Aku mau buat pengakuan. Chapter ini sudah aku tulis dari lama sekali dan harusnya berada dichapter 30-an, tapi gak kelar-kelar bahkan sudah berbulan-bulan. Satu paragraf aja udah syukur bisa ketulis. Yang aku lakuin cuman baca ulang, merenung terus nangis berjam-jam kemudian.
Mungkin bagi beberapa orang, kalimat-kalimat dibawah ini akan terkesan berlebihan. Dan tidak seperti cerita-ceritaku sebelumnya, tiap di akhir chapter aku selalu menceritakan filosofi dari covernya yang bercerita tentang para karakter utamanya.
Di So Do I, cover cerita ini malah berwujud Naka di pemakaman. Tapi judulnya justru merepresentasikan perasaan Ditta.
Chapter ini, aku mau ngasih liat hubungan Ditta dan Bea. Mungkin sudah banyak yang menyadari bagaimana cinta yang mereka punya sepanjang cerita dari awal sampai akhir, tapi biarkan deeptalk mereka disela-sela waktu penerbangan ini menyapa kita, ya?
Dan kenapa judul chapternya Jeon Wonwoo, akan kita temuin maknanya setelah membaca seluruh isinya nanti.
Enjoy!
---
Penerbangan dari Bali menuju Jakarta tidak memakan waktu lama. Langit cerah yang sedari tadi dapat dilihat dari jendela pesawat mulai berganti dengan warna abu-abu membuat pandangan tidak lagi sejernih sebelumnya.
"Gimana kalo kita pindah ke Bali aja, Dit?"
Ditta yang sedang membaca buku langsung menoleh mendengar celutukan sahabatnya.
"Kenapa?"
"Tuh, liat. Langitnya langsung abu-abu pas kita nyampe Jakarta. Kebanyakan polusi, Dit. Gak sehat. Kita harus membantu pemerintah menangani hal ini dengan pindah dari sini."
Tangan Ditta reflek terangkat lalu menoyor kepala gadis yang kini tampak sangat berapi-api tersebut.
"Ngawur. Kalo semua orang mikir kayak lo, ini polusi pindah ke Bali."
Beatrice Edina tertawa mendengarnya. "Yah, namanya juga usaha."
"Kalo usaha tuh yang lebih konkret. Misal mulai besok lo naik kendaraan umum berangkat dan pulang kantor. Kurangi tuh pake mobil atau taksi."
Disuruh begitu membuat Bea akhirnya manyun. "Tapi stasiun gak deket kantor gue. Shuttle bus juga sama aja."
"Ya lo jalan kaki-lah dari stasiun ke kantor."
"Panas."
"Ada penemuan umat manusia bernama payung."
"Kena debu sama asep kendaraan lain, Ditta."
Tidak tahu lagi harus menjawab apa, Ditta akhirnya menghela napas panjang.
"Bukannya lo maunya pindah ke Seoul biar bisa menghirup udara yang sama kayak pacar khayalan lo itu?"
Bea langsung tersenyum lebar. Sangat lebar.
"Oh iya lupa gue. Gak jadi kalo gitu, Dit. Kita pindah ke Seoul aja. Gue masih mau mengejar cinta Wonwoo."
Jika sudah menyebut nama sang artis atau band idolanya, Ditta sangat paham bahwa Bea akan bisa membicarakannya berjam-jam kemudian. Ada saja yang bisa ia ceritakan soal kelakuan ajaib tiga belas bujangan yang kadang Ditta sendiri masih tidak bisa membedakannya.
"Gue pengen Wonwoo tahu kalo gue ada di dunia ini, Ditt. Biar Wonwoo tahu kalo ada seseorang yang cinta banget sama dia dan mau lakuin apa aja biar bisa ketemu lagi. Biar Wonwoo tahu kalo semua cinta yang gue punya gak dimiliki siapapun kecuali dia."
Mendengar hal itu, Ditta lalu menutup bukunya dengan pelan. Memangku kedua tangannya sembari bersandar menatap Bea yang kini menerawang jauh ke luar jendela pesawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...