Part 35

2.5K 65 0
                                    

Selamat membaca
*
*
*
*
*

"Aaa kiyowok, pengen onty unyel-unyel ini pipi," Hesti, sedari tadi tak henti-hentinya memainkan pipi Eliza yang tengah di gendong sang ayah itu.

"Anaknya Onty Hesti sama Om Junghwan ya?"

"Masih kecil juga," ucap Ayah.

"Yaelah Yah, gak bisa apa liat anaknya ini seneng meskipun hasil ngehalu."

"Coba belajar gendong," ucap Bunda yang datang membawa susu buat Eliza.

"Takut Bunda, tapi sini-sini biar onty gendong ini ponakan embul."

Dengan hati-hati, Hesti menggendong ponakan tersebut, dan tentu saja dia berhasil.

"Bunda, udah pantas belum Hesti punya anak?"

Jangan ditahan Alfian, kalo mau ketawa. Adik iparmu ini memang agak gesrek otaknya, dulu kena senggol pas baru lahir.

"Apaan? Masih kecil juga udah main pantas-pantas aja."

"Yaudah bunda, kalo gitu kasih Hesti adek, gak mau tau."

Orang dewasa disekitarnya hanya bisa memalingkan wajah, malu? Iya tentu.

"Nanti kalo udah gede kita ke korea bareng-bareng ya? Kamu porotin duit abbamu itu, kita berdua jalan ke korea, nemuin om kamu."

Bunda kini mengambil Eliza dari gendongan Hesti dan diletakkan di kasur bayi di ruang tamu itu tepat dibawah tv.

"Tantenya siapa itu kok halunya tidak bisa terkontrol ya, nak."

"Tantenya Eliza dong.... "

***

Malam hari, hendak istirahat, Mutiara yang baru saja membuka pintu kamar mandi dengan memakai baju dinasnya, kini ia dibuat membeku saat menemukan sang suami tengah membaca buku harian miliknya.

Detik itu juga ia berlari dan merampas buku yang tidak tahu apakah suaminya ini sudah membaca semuanya atau tidak, Mutiara pun yang kehilangan keseimbangan jatuh pada suaminya diatas sofa.

Baru akan bangun, namun Alfian menahan pinggang sang istri, ia memandang istrinya dari bawah, senyumannya sangat mengembang, Mutiara pun tak bisa beralih menatap yang lain, namun ia juga khawatir jika ia terus menatap suaminya yang tersenyum, ia akan diabetes.

"Habibati," ucap Alfian sambil tersenyum.

"Ma-mas, nanti aku encok loh, lepasin Mas," ucap Mutiara yang berada di atas suaminya.

"Panggil sayang sekali aja, Mas belum pernah dengar kamu manggil Mas dengan sebutan sayang."

"Buat apa?"

"Gak papa, Mas pengen aja."

"Gak!"

"Oh yasudah, milih encok berarti."

"Iya iya, sayang lepasin aku."

Alfian pun melepaskan Mutiara, dan Mutiara segera berdiri, ia memijat punggungnya yang sedikit nyeri itu.

"Mas jadi orang gak peka ya."

"Apanya?" raut wajah Mutiara kini sudah tidak bisa di jabarkan, ia akan malu besar jika suaminya tahu jika ia jauh sebelum sang suami mengkhitbah dirinya, ia sudah jatuh cinta pada sosok Gus yang menjadi incaran ini.

"Sini," detik itu juga Alfian menarik Mutiara hingga terjatuh dipangkuannya, keduanya sama-sama menatap satu sama lain.

"Hati kamu terbuat dari apa sayang? Kamu sudah mengagumi Mas, jauh sebelum Mas mengenal kamu, kamu mengikhlaskan Mas yang akan menikah dengan perempuan lain, kamu tidak ada niatan untuk mengungkapkan pada Mas dimana saat itu perempuan berlomba-lomba mencari perhatian Mas, dan sekarang? Kamu mengikhlaskan kala nenek selalu membuatmu tersinggung. Mas sangat minder dengan kelembutan hati kamu, yang tidak suka memaksakan kehendakmu pada orang lain, kalau kamu beruntung memiliki Mas, Mas jauh lebih beruntung sudah diberi istri secantik dan se soleha kamu."

Dia DoakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang