37

1.2K 149 5
                                    

"I will hold you. Wherever you are."--Shadow by Seventeen

---

Gelak tawa terdengar bersahutan dari ruang rapat yang terbuka. Setelah tadi menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk rapat, beberapa orang masih berada di sana untuk sekadar bercakap-cakap membahas hal-hal yang menurut mereka lucu untuk dilontarkan.

"Terus sekarang lo udah dikejar-kejar lagi?"

Naka hanya mendengus. Tidak ingin membahas lebih jauh. Matanya justru menemukan Bea yang tampak juga antusias mendengarnya bercerita.

"Lo gak dimusuhin sama klan Sanjaya? Bukannya bokap lo sahabatan tuh sama Pak Raka?"

Pertanyaan sudah kembali dilontarkan bahkan sebelum Naka bisa menjawab yang sebelumnya.

"Gue sahabat baik sama Arsen dan Aldric. Kiya itu lebih kayak adik buat gue. Dia juga temen mainnya Vanka. Dia bener-bener udah gue anggep sebagai adik sendiri."

Pras dengan suaranya yang menggelegar kembali mendengung. "Gila kasian banget itu cewek cuman lo anggep adik. Mentang-mentang emang tampangnya yang kayak anak kecil itu."

"Kasian tahu!"Bea akhirnya buka suara. Matanya menemukan Naka yang kini tampak kaget mendengar seruannya. "Cewek mana yang gak sedih kalo cuman dianggep adek sama cowok yang dia taksir."

Via dan Agnes ikut mengangguk. "Memangnya gak ada sedikitpun perasaan itu, Mas?"

Ditanya begitu membuat Naka terdiam sesaat. Matanya menatap nanar pada Bea yang kini juga menatapnya ingin tahu. Mata itu berbinar seolah mengharapkan jawaban yang akan membuatnya senang. Naka tidak tahu hatinya justru serasa diremas karena dari irisnya, Bea benar-benar tidak punya perasaan yang sama terhadapnya.

"Kalo gue yang dikejar-kejar seorang Rubi Sanjaya akan menerima dengan tangan terbuka. Mau beda sepuluh tahun juga gue gak masalah. Ntar gue udah tua renta dia tetap cantik bersinar,"Celutukan Vincent disambut dengan gelak tawa.

"Dia juga gak mau kali sama laki kayak lo. Kalo Naka nanti kan walaupun sudah tua renta tetap akan tampan bergelimang harta,"Ejekan Suci membuat suasana menjadi semakin riuh. Tidak lagi fokus pada kisah Naka Gautama dan Rubi Sanjaya yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat tapi berubah menjadi ajang saling serang antara mereka.

Bea terus-terusan tertawa mendengar semua itu. Sesekali ikut menyerang Vincent untuk membuat Suci semakin di atas angin. Lalu akan tertawa riang setelahnya.

Diam-diam, Naka menatap perubahan itu. Meski ia tetap berdebar menatap senyuman itu, hanya saja ia merasa ada yang berbeda. Bea yang ada sekarang tidak seperti Bea yang ia kenal. Tidak seperti Bea yang ditemaninya menonton konser beberapa bulan yang lalu.

Yang ada dihadapannya kini adalah sosok yang lain. Sosok yang baru. Sosok yang sepertinya tidak lagi bisa ia sentuh seperti sebelumnya.

"Masih rame aja. Gak pada pulang?"

Dari pintu rang rapat yang terbuka muncullah Sena dan Gavin yang tampak sudah siap untuk pulang. Jika Sena mendekat untuk mengambil sebuah kursi dan menjatuhkan tubuhnya di sana untuk bergabung, Gavin hanya berdiri dan bersandar pintu. Matanya langsung menemukan Bea dan mengangguk kecil.

Dari tempatnya duduk, Naka dapat melihat mata Bea yang kini berbinar bahagia. Senyumnya otomatis merekah. Gadis manis itu bangkit dari duduknya, merapikan laptop dan kertas yang ada di atas meja untuk ia bawa dengan satu tangan.

Ia lalu berpamitan pada semua orang dengan senyum yang masih lebar. Menganggukkan kepala pada Naka dan melambai setelahnya.

Bea melangkah mendekat pada Gavin yang otomatis merangkulnya dari sana. Seolah gestur itu memang sudah biasa mereka lakukan. Jika sebelumnya Naka merasa Bea hanya menghindarinya, kini ia benar-benar tahu sudah tidak ada lagi harapan untuknya mendekat. Bea benar-benar sudah tidak tergapai.

So Do I [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang