoi perasaan hamba untuknya," Alfian membatin.

***

Saat malam, semua tidur dengan pasangan masing-masing, kecuali Alfian yang sekamar dengan Yusuf, Ada Mutiara yang berbagi ranjang dengan Hesti dan Hindun.

"Kak, nanti kalo kakak nikah, kita bakal jarang nonton drakor bareng, nanti temen aku ngehalu siapa?" tanya Hesti sembari memeluk Mutiara yang posisinya berada di tengah-tengah antara Hindun dan Hesti.

"Kamu kok bisa berpikir kesana?" tanya Mutiara.

"Hindun udah tidur ya?"

Mutiara mengangguk sebagai jawaban.

"Kebayang gak sih, kita yang udah dari kecil bareng-bareng, dihukum bunda barengan, begadang barengan, satu fandom, sama-sama hobi ngehalu. Tiba-tiba kakak nikah, diboyong sama suami kakak, Adek bakal sendirian dirumah," ucap Hesti, tidak menggunakan kata aku kakak dalam obrolannya, tetapi adik kakak.

Mutiara melirik kearah adiknya ini, terlihat jelas rasa takut kehilangan diwajah Hesti, Mutiara tersenyum melihat adiknya ini, "Kalo kakak diboyong, kita pasti bakal punya rasa rindu."

Hesti mengeratkan pelukannya, "Tapi aku gak bisa nahan rindu sama keluarga aku, kakak kalo nikah tinggal dirumah ya, aku gak mau ditinggal sendirian."

"Kan ada ayah bunda."

"Tetep aja, teman terbaik aku itu kakak, aku sayang ayah bunda, tapi aku juga sayang kakak."

"Jangan nangis dong, lagian kakak kamu ini belom juga laku."

"Ish kakak maah."

***

Pagi-pagi sekali selesai solat subuh, bagian perempuan langsung kedapur memasak, sedang para laki-laki belum juga pulang dari masjid. Hingga hidangan selesai, barulah para laki-laki datang dari masjid.

Selesai sarapan bersama, Mutiara sekeluarga pamit untuk pulang, begitupun dengan Alfian sekeluarga, menyisakan Salsa, Ustadz Soleh, Tante Rani dan Om Riyan.

Ditengah perjalanan, Hesti selalu bermanja dengan kakaknya, entah kenapa dia sangat tidak mau berpisah dengan kakaknya itu, Ayah Bunda dibuat heran dengan tingkah Hesti.

Berbeda di lain arah, Alfian dan Yusuf yang sama-sama sibuk dengan pikirannya, keduanya sama-sama memikirikan adik kakak yang sudah dibawa pulang oleh orang tuanya itu.

Alfian mencoba menenangkan pikirannya, ia secepatnya akan solat istikharah, meminta petunjuk, tidak baik jika dibiarkan begini, memikirkan perempuan yang bukan muhrimnya.

Begitupun dengan Yusuf, ia mendesah pelan, sambil menoleh ke arah depan, dimana Aflian yang duduk di sebelah abinya, ia tidak mungkin mengatakan jatuh cinta pada anak Bapak Jalan dan Ibu Ratna yaitu Hesti, dan ingin menikahi gadis yang seumuran dengan adiknya, Hindun. Bukan masalah jarak, namun mengingat Hesti yang masih terlalu kecil.

Ia juga berpikir, tidak mungkin ia melangkahi abang tertuanya itu, sepertinya ia akan menunggu Hesti sampai cukup umur, sambil menunggu Abangnya berkeluarga.

"Bang kapan nikah?" tanya Yusuf tak sabar.

Seisi mobil itupun melihat ke arah Yusuf yang tiba-tiba menanyakan hal itu.

***

Yusuf kebelet kawin.
Sainganmu Junghwan Suf, Hesti bucin banget sama itu bontot 😆😆😆

Okedah
Jangan lupa vote dan komen









Dia DoakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang