"Leaving me on cherished only you, where did you go?"--Don't Wanna Cry by Seventeen
---
"Gimana mungkin gue ngelawan anggota keluarga paling kuat di negeri ini?!"
Kalimat itu terdengar sangat sarkas. Bea yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya sontak mengangkat kepala.
Ruang rapat mendadak menjadi diam setelah tadi terdengar berbagai macam opini dari setiap sudut.
Hari ini mereka sedang membahas sebuah acara yang akan mereka handle. Setelah 'sukses' dengan opening ceremony Sanjaya's Hotel, nama Abhyakta semakin dikenal. Platform sosial media mereka juga banyak dikunjungi dan meningkatkan engagement yang tentunya banyak berpengaruh pada Abhyakta.
Banyak yang menghubungi dan tertarik menggunakan jasa mereka. Tidak jarang nama-nama terkenal seperti para selebgram menginginkan Abhyakta untuk menyiapkan acara mereka.
Gilang yang melihat ruang rapat mulai memanas langsung berdehem. Matanya menatap Pras yang baru saja mengeluarkan suara beberapa menit lalu hingga semua orang langsung terbungkam. Ia lalu beralih menatap Naka yang tampak menahan kesal ditempatnya.
"Gue rasa Pras benar."
Gilang adalah pihak yang tidak pernah memihak atas sebuah opini. Ia akan menerima semua pendapat dengan pikiran terbuka lalu melemparkan kembali pada forum. Yang paling baik dan paling banyak mendapatkan suara lah yang akan menjadi keputusan mereka nantinya.
Jadi ketika orang nomor satu di Abhyakta itu memperlihatkan keberpihakan, semua orang tahu apa yang akan terjadi.
"Mungkin yang lain terlalu sungkan untuk ngomong ini. Tapi lo harus buka mata, Naka. Semua calon customer itu datang bukan serta merta ingin make Abhyakta. Mereka cuman tertarik sama keberadaan lo disini."
Akhirnya kenyataan itu diucapkan oleh Gavin. Jika semua orang tampak setuju, Bea justru terdiam ditempatnya. Melihat wajah Naka yang memerah membuat Bea hanya bisa menunduk. Ingin sekali ia memberikan kalimat yang sedikit membela laki-laki itu, namun ia tahu bahwa kalimat Gavin tidak meleset satupun.
"Naka..."Panggil Sena."...gue senang sekali waktu tahu kalo Abhyakta dilirik banyak orang. Tapi kalo bukan karena kinerja kita, buat apa kita susah payah ngelakuin semua ini?"
"Gue minta maaf kalo ngotot untuk acara Sanjaya---"
"Kita mau karena jujur pengen lo enggak berada di posisi yang sulit. Lo yang minta tolong karena ini acara sahabat lo, semua konsep udah ada dan kita cuman tinggal jalanin aja. Gue gak masalah semua ide anak-anak mental karena ini memang seperti yang klien kita mau. Karena klien ini cukup berharga buat lo. Tapi kalo selanjutnya juga begini, gue gak bisa. Abhyakta gak bisa."
Pembelaan Naka langsung dipatahkan oleh pemilik Abhyakta itu sendiri.
"Mas--"
Gilang menggeleng. Menepuk bahu Pras yang duduk di sebelahnya.
"Gue minta tolong, Naka. Bukan karena lo seorang Gautama, tapi sebagai pemilik Abhyakta. Kalo lo masih mau disini, biarin Abhyakta tetap seperti sedia kala. Biarin anak-anak gue tetap idealis dan memilih klien yang mereka mau. Biarin mereka tetap happy kerja disini tanpa harus takut ini-itu. Lo tahu kan sebagian orang menggantungkan hidupnya dari sini?"
Hati Bea langsung teriris mendengarnya. Ia paham betul maksud Gilang dan menjelaskan posisi Naka di Abhyakta.
Karena tanpa Abhyakta dan semua ini, Naka akan tetap bisa hidup baik-baik saja.
Sialan. Patah hati ini benar-benar membuatnya rendah diri.
---
Siang itu kembali terjadi huru-hara. Seorang perempuan cantik mendatangi kantor mereka dan mengatakan ingin menggunakan jasa Abhyakta untuk acara ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun.
Sebenarnya tidak heran karena memang Abhyakta terkadang menerima acara ulang tahun seseorang untuk mereka kerjakan dengan dalih senang-senang. Karena biasanya akan sangat penuh suka cita jika sudah menyangkut ulang tahun.
Hanya saja yang kini mengatakan akan menggunakan jasanya itu tidak lain adalah perempuan yang beberapa bulan lalu mengatakan ingin membeli Abhyakta di depan semua orang. Perempuan yang kini semua orang tahu juga bukan perempuan sembarangan.
"Gue mau ngobrol sama project manager-nya langsung."
Bea menghela napas panjang. Gadis dihadapannya ini tampak semakin tidak suka padanya. Bea masih yakin sekali bahwa gadis ini memang benar-benar tidak suka padanya.
"Sorry Mbak Rubi, semua PM kita kebetulan gak ada di tempat satupun. Satu-satunya pilihan cuman Mbak Bea karena nanti Mbak Bea yang bisa menyampaikan ini sama mereka."
Ucapan Via dibalas dengusan oleh gadis itu. Benar. Perempuan yang sedang dihadapi oleh Bea kini adalah Rubi Sanjaya. Anak bungsu dari keluarga yang membuat mereka ketar-ketir beberapa saat lalu. Gadis itu tampak datang sendirian tanpa pengawalan ataupun asisten pribadinya seperti desas-desus selama ini.
"Gue tuh mau ketemu sama mas naka."gumaman itu membuat Via dan Bea langsung saling lirik. Seperti ucapan Gavin, memang kebanyakan klien datang bukan untuk Abhyakta melainkan untuk Denaka Gautama.
Bea berdehem singkat. "Kalo gitu mau hubungin Mas Naka langsung?"
Rubi langsung menggeleng. "Jangan. Nanti ketahuan Arsen sama Aldric."
Oke. Gadis ini memang diam-diam untuk datang kesini. Ia menatap Via sesaat sebelum kembali menatap Bea dengan tajam. Penuh permusuhan.
"Lo beneran bukan pacarnya Mas Naka?"
Ditanya seperti itu membuat Bea langsung tergagap. Matanya langsung lari dari manik coklat terang itu. Menenangkan jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat.
"Sorry, sebenarnya kamu kesini mau apa?"
Via sudah tidak sabar menghadapi Rubi hingga terdengar jengkel. Membuat Rubi menoleh lalu manyun sesaat. Sebelum akhirnya kembali menoleh pada Bea dan menanyakan hal yang sama.
"Gue kasih tahu satu hal."Via menghela napas panjang dan mau tak mau mendengarkan hal tersebut. Namun kalimat itu ditujukan untuk Bea.
"Naka gak mungkin suka sama lo. Gautama gak akan nerima lo jadi mantu. Biarpun nih sebenarnya mereka tuh keliatan ga peduli sama yang gitu-gitu, tapi Naka udah di-bully satu keluarga besar aja udah ngasih tahu kalo mereka gak suka sama orang yang bikin seorang Denaka Chandara Gautama nonton konser kpop desek-desekan sama cewek-cewek lain."
Kalimat-kalimat itu membuat Bea mematung. Jadi perempuan cantik dihadapannya ini tahu bahwa Naka menemaninya menonton konser. Terlebih lagi bahwa keluarga laki-laki itu tahu selama ini. Bagaimana mungkin Bea tidak sadar bahwa yang ia bawa hari itu adalah laki-laki paling diincar oleh perempuan-perempuan kelas atas seperti Rubi Sanjaya?
"Tenang aja."bisiknya. "Naka gak mungkin suka saya."
Tentu saja Rubi tidak setuju. Ia mendengus sebal sebelum manyun. "Dia nolak gue tahu."akunya tanpa malu. Gadis itu merengut kesal.
Via tidak bisa tidak tergelak mendengar hal itu. Namun ia tahu bahwa gadis ini bakal jadi calon kliennya sehingga wajahnya kembali datar dan pura-pura simpati.
"Jadi karena dia nolak kamu terus kamu dateng kesini buat ketemu dia?"
Ekspresi Rubi benar-benar bisa berubah sepersekian detik. Ia sudah kembali sumringah. Lalu menggeleng pelan.
"Bukan."Ia menatap Bea sinis sebelum memasang senyum satu juta dolar."Gue beneran mau bikin birthday party gitu. Nah berhubung kemarin tuh acara sukses banget, gue pengen Abhyakta yang handle."
Orang kaya memang ada-ada saja. Perihal pesta ulang tahun dibuat seolah sangat penting. Padahal bagi Bea, ulang tahun adalah hari yang paling ia benci. Dibandingkan hari-hari lainnya, hari ulang tahun adalah sumber kesialannya karena sudah lahir ke dunia ini.
"Jangan bilang siapa-siapa. Sebenarnya ini acara juga buat ngumumin pacar barunya Aldric. Dia suka sama cewek yang bahkan ngelihat dia aja gak mau. Jadi dia mau lamar itu cewek disana."
Memang keluarga ajaib. Selalu mencari celah untuk membuat kehebohan.
"Jadi, mau gak?"
---
Love
--aku
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...