"If you're on rocky wave, just feel the breeze and and let your body go with the flow"--Seventeen
---
"Bukannya uang bukan hal yang paling penting?"
Semua orang menatap Bea yang baru saja bercelutuk sinis. Agnes bahkan sampai menarik tangannya agar kembali duduk.
"Lo harusnya ngakuin kalo prediksi gue bener."
Laki-laki itu bangkit. Mengulurkan tangan pada Bea.
"Sorry,"
Bea tentu saja mendengus. "Kemana aja lo kemaren-kemaren?!"
"Bea!"
Teguran Sena akhirnya membuat Bea merengut. Ia menepuk tangan Gavin yang terulur sebelum menjatuhkan tubuhnya di kursi.
"Persiapan kita hanya tiga bulan. Gue gak nerima alasan apapun buat siapapun mangkir sehari aja. Kalo memang sakit gue butuh surat dokter yang menyatakan lo benar-benar harus bedrest. Selain itu gue mau semua orang tetap keep in touch satu sama lain. Terutama Pras, Naka, Suci, Agnes, Bea. Yang lain akan ngikutin arahan masing-masing leader."
Semua orang mengangguk bersamaan. "Untuk beberapa waktu kedepan, Via akan selalu dampingin Gilang kemanapun. Karena gue sama Gavin bakal fokus buat project ini, gak ada yang bisa handle Gilang sebaik Via. Jadi gue minta Agnes atau Bea bisa pelajarin yang dilakuin Via selama ini."
Jika sedang dalam mode profesional, Sena seperti tidak tersentuh. Semua ucapannya mutlak dan wajib diikuti, maka yang dilakukan semua orang dalam ruangan itu hanya mengangguk paham.
"Nanti siang, gue sama Gavin bakal ketemu sama manajer hotelnya. Gue mau Bea sama Agnes ikut karena kita akan tanda tangan kontrak. Naka dan Pras juga ikut untuk survey lapangan. Biar bisa lihat langsung apa aja yang nanti akan dikerjakan. Sekalian cek cocok banget gak sama konsep yang sudah di-approve."
"Oke mas!"
---
Ruangan itu hanya berisi sekitar dua puluh hingga dua puluh lima kursi. Seolah sengaja dibuat ruang rapat yang tidak begitu besar dan lebih privat.
Bea yang duduk di samping Sena memperhatikan seorang laki-laki paruh baya diapit oleh empat orang lainnya.
"Perkenalkan saya Tito, manajer Sanjaya hotel. Diutus oleh Pak Ryan langsung untuk menyelesaikan administrasi sesegera mungkin agar persiapan bisa dilakukan lebih cepat."
Sena menjabat tangan pria itu. "Saya Sena, project manager dan ini Gavin selaku general manager."
Mereka lalu berbincang basa-basi sebelum memulai membicarakan setiap pasal dan ayat dalam kontrak kerja. Seolah memang benar yang diucapkan Gilang, pihak sanjaya tidak keberatan untuk seluruh isinya termasuk soal nilai dan rincian anggaran yang diajukan.
Pertemuan itu berlangsung lancar dan cepat. Kontrak kerja sama itu selesai ditandatangani oleh kedua belah pihak.
"Semoga persiapannya lancar dan acaranya berlangsung seperti yang diharapkan ya, Pak Sena, Pak Gavin."
"Semoga, Pak Tito."
Keempatnya lalu pamit undur diri. Memberitahukan pada Pras dan Naka yang ternyata telah lebih dulu selesai dan kembali ke kantor.
Karena sudah hampir pukul lima sore, Sena mengajak ketiganya untuk mampir makan di sebuah restoran yang memang mereka lewati.
"Mau pesen apa?"
"Samain aja."
Mendengar jawaban Gavin mau tidak mau Bea dan Agnes akhirnya juga menjawab hal yang sama. Tentu saja memudahkan Sena yang langsung cekatan memanggil pelayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...