Selamat membaca ••••✈
*
*
*"Bagaimana Alfian?" tanya abi yang kini duduk di ruang keluarga bersama keluarganya yang lain, tak lupa juga Soleh yang sudah dianggap anak oleh Pak Kyai dan Buk Nyai itu.
Alfian memainkan ibu jarinya, pikirannya tak bisa jernih, mungkin jika ia tidak gengsi ia akan menangis bersimpuh agar kedua orang tuanya tidak jadi menjodohkan dirinya dengan perempuan pilihan orang tuanya.
Impiamnya adalah menikah dengan orang yang ia cintai, Alfian adalah sosok yang sangat sulit jatuh cinta, ia tak yakin akan dengan mudah bisa mencintai gadis pilihan orang tuanya.
"Bang," Hindun mencolek lengan Alfian, badannya condong kedepan guna melihat wajah abang tertuanya itu.
"Ehemm," Alfian berdeham, matanya menatap orang yang ada di sekelilingnya, mulai dari Abi, Umi, Yusuf, Hindun, dan terakhir pada sahabatnya yaitu Soleh.
"Bagaimana nak?" tanya Umi dengan suara lembutnya.
Alfian mengangguk kecil, entahlah, apakah keputusannya ini sudah tepat yang pasti, ia hanya ingin membahagiakan orang yang sudah sangat berjasa dalam hidupnya, yaitu Umi dan Abinya.
Abi, Umi dan Soleh tersenyum dengan keputusan Soleh, namun tidak dengan Yusuf dan Hindun, keduanya masih mencerna jawaban Abangnya.
"Yasudah, kalau begitu acara tunangan kalian minggu depan, dan besok malam kita kerumah calon kamu," jelas Abi sontak membuat Yusuf dan Hindun kaget tak jelas, bagaimana dengan Alfian? Sepertinya ia sudah tidak mood lagi ikut dalam pembahasan ini, ikuti saja alurnya Alfian.
"Serius Bi?" tanya Hindun tak percaya, ia mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Hinduuun," tegur Umi.
"Eh iya Umi maap," ucap Hindun cengengesan.
Setelah bubar, baik Yusuf maupun Hindun tidak ikut bubar, keduanya masih ingin kembali berbicara pada Abang tertuanya, jangan sampai salah mengambil keputusan.
Hindun menyipitkan matanya, menatap intens retina abang tertuanya, sedangkan yusuf bersedekap dada di samping kiri Alfian.
"Bang!" panggil Hindun, sedangkan yang dipanggil hanya menatap dengan datar.
"Apa!"
"Abang bener? kok Hindun gak nangkap kebahagiaan? kalo gak mau, gak papa Bang, biar Bang Yusuf aja yang bilang ke Abi Umi kalo Abang masih belom siap."
"Kok jadi Bang Yusuf?" heran Yusuf ketika namanya dibawa-bawa oleh bontot.
"Lah siape? Hindun? Hindun masih anak kecil Bang, suara Hindun gak mungkin di dengar sama Abi Umi," jelas Hindun, nasib jadi bocil ya Ndun.
"Gak papa, mungkin ini udah takdir Abang," jawab Alfian yang akhirnya membuka suara.
"Cius nih?" tanya Yusuf memastikan.
Maklum mereka serahim, jadi tak mau saudaranya tidak bahagia.
***
"Akhirnya kelaaaar," ucap Mutiara meregangkan ototnya setelah berlama-lama di depan laptop.
"Bisa tidur dengan damai inimah," imbuh Salsa yang tersenyum sumringah.
Yups! Keduanya berada di cafe, kenapa tidak dirumah? karena mereka ingin mengerjakan tugas sekaligus ngopi, biar gak stres.
"Muti," panggil Salsa.
"Apaan?" tanya Mutiara yang memasukkan laptopnya ke dalam tas, agar meja mereka tidak penuh.
"Aku punya kabar buruk buat kamu."
"Apaan?" tanya Mutiara masih dengan santai sambil mencomot kentang goreng.
"Gus Alfian dijodohin."
"Uhukk uhukkk."
Salsa memberikan minuman buat Mutiara, "Ini minum."
"Yang bener aja deh," jawab Mutiara masih tak percaya.
"Astagfirullah, kamu pikir aku bohong? Kemarin aku habis telfonan sama Ustad Soleh, awalnya aku marah karena Ustad Soleh gak cepet jawab telfon aku, ternyata dia bilang kalau dia gak jawab telfon aku karena sedang diskusi lamaran Gus Alfian," jelas Salsa yang memang benar adanya.
"Ngadi-ngadi kau."
"Sumpah Muti, aku gak boong, awalnya aku sempet gak percaya, tapi kamu tau kan, kalo Gus Alfian itu anaknya Kyai, yang mana pasti tidak akan jauh-jauh dari perjodohan."
Mutiara diam sejenak, ia mencerna ucapan Salsa, ia mencari jejak kepalsuan dimata sahabatnya ini, namun nihil, sepertinya Salsa tidak berbohong.
"Kamu yakin?" tanya Mutiara dengan suara kecewanya.
"Ia, Ustad Soleh yang bilang sendiri, dan malam ini Gus Alfian beserta keluarganya kerumah si perempuan ini, dan katanya minggu depan mereka tunangan, " jelas Salsa.
"Sebenarnya aku gak mau kasih berita buruk ini ke kamu, tapi rasanya aku akan sangat jahat kalau aku biarin kamu terus berharap, sedangkan dia sudah bahagia sama yang lain."
Ancur sudah pertahanan Mutiara, yang tadinya ia tak mau menangis, kini air mata itu mengakir di pipi tembemnya.
Mutiara segera menghapus air mata tersebut, "Kamu benar Sal, terima kasih sudah bilang berita ini."
***
Benar adanya, berharap pada manusia hanya akan berakhir dengan kekecewaan.
Mutiara menghapus air matanya yang terus mengalir, apakah harapannya sudah cukup sampai disini?
"Kaaak."
Hesti ikut bergabung, duduk di sebelah Mutiara yang memeluk lulutnya di samping tempat tidurnya.
"Kakak yang sabar ya," Hesti mengelus lembut pundak Mutiara, ia sudah mengetahui semuanya dari Salsa, Salsa tak ingin Mutiara terpuruk sendirian.
"Sakit...."
"Aku tau kak," Hesti mengeluarkan ponselnya, menunjukkan sesuatu kepada Mutiara, "Treasure mau konser ke Indonesia," lanjut Hesti.
"Ayang Jihoon mau ke Indonesia?" tanya Mutiara seperti anak kecil sehabis nangis yang langsung di tawari balon.
Hesti mengangguk semangat, rupanya rayuannya cukup ampuh agar kakaknya kembali ceria, "Iya."
"Emang paling bener udah bucin sama mereka hiks...."
"Meski aku sering tuh ngeluarin duit buat mereka, belum pernah mereka ngelunjak nyakitin aku, meski aku udah bucin banget sama mereka," lanjut Mutiara masih diiringi segukannya.
"Nanti nonton ya!"
"Iya kak, kita nonton bareng, aku juga mau ketemu Ayang Junghwan," ucap Hesti.
Emang adik kakak ini udah sama-sama bucin sama Treasure, macam aing. Wkwkwk.
***
💎s e m o g a s u k a💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Doaku
RomanceMutiara Annisa Mukarromah, cewek bar bar yang merubah dirinya setelah jatuh cinta pada sosok Gus yang begitu Alim, dia bernama Muhammad Alfian Maulana. belum pernah jatuh cinta, namun sekali jatuh cinta, cintanya sungguh-sungguh. Tak henti-hentinya...