"I'm not afraid of tomorrow, which may fall apart. I'm not afraid of my tears because we're together."Kidult by Seventeen
---
Sudah sangat lama sekali mereka tidak tertawa seperti ini. Bea tidak henti-hentinya bernyanyi dengan suara sumbangnya mengiringi band favoritnya yang terdengar dari ponsel.
Gwaenchana neoui sesangeun
Jigeumui neo geudaero
Sojunghago tto sojunghaeseo
Stay here with meTerlebih lagi liriknya yang dalam bahasa korea membuat Bea terdengar seperti berkumur. Tidak ada pengucapannya yang jelas namun gadis itu sangat menikmati hingga tampak dirinya benar-benar seorang penyanyi.
"Sumpah suara lo ancur banget, Be."
Ejekan Ditta tidak membuat Bea mundur. Ia malah semakin bernyanyi keras, berpindah dari satu tempat ke tempat lain ketika Ditta sibuk menyiapkan makanan dan alat makan untuk mereka nantinya.
Bea bahkan berkali-kali mengecup pipi Ditta lalu kembali bernyanyi riang. Memutar tubuh seolah-olah ia sedang berada di lantai dansa.
"Ini liriknya keren banget tahu, Dit. Ini menggambarkan kita pokoknya."
Ditta hanya berdehem malas. Tidak berniat menanggapi gadis itu lagi. Membiarkan Bea yang kini mengambil gelas dan menaruhnya satu persatu di atas meja sembari terus bersenandung.
Perhatian keduanya teralih ketika pintu apartemen terbuka. Ditta tersenyum menyambut Gerry dengan pelukan dan ciuman. Mengatakan bahwa makan malam mereka sudah siap.
"Lagi happy banget kayaknya,"goda Gerry pada Bea yang masih bernyanyi dengan suaranya yang tentu saja tidak enak didengar itu. Namun kerlingan matanya membuat Bea tertawa. Ikut memeluk Gerry lalu menarik laki-laki itu untuk duduk di salah satu kursi yang sudah disediakan.
"Gue tadi belanja banyak bahan masakan sama Ditta."
Dahi Gavin langsung mengernyit. Bea tidak pernah repot-repot berpikir untuk mengisi kulkas dan stok makanan di apartemen ini. Selalu Gavin yang melakukan semua itu.
"Dan kita harus makan sekarang sebelum semua masakan ini jadi dingin."
Gerry dan Gavin kompak menoleh pada Ditta karena kini Bea sibuk mengambilkan mereka semua menu yang ada di atas meja. Sambil tetap sesekali bersenandung pelan. Musik dari ponselnya sudah mati dan kini dari mulutnya lah lagu-lagu itu terdengar.
Mereka lalu memulai makan malam itu dengan hangat. Bea berkali-kali bercerita tentang banyak hal, ditimpali oleh Ditta sesekali. Tentang apa saja yang mereka lakukan seharian ini. Bea bercerita bahwa Ditta menyuapinya sewaktu sarapan dan makan siang. Bea juga bercerita tentang sebuah film Netflix berjudul 20th Century Girl dan keduanya menangis sambil tertawa sepanjang film. Bea berkata beruntung persahabatannya dan Ditta tidak mengalami fase itu.
"Bayangin kalo aku juga suka sama Gerry, kebayang gak sih Dit kita harus berantem gara-gara Gerry? Emang bener udah berarti Gerry yang mati. Sayang aja filmnya si cowok mati di akhir bukannya waktu mereka masih sekolah,"
"Heiii!"
Bea dan Ditta langsung tertawa mendengar seruan itu. Gavin yang sedari tadi tidak melepaskan tatapan dari Bea ikut tersenyum. Gadis itu tampak sangat cantik dan berseri saat ini. Hilang sudah Bea yang suram dan menyedihkan. Walaupun tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini, tapi Gavin bersumpah bahwa dirinya ingin melihat Bea versi sekarang yang ada di hadapannya.
"Terus apa yang mau diomongin?"
Gerry akhirnya membuka obrolan karena mereka juga sudah selesai menyantap makan malam. Matanya menatap Bea dan Ditta bergantian. Menunggu siapa yang akan memulai terlebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...