"Like how the sky is darkness before sunrise, we're only going through our last growing pain.--The 8 of Seventeen
---
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Gavin selain pura-pura saat ini. Matanya menatap Naka karena ia tahu bahwa dirinya juga membutuhkan laki-laki ini.
"Nyokapnya sakit?"
Naka berdehem singkat. Menatap sekitar sebelum kembali berucap pelan.
"Lo tahu kan Gautama selama ini jadi kendaraan yang bagus buat Galih melaju cepat dalam karir politiknya, tapi tentu setelah melakukan banyak riset untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan nantinya."
Hal-hal yang akan merugikan Gautama sendiri. Tentu saja ia paham. Gavin lalu mengangguk pelan.
"Gautama menemukan kalo Venny, istri pertamanya, sakit jiwa dan harus di rawat. Kabarnya karena stres sewaktu Galih sempat mundur dari dunia politik dua puluh enam tahun yang lalu sedangkan waktu itu mereka bahkan baru mulai dan sudah terlanjur nyemplung. Tidak sampai setahun, Galih tiba-tiba menikah sama Miranda. Dan kembali disukai oleh masyarakat. Keluarga Miranda yang akhirnya menjalin pertalian sama Gautama. Lo tahu kan hubungan bisnis dan politik ini selalu berbentuk simbiosis mutualisme?"
"Politik akan melancarkan semua bisnis."
Naka mengangguk walaupun terlihat sedikit enggan.
"Gautama tentu saja gak mau salah ambil langkah. Semua hal yang berhubungan sama Gautama harus bersih. Kenyataan bahwa ternyata Galih bukan cuman punya satu anak perempuan tentu jadi pertimbangan banyak hal, apalagi anak sulungnya sudah memilih lepas dari keluarganya dan keberadaan anak bungsu yang disembunyikan selama ini. Pun kenyataan bahwa Venny Purwanto masih hidup."
Perlahan, Gavin mulai tahu kemana arah pembicaraan ini. Mungkin sebagian besar yang dikatakan Naka adalah benar dan seperti yang ia tahu selama ini. Yang tidak diketahui oleh Naka hanyalah Bea bukanlah anak kandung Venny, melainkan anak Galih bersama wanita simpanannya.
"Jadi lo udah lama tahu kalo Bea anak Galih Purwanto?"
Naka menggeleng pelan. "Decakra Gautama mungkin sudah lama tahu. Tapi gue baru tahu setelah pulang dari konser akhir tahun lalu. Ada Aruna Purwanto yang nungguin dia di apartemennya."
Mata Gavin langsung membulat. Sebenarnya seberapa sering intensitas pertemuan kedua kakak adik itu tanpa sepengetahuannya, apakah setiap memar dan luka di tubuh Bea selalu ia dapatkan karena dipukuli oleh Aruna terus-terusan. Mulutnya hampir mengeluarkan isi kepalanya namun melihat wajah Naka yang masih tenang membuatnya kembali berpikir.
Sepertinya Naka juga tidak mengetahui kenyataan yang satu itu. Akhirnya ia menanyakan hal yang lain.
"Karena itu Gautama melepaskan salah satu ekornya sekarang dan bikin Galih Purwanto tidak lagi maju di pemilu yang akan datang?"
"Itu pertanyaan atau pernyataan?"
Dirinya langsung mendengus. "Terserah lo mau milih yang mana."
Keduanya lalu kompak terdiam setelah itu. Tidak lama karena setelahnya Naka kembali mengeluarkan suara.
"Gue mundur bukan karena nama yang melekat sejak lahir. Gue mundur karena gue tahu Bea jauh lebih bahagia sejak bareng sama lo."
Kalimat itu diyakini Gavin adalah pernyataan. Laki-laki dihadapannya ini baru saja mengutarakan perasaanya pada gadis yang kini bersamanya.
"Gue gak akan melakukan konfrontasi apapun atas hubungan kalian. Tapi gue berharap gue tetap bisa melakukan apapun yang bisa membahagiakan Bea. Kalo nanti lo butuh bantuan entah dalam bentuk apapun, tolong jangan sungkan. Jika memang nanti berita yang sedang ditakutkan ini muncul ke permukaan entah dari mana sumbernya, gue akan bantu lo untuk bawa Bea jauh dari semua itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...