"Jika kamu mengalami kesulitan, cobalah untuk menghargai apa yang ada di sekitarmu. Ada banyak hal indah di luar sana."--The 8 of Seventeen
---
Suasana di senin itu lebih cerah. Semua orang tampak sumringah. Suara bising terdengar dari berbagai arah. Tidak seperti beberapa hari belakangan ini yang mencekam, hari ini semua tampak sedang bahagia.
Ketika Sena dan Gavin datang, semua orang langsung menatapnya penuh harap. Gavin mengernyitkan dahi sebentar sebelum berlalu menuju ruangannya. Sedangkan Sena balik menatap para rekan kerjanya itu.
"Gimana, Mas? Menang?"
Agnes bahkan sudah berdiri tepat di samping laki-laki itu.
"Bea mana?"
Semua orang mengedarkan pandangan. "Belum dateng kayaknya,"
Sena berdecak. "Lo kasih tahu Bea, prediksi dia benar. Uang bukan masalah,"
Naka mendekat. "Maksudnya gimana?"
"Harusnya kita dengerin Bea. Kalo konsepnya disukain sama Sanjaya, uang gak jadi masalah."
"Mereka gak mangkas apapun?"
Sena menggeleng.
"Jadi ini kita menang atau gak?"
Sena tertawa. Ia menepuk bahu Naka bersahabat. "Mereka suka banget sama konsep kita. Dia mau kita all out disini. Kalo lo mau tahu, Ryan Sanjaya sendiri yang milih kita yang pegang ceremony ini."
Semua orang langsung bersorak. Pras dan Suci sudah jingkrak-jingkrak ditempatnya. Naka dan Agnes juga sudah saling berseru senang.
"Bea kemana sih? Harusnya dia denger berita ini,"
---
Setelah menunggu hampir satu jam, Bea akhirnya menghela napas melihat seseorang berjalan menuju ke arahnya. Ia tengah duduk di pintu kedatangan. Menunggu seseorang yang tiba-tiba menghubunginya kemarin malam mengatakan bahwa ia harus menjemputnya di bandara.
"Lo gak kangen gue ya?"
Bea mendesis. Tapi tetap bangkit untuk menyambut uluran tangan itu dengan pelukan.
"Harusnya lo gak usah pulang,"
Perempuan itu tertawa. "Gue harus ada disini. Kalo gak kita gak akan dapet apa-apa,"
"Gue juga gak mau apa-apa."
"Jangan bohong. Gue tahu hidup lo yang hedon itu. Bulan kemarin lo ke manila kan buat nonton konser cowok kpop lo itu,"
Bea tidak menjawab. Mengambil alih salah satu koper berwarna merah muda itu lalu menggeretnya pelan.
"Gue kakak lo, Beatrice Edina. Harusnya lo lebih sopan."
"Iya. Ingatan gue belum hilang kalo lo mau tahu,"
Perempuan itu tergelak. Mengikuti Bea menuju sebuah taksi yang sudah dipesannya.
"Kenapa gak minta supir?"
"Males."
"Lo masih gak mau pulang ke rumah?"
Bea hanya diam.
"Kalo lo kabur terus gini, lo bakal dicoret. Lo gak inget apa yang terjadi sama kakak kesayangan lo itu?"
"Aruna!"
Aruna tertawa. Ia lalu hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Dia milih perempuan itu dibanding lo, Be. Keluarga buat dia gak penting,"
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...