"I see everybody's aura fading. They can't be themselves without being anxious. I was afraid to be judged, so I hide amongst the regular."--Rocket by Seventeen
---
"Awalnya aku memang kabur karena ribut sama kakakku, Tara. Tapi setelah di Abhyakta aku jadi suka kerja di sana. Terus kamu muncul. Aku pikir di Abhyakta adalah tahun-tahun terbaik yang aku punya."
Bea hanya mendengarkan. Setelah tadi meninggalkan Gavin dan menyetujui akan pulang bersama Naka, ia tidak bisa menolak ketika laki-laki itu mengajaknya untuk mampir ke sebuah pusat perbelanjaan untuk sekedar makan malam bersama.
Sebelum mengetahui siapa Naka sebenarnya, Bea sangat suka menghabiskan waktu dengan laki-laki itu. Naka akan senang hati mendengarkan ia bercerita tentang apa saja bahkan tentang Seventeen--band favoritnya sepanjang masa.
"Sewaktu pulang nonton konser, aku berencana akan membuka diri dan ngasih tahu aku siapa sebenarnya sama kamu. Tapi tiba-tiba aku takut, gimana kalo ternyata kamu gak suka sama aku dan memilih untuk tidak berteman lagi seperti sekarang?"
Yang benar saja. Bea bukan tidak menyukai Naka. Bea hanya tidak suka kenyataan bahwa Naka bukanlah orang sembarangan terlebih lagi Naka adalah salah satu anggota keluarga yang menyokong sepak terjang bapaknya selama ini.
Bagaimana bisa Bea bertahan dengan kenyataan itu?
"Dan untuk project kita sebelumnya, sebenarnya Arsen memang meminta langsung untuk Abhyakta yang megang Sanjaya's Hotel. Aku gak bisa menolak permintaanya, jadinya aku bicarakan dengan Mas Gilang dan Mas Sena. Seperti yang aku sampaikan beberapa hari yang lalu, keputusan tetap di tangan mereka."
Bea mendongak. "Arsen?"
Naka mengangguk. "Arsenio Ryan Sanjaya. Sepertinya dia punya kejutan untuk papanya bareng Aldric Razka Sanjaya. Mereka sahabatku sejak masih kecil karena orang tua kami bersahabat."
Ya. Bea sudah mendengar kabar itu dari Gavin sebelumnya. Naka benar-benar bukan orang sembarangan.
"Itu kenapa ada tuan putri sanjaya di rapat waktu itu. Karena ada kamu disana."
Naka terkekeh. Senyum tak hilang dari bibirnya. "Adzkiya Rubi Sanjaya memang sudah aku anggap seperti adik sendiri."
Pengakuan itu membuat Bea meneguk ludah dengan kasar. Bagaimana bisa ia memimpikan masa dengan dengan Naka selama ini padahal jika mendengar hal-hal barusan dari mulut Naka membuatnya semakin tidak tergapai.
"Jadi, kamu mau maafin aku gak?"
Bea langsung tergelak. Menggeleng singkat. "Kenapa aku harus memaafkan kalo kamu bahkan gak punya salah sama aku, Mas Naka."
Dijawab seperti itu membuat Naka salah tingkah. "Karena aku gak cerita siapa aku ke kamu?"
"Kamu gak punya kewajiban untuk ngasih tahu aku. Kita ini kan--cuman rekan kerja."
Kerutan didahi Naka langsung muncul. Ia menatap Bea tidak suka. "Kita--"
"Lagipula aku juga gak tahu siapa keluarga Pak Gilang, Mas Sena, Via, Agnes bahkan Suci. Hubungan kita memang cuman sebatas itu, kan?"
Tangan Naka langsung menyambar jemari Bea. Menggenggamnya lembut. "Bea, aku mau mengenal kamu lebih dari itu. Aku suka menghabiskan waktu sama kamu. Aku suka mendengarkan kamu nyanyi korea dan menceritakan apa yang dilakukan Wonwoo hari ini. Aku suka menemani kamu ketemu Seventeen lagi."
Bea langsung menarik tangannya. Tidak percaya bahwa Naka akan menyeret Wonwoo dan Seventeen dalam pembicaraan ini.
"Kita bisa ke ke Tokyo Dome untuk nonton mereka. Ambil kursi paling depan biar kamu gak susah kayak di GBK. Atau aku mau nemenin kamu nonton Caratland seperti yang kamu cita-citakan selama ini. Aku--"
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...